JAKARTA,PGI.OR.ID-Jelang penyelenggaraan Sidang Raya XI Gereja-Gereja se-Dunia (DGD/WCC), PGI bersama DGD menggelar Pertemuan dan Konsultasi Pra Sidang Raya XI DGD/WCC secara virtual, dengan mengusung tema Walking Through the Valley in Faith (Berjalan Melewati Lembah dalam Iman), pada Kamis (29/7).
Konsultasi yang diikuti MPH-PGI, anggota Komite Sentral WCC di Indonesia, dan pimpinan sinode gereja anggota DGD/WCC ini, menjadi momen untuk berbagi informasi, pengalaman terkait tantangan, keberhasilan, dan pelajaran yang dipetik selama pandemi Covid-19, mendiskusikan tema Sidang Raya XI DGD/WCC, serta kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang proses Sidang Raya XI DGD/WCC, juga bagaimana terlibat dalam gerakan oikoumene global.
Dalam sambutannya, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom menjelaskan, Sidang Raya XI DGD/WCC merupakan kewajiban konstitusional kita sebagai anggota DGD, tetapi terutama adalah sebagai ungkapan kolektif kita sebagai gereja yang Tuhan utus di dunia ini. Dan, Sidang Raya yang kita sedang jelang ini tidaklah berlangsung di ruang hampa, tapi akan berlangsung di tengah pergumulan masyarakat dunia, yang kini sedang diterpa pandemi Covid-19, yang begitu meluluh-lantakkan kehidupan kita.
Saat ini, lanjut Ketum PGI, kita sedang menghadapi tragedi kemanusiaan, dengan begitu banyaknya korban jiwa berjatuhan akibat Covid-19. Pandemi ini adalah sebuah kejadian yang luar biasa, dan olehnya tidak bisa dihadapi dengan biasa-biasa saja. Sesungguhnya, kita semua ikut andil dalam tragedi ini, karena membiarkan virus ini terus menyebar oleh keseharian kita yang banal, oleh perlakuan kita terhadap alam yang telah melampaui maksud-maksud ketika Tuhan menciptakan dunia ini, oleh karena kerakusan kita yang tanpa batas, serta oleh karena ketidak-disiplinan kita mematuhi protokol kesehatan yang ada.
Sebab itu, sebagai gereja kita semua terpanggil untuk menyelamatkan kehidupan. Mempertahankan kehidupan lebih berharga daripada geliat ekonomi; memperjuangkan kehidupan lebih berarti dari pada sekedar seremoni dan perjumpaan ragawi, bahkan memperjuangkan kehidupan lebih mulia dari pada sekedar ritus dan upacara di gedung-gedung ibadah. Gereja harus berada pada garda terdepan dalam memutus rantai penyebaran virus ini, seraya tetap peduli dan menyediakan diri sebagai penyembuh.
“Saya sangat mengapresiasi gereja-gereja di Indonesia yang tanggap dalam menangani pandemi ini, dan ikut aktif ambil bagian dalam rupa-rupa bentuk. Selain mencerdaskan umat untuk mematuhi protokol kesehatan, saya menyaksikan gereja-gereja yang proaktif melakukan program vaksinasi, dan bahkan begitu banyak gedung-gedung gereja yang ditransformasikan menjadi ruang-ruang untuk isolasi mandiri. Saya juga menyaksikan sikap berbagi gereja, khususnya bagi mereka yang kurang beruntung. Semua ini menunjukkan kehendak gereja-gereja di Indonesia untuk berjalan bersama di lembah, pun di lembah kekelaman akibat pandemi ini,” jelasnya.
Lebih jauh diungkapkan, ditengah pandemi yang begitu mengenaskan ini, kita semua pun masih harus berhadapan dengan ragam masalah sosio-ekonomi dan politik yang menjadi pekerjaan rumah kita selama ini. Kita masih berhadapan dengan masalah-masalah HAM, seperti tindak kekerasan yang terus terjadi di Papua, masalah pekerja migran, masalah pengungsi, hak-haka masyarakat adat, serta korupsi yang masih mengganggu perjalanan kita sebagai bangsa. Kita juga menghadapi krisis ekologis yang mengancam kelangsungan kehidupan alam semesta ini, serta ancaman radikalisasi dan terorisme yang masih membayangi.
“Saya bersyukur bahwa gereja-gereja di Indonesia tetap siuman menghadapi dan menyikapi itu semua, pun di tengah terpaan pandemi ini. Saya memahami, hanya cinta kasih Kristuslah yang memungkinkan itu semua bisa berlangsung. Dan saya berdoa, gereja-gereja di Indonesia, sebagai bagian dari gereja-gereja di dunia, tetap hadir sebagai perpanjangan tangan Kristus di dunia ini. Di atas semua itu, mari dengan kerendahan hati memberi ruang dalam diri kita untuk campur tangan Tuhan, melalui curahan Roh Kudus. Kerendahan hati memberi ruang bagi kemungkinan terjadinya perjumpaan Ilahi. Dan itulah mujizat terbesar dalam hidup kita,” harapnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal WCC Dr Isabel Apawo Phiri, menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta yang hadir di konsultasi ini. “Kami berharap dapat mendengarkan dan belajar dari pengalaman Anda tentang tantangan, keberhasilan, dan pelajaran yang dipetik selama masa-masa sulit yang dipicu oleh pandemi COVID 19 ini,” tandasnya.
Menurut Dr. Isabel, dunia harus banyak belajar dari ribuan tahun warisan Indonesia yang kaya, dengan komunitas, bahasa, agama, dan budayanya yang hidup dan beragam, dengan sejarah panjang masyarakat yang hidup dalam harmoni satu sama lain. Gereja-gereja dan komunitas-komunitas Kristen di Indonesia, yang merupakan bagian penting dari populasi negara, adalah berkat dan bagian penting dari masyarakat, yang memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan bangsa, pembangunan dan pengelolaan sumber daya yang diberikan Tuhan.
“Kami menghargai dan berterima kasih atas dedikasi dan komitmen Anda untuk melayani komunitas Anda dan menghidupi iman Anda untuk memastikan bahwa gereja tetap sebagai institusi yang relevan secara teologis dan sosial dalam setiap konteks Anda,” katanya.
Dari perspektif Kristen dan ekumenis, jelas Dr. Isabel, gereja-gereja di Indonesia telah memberikan kontribusi yang kaya untuk mengembangkan gerakan ekumenis modern di Asia dan Global. Sehingga pertemuan dan kegiatan seperti ini, perlu dilakukan secara teratur untuk memastikan bahwa gereja-gereja dapat berkontribusi, memperkaya satu sama lain, dan persekutuan Kristen di seluruh dunia.
Ditambahkan, bahwa di masa-masa sulit ini, gereja-gereja di Indonesia telah menunjukkan bahwa meskipun dogma dan kepercayaan berbeda-beda dan dapat memecah belah, kebutuhan masyarakat dibagi. Kebutuhan akan cinta, persekutuan, rezeki, dan keamanan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat dan memuaskan, bebas dari penyakit dan kelaparan, dimiliki bersama di seluruh perbedaan agama dan etnis.
“Dengan karya Diakonia gereja, kita melihat yang lain, bahkan dari komunitas yang berbeda, sebagai pembawa citra Ilahi dan menanggapi kebutuhan setiap orang. Mengikuti ajaran Yesus mengikat kita bersama dengan semua, terutama dalam melayani yang paling terpinggirkan di masa-masa ketika Covid-19 berdampak pada komunitas kita,” tegasnya.
Mengawali konsultasi, melalui tayangan video pimpinan sinode GMIT, HKBP, GPIB, GKPB, GMIH dan GKI di Tanah Papua berbagi informasi dan pengalaman terkait tantangan, keberhasilan, dan pelajaran yang dipetik selama pandemi Covid-19. Merefleksi apa yang telah disharingkan oleh gereja-gereja, anggota Komite Sentral WCC di Indonesia, Pdt. Dr. Henriette Hutabarat Lebang menyatakan, pandemi memang telah mengancam seluruh kehidupan, ditambahkan dengan berbagai pesoalan yang sedang melanda bangsa Indonesia, termasuk bencana alam dan pengaruh teknologi.
“Meski demikian gereja-gereja di Indonesia coba menjawab semua tantangan itu. Dengan adanya pandemi juga bencana, gereja saling kerjasama, merasa tidak bisa berjalan sendiri, dan melihat kesatuan menjadi penting. Sehingga kelompok yang selama ini kurang bersahabat, mau bekerjasama. Mengacu tema Sidang Raya kali ini, menurut hemat saya gereja-gereja di Indonesia berada pada jalurnya, yaitu ditengah pandemi membangun jembatan relasi, dan persaudaraan melampaui sekat-sekat yang diciptakan oleh manusia,” kata mantan Ketum PGI ini.
Konsultasi yang berlangsung selama tiga jam ini, tentu sangat membantu para peserta terutama pimpinan sinode gereja anggota DGD/WCC yang akan menjadi delegasi dari SR XI DGD/WCC nanti. Terlebih setelah mendapat pencerahan terkait tema SR XI DGD/WCC dalam konteks Indonesia yang disampaikan oleh Pdt. Prof. Joas Adiprasetya, Th.D, serta informasi seputar proses Sidang Raya XI DGD/WCC oleh Pdt. Benjamin Simon dan Charlotte Belot dari WCC.
Sekilas SR ke XI DGD/WCC
Sidang Raya XI DGD/WCC akan berlangsung di Karlsruhe, Jerman, pada 31 Agustus-8 September 2022, dibawah tema Christ’s Love Moves the World to Reconciliation and Unity (Kasih Kristus Menggerakkan Dunia menuju Rekonsiliasi dan Persatuan). Komite Sentral WCC menerima undangan sekaligus tawaran dari Gereja Injili Jerman untuk menjadi tuan rumah Sidang Raya XI DGD/WCC ini. Sidang Raya DGD merupakan momen yang signifikan karena memiliki perwakilan dari berbagai belahan bumi pun merupakan pertemuan oikumenis antar gereja-gereja di dunia.
Sidang Raya berlangsung setiap delapan tahun, dan ini akan menjadi Sidang ke XI DGD/WCC. Persidangan ini merupakan badan pemerintahan tertinggi DGD, yang diharapkan akan memberikan arahan untuk delapan tahun ke depan, sekaligus merupakan momen untuk memilih komite pusat periode berikutnya. Seperti halnya sidang-sidang sebelumnya, Sidang Raya XI DGD/WCC diharapkan berkontribusi untuk memperdalam persatuan gereja-gereja dalam Kristus sekaligus memberikan kesaksian bersama kepada seluruh dunia. Sidang ini akan menjadi tonggak sejarah perjalanan iman bersama akan keadilan dan perdamaian sebagai persekutuan gereja.
Pewarta: Markus Saragih