MEDAN,PGI.OR.ID-Dalam perjalanan sejarah gereja, tidak banyak tokoh seberwarna Ephorus SAE. Nababan, dalam kiprah pelayanannya. Beliau telah meninggalkan jejak yang mendalam bagi sejarah perjalanan gereja, baik itu di gerejanya, HKBP, maupun dalam gerakan oikoumene, secara nasional dan mondial.
Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, dalam sambutannya di acara Peluncuran Institut Soritua Nababan, yang dilaksanakan secara hybrid, di HKBP Sri Gunting, Medan, pada Selasa (24/5/2022).
Di HKBP, menurut Ketum PGI, SAE Nababan memiliki komitmen yang kuat mengajak para pelayan HKBP menatap jauh ke depan, dan tidak terpaku pada apa yang nampak di depan mata. “Beliau menjadi Ephorus hanya beberapa bulan setelah Jubileum 125 tahun HKBP, yang betemakan “mempersiapkan diri menghadapi era industrialisasi”. Dan memang industrialisasi yang maju, dan modern menjadi tema sentral dalam awal-awal haephorusannya,” jelas Pdt. Gomar.
Sayangnya, pada waktu itu sebagian besar pelayan HKBP terjangkit penyakit “myopi”, sehingga kurang mampu mengarahkan tatapan jauh ke depan, malah terbelenggu oleh kepentingan-kepentingan sesaat. Pada tahap inilah beliau tiba pada kesimpulan bahwa selama ini, kekristenan Batak, kalau tidak hendak mengatakan HKBP, baru diinjili bagian luarnya, sementara bagian terdalam kehidupan kita masih dilandasi oleh adat yang berazaskan hukum pembalasan.
“Dalam kaitan inilah beliau masuk pada apa yang kemudian hari beliau istilahkan “penginjilan bagian terdalam,” sebuah program pembaharuan diri melalui pembenahan berbagai perangkat yang ada, dan pembenahan SDM. Kita pun tahu ceritera selanjutnya, resistensi untuk pembaharuan diri ini berkolaborasi dengan kekuatan eksternal, yang menggagalkan seluruh upaya penginjilan bagian terdalam itu. Saya kira sampai saat ini, hal-hal seperti ini masih mewarnai perjalanan gereja-gereja kita, bukan hanya HKBP; yang darinya kita tentu bisa banyak belajar,” katanya.
Sementara dalam gerakan oikoumene, nasional maupun mondial, jejak SAE Nababan juga sangat membekas, yang menurut Pdt. Gomar terutama dalam 3 isu, pertama, apa yang kemudian hari disebut dengan istilah “inclusive ecumenism’; sebuah proses deinstitusionalisasi gerakan oikoumene. Kedua, usahanya mengembangkan Pemikiran Teologis mengenai Keseimbangan. Ketiga, perumusan Perdamaian dan Keadilan.
Berbagai pemikiran tersebut, lanjutnya, tentu masih membutuhkan penggalian yang lebih mendalam, dan bisa dikembangkan di dalam, serta melalui Institut Soritua Nababan ini. Selain itu, masih banyak hal-hal yang perlu didalami juga dari praktek-praktek kepemimpinan SAE Nababan. “Kiranya Institut ini bekerja lebih substansial dan tidak terjebak pada hal-hal teknis yang sudah banyak dikerjakan oleh kembaga-lembaga kader dan oikoumenis lainnya,” tandasnya.
Institut Soritua Nababan didirikan dengan tujuan mewujudkan prinsip-prinsip dan cita-cita intelektual pelayanan Pdt. Dr. Soritua Nababan, yaitu membangun pemikiran bersifat ekumenis yang mendorong terciptanya demokrasi, multikultural, toleransi, bermuara kepada kesejahteraan, perdamaian serta keadilan di Indonesia, dan seluruh dunia. Sedangkan tujuan utamanya adalah mengelola, merawat, dan mengembangkan pemikiran Soritua Nababan, pendidikan orang dewasa melalui pelatihan-pelatihan, serta penelitian sosial.
Sebagaimana diketahui, Ephorus Em Pdt. Dr. Soritua Nababan, yang wafat pada Sabtu (8/5/2021), adalah pejuang ekumenis sejak dari masa muda sampai pada masa akhir hidupnya terus menyuarakan dan mengerjakan upaya-upaya mendorong terciptanya masyarakat yang ekuimenis sehingga dipikir perlu untuk terus mengembangkan ide-ide dan perjuangan tersebut kepada masyarakat luas melalui pendidikan orang dewasa dengan melaksanakan berbagai pelatihan bidang pengembangan sumber daya manusia dan kepemimpinan tingkat dasar dan lanjutan serta melaksanakan penelitian sosial untuk mencapai terciptanya masyarakat yang ekuimenis.
Sebagai seorang tokoh yang bekerja keras dan melayani dengan sungguh-sungguh dan etos kerja yang tinggi serta dalam kesehariannya sebagai seorang tokoh gereja memiliki disiplin, cerdas dan rendah hati beliau adalah orang yang luar biasa pernah memimpin gereja pada aras lokal, nasional bahkan sampai tingkat dunia sehingga di rasa perlu mengembangkan sifat-sifat ketokohan terserbut untuk mendorong terciptanya gereja dan masyarakat yang ekuimenis dan mengembangkan suasana kehidupan yang memiliki kehidupan yang toleran.
Pewarta: Markus Saragih