PGI

  • Tentang PGI
  • Sinode Gereja Anggota PGI
  • Biro & Bidang
    • Keadilan dan Perdamaian
    • Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan
    • Keesaan dan Pembaruan Gereja
    • Biro perempuan dan Anak
    • Biro Pemuda dan Remaja
    • Biro Penelitian dan Pengembangan
    • Biro Papua
    • Biro Pengurangan Risiko Bencana
    • Pelayanan Komunikasi Masyarakat
  • NEWS
    • Warta PGI
    • Berita Gereja
    • Indonesia
    • Dunia
    • Siaran Pers
    • Info
    • Pokok Doa
    • Opini

PGI

  • Tentang PGI
  • Sinode Gereja Anggota PGI
  • Biro & Bidang
    • Keadilan dan Perdamaian
    • Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan
    • Keesaan dan Pembaruan Gereja
    • Biro perempuan dan Anak
    • Biro Pemuda dan Remaja
    • Biro Penelitian dan Pengembangan
    • Biro Papua
    • Biro Pengurangan Risiko Bencana
    • Pelayanan Komunikasi Masyarakat
  • NEWS
    • Warta PGI
    • Berita Gereja
    • Indonesia
    • Dunia
    • Siaran Pers
    • Info
    • Pokok Doa
    • Opini
  • Tentang PGI
  • Sinode Gereja Anggota PGI
  • Biro & Bidang
    • Keadilan dan Perdamaian
    • Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan
    • Keesaan dan Pembaruan Gereja
    • Biro perempuan dan Anak
    • Biro Pemuda dan Remaja
    • Biro Penelitian dan Pengembangan
    • Biro Papua
    • Biro Pengurangan Risiko Bencana
    • Pelayanan Komunikasi Masyarakat
  • NEWS
    • Warta PGI
    • Berita Gereja
    • Indonesia
    • Dunia
    • Siaran Pers
    • Info
    • Pokok Doa
    • Opini

PGI

PGI

  • Tentang PGI
  • Sinode Gereja Anggota PGI
  • Biro & Bidang
    • Keadilan dan Perdamaian
    • Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan
    • Keesaan dan Pembaruan Gereja
    • Biro perempuan dan Anak
    • Biro Pemuda dan Remaja
    • Biro Penelitian dan Pengembangan
    • Biro Papua
    • Biro Pengurangan Risiko Bencana
    • Pelayanan Komunikasi Masyarakat
  • NEWS
    • Warta PGI
    • Berita Gereja
    • Indonesia
    • Dunia
    • Siaran Pers
    • Info
    • Pokok Doa
    • Opini
Author: markus
Home Articles Posted by markus
Berita PGIUtama
November 15, 2023

PGI-PUSAD Paramadina Membangun Agen Perdamaian dan Keadilan di Sulawesi Tengah

POSO,PGI.OR.ID-Gelombang terakhir pelatihan mediasi profesional untuk isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) tahun 2023, yang digawangi oleh bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (KKC-PGI) bekerja sama dengan PUSAD Paramadina, terlaksana di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng). Pelatihan juga berkolaborasi dengan Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), dan Institut Mosintuwu.

Pelatihan yang berlangsung lima hari penuh (14-18/11/2023), dibuka dan diawali di ruang pertemuan Sinode GKST. Sebanyak 30 aktor antariman dan aktivis sosial di Sulteng mengikuti kegiatan ini dengan penuh antusias. Mereka adalah peserta yang terpilih dari sekian banyak pendaftar.

Dalam sambutannya, Ketua Umum Sinode GKST Pdt. Djadaramo Tasiabe, menekankan bahwa keberagaman dan hidup bersama sebagai warga bangsa sudah menjadi kenyataan negara kita.

“Indonesia adalah negara yang paling toleran, bayangkan salam-salam keagamaan dan jabatan dari para tamu disebutkan pada sambutan-sambutan, tidak seperti di negara-negara lain. Perbedaan yang ada di antara kita ojo dibanding-bandingke… yang menjembatani perbedaan itu adalah cinta, karenanya kita perlu memiliki cinta sebagai sesama manusia.” 

Sementara itu, Wakil Direktur PUSAD Paramadina Husni Mubarok, menegaskan bahwa tokoh agama dan masyarakat adalah aktor kunci dalam mengawal isu KBB. “Tokoh agama dan masyarakat berakar dan secara mayoritas tinggal menetap di masyarakat. Ini yang tidak dimiliki oleh pemerintah maupun instansi lainnya yang kerap berpindah,” ujarnya.

Husni menambahkan, “PUSAD Paramadina bekerja sama dengan PGI dengan harapan bisa menggerakkan isu KBB agar semakin dipahami oleh masyarakat. Sekaligus pula, agar para tokoh agama memiliki keterampilan dalam menghadapi konflik-konflik keagamaan.” Ia juga mengatakan bahwa pelatihan-pelatihan ini turut mengembangkan program maupun kapasitas para pelatih. “Dengan membagi ilmu mediasi ini, kami juga merasa semakin bertambah ilmunya, belajar dari berbagai tempat,” imbuhnya.

Sebelum membuka kegiatan ini, Wakil Sekretaris Umum MPH PGI Pdt. Krise A. Gosal, dalam sambutannya menjelaskan, bahwa isu-isu keberagaman dan HAM adalah bagian dari program penting PGI. “Dalam Sidang Raya 2019 PGI, telah ditetapkan arah dari program kerja PGI selama 5 tahun, yang turut bersama-sama menggumuli tentang krisis kebangsaan, yang salah satunya adalah masalah HAM terkait KBB,” katanya.

Oleh karenanya, ujar Wasekum PGI, program yang dijalankan oleh bidang KKC ini dilaksanakan di banyak tempat selama beberapa tahun terakhir, sekaligus berkolaborasi dengan berbagai pihak.

Terkait program ini, Sekretaris Eksekutif Bidang KKC-PGI Pdt. Jimmy Sormin, menjelaskan bahwa pelatihan mediasi menekankan 30% pengetahuan dan 70% keterampilan bagi para peserta. Dengan penyelenggaraan pelatihan hingga akhir 2023, ditargetkan tersedianya 120 mediator di masyarakat, yang akan menjadi agen-agen perdamaian, dan pembawa keadilan. Diharapkan pula 2.400 orang terdampak dari aktivitas tindak lanjut dari para peserta di komunitas atau lingkungan masyarakatnya masing-masing.

PGI juga mendukung para peserta untuk melakukan beberapa proyek kecil di tengah masyarakat, melalui dana stimulan untuk setiap peserta. Rencananya pada pertengahan Desember 2023 mendatang, tim dari KKC PGI-PUSAD akan berjumpa kembali dengan para peserta, untuk kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi, serta refleksi bersama.

 

 

 

Pewarta: Markus Saragih

Read More
By markus
Berita PGIUtama
November 14, 2023

Wujud Solidaritas, Ditjen Bimas Kristen Gelar Doa Bersama untuk Perdamaian di Timur Tengah

JAKARTA,PGI.OR.ID-Konflik di Timur Tengah, yang melibatkan antara Israel dengan Hamas, mendatangkan duka dan penderitaan mendalam. Ribuan orang termasuk anak-anak terluka, meninggal dunia, serta harus mengungsi. PBB pun menyebut sebagai bencana besar kemanusiaan.

Merespons situasi ini, Kementrian Agama RI melalui Ditjen Bimas Kristen menginisiasi kegiatan Doa Bersama untuk Solidaritas bagi Korban Kemanusian dan Perdamaian di Timur Tengah, di Lt 5 Grha Oikoumene, Jakarta, pada Selasa (14/11/2023).   

Kegiatan doa bersama melibatkan lembaga gereja aras nasional, pimpinan Institut Agama Kristen Nasional (IAKN), ASN di lingkungan Dirjen Bimas Kristen, pimpinan sinode gereja, serta jemaat.

Dirjen Bimas Kristen Dr. Jeane Marie Tulung, STh, MPd dalam sambutannya menegaskan, bahwa kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menindaklanjuti  himbauan Menteri Agama untuk melakukan kegiatan dan aksi solidaritas dan doa bersama untuk Timur Tengah.

“Kita di sini  semua berkumpul untuk bersama-sama menyatakan rasa simpati dan empati untuk bersatu hati, untuk doa bersama dan solidaritas bagi mereka korban dari kekerasan dan perang di Timur Tengah,” ujarnya.

Saat ini, lanjut Jeane, banyak saudara-saudara kita yang mengalami penderitaan dan kehilangan akibat tindakan kekerasan, ketidakadilan, dan peperangan. Oleh karena itu, dia mengajak masyarakat bersama-sama merapatkan barisan, bersatu hati dalam doa bersama, sebagai wujud solidaritas dan kepedulian.

Ditambahkan, doa bersama ini bukanlah sekadar rangkaian kata, melainkan bentuk nyata dari kebersamaan dan kepedulian kita sebagai umat manusia. Melalui doa bersama tersebut, mengingatkan diri kita akan tanggung jawab sebagai makhluk sosial, bahwa ketika satu bagian dari umat manusia menderita, maka kita semua merasakannya.

Sementara itu, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam khotbahnya menyinggung bahwa semua orang rindu perdamaian. Tetapi masih saja terjadi perang dan kekerasan.

“Masih terjadi kekerasan peperangan di Ukraina vs Rusia, yang terbaru Israel vs Hamas, bahkan di intern kita masih terjadi korban kekerasan seperti di Papua. Seperti belum sembuh luka lama tapi luka baru sudah dicongkel,” ujarnya.

Lebih jauh dijelaskan, semua orang menginginkan damai, sayangnya ketika menggapai kedamaian tetapi mengorbankan damai orang lain. Padahal kedamaian yang sejati ada dalam kebersamaan.

“Kedamaian tidak semata dalam perang, tetapi bagaimana semua bisa menggapai kedamian, tanpa membedakan, baik pribadi maupun kelompok. Kita justru selalu mengunakannya untuk kepentingan sendiri. Ini yang paling mensulitkan kita dalam mewujudkan kedamaian,” tandas Pdt. Gomar Gultom.

Meski ditengah himpitan dan konflik, Ketum PGI mengingatkan kita untuk tidak putus asa, melainkan terus berdoa agar perdamaian dapat terwujud, dan harus percaya terhadap kuasa doa.

Dalam rangkaian ibadah, doa bersama disampaikan oleh pimpinan gereja aras nasional, antara lain Pdt. Antonius Natan mewakili Ketua Umum PGLI Pdt. Dr. Ronny Mandang yang berhalangan hadir, Ketua Umum Gereja Advent Pdt. Andrew, dan Ketua Umum PGPI Pdt. Dr. Jason Balompapueng. Masing-masing membawakan pokok-pokok doa.

 

Pewarta: Markus Saragih

Read More
By markus
Indonesia
November 14, 2023

Program Pascasarjana UKI Laksanakan PKM Internasional di Gereja Toraja Kuala Lumpur

KUALA LUMPUR,PGI.OR.ID-Dalam rangka melaksanakan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan/Pengajaran, Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), dan menjalankan Misi Universitas Kristen Indonesia (UKI), Program Pascasarjana UKI yang terdiri dari Prodi Magister Pendidikan Agama Kristen, Magister Administrasi Pendidikan, Magister Manajemen dan Fakultas Ekonomi Bisnis, sejak 11-13 November 2023 mengadakan kegiatan PKM Internasional di Gereja Toraja Kuala Lumpur, 23, Jalan Bandar Lapan Belas, Pusat Bandar Puchong, Malaysia.

Direktur Program Pascasarjana yakni Prof. Dr. dr. Bernadeta Nadeak, M.Pd, PA (tengah) saat menyerahkan cendramata

Bersama-sama dalam rombongan tim ini Direktur Program Pascasarjana yakni Prof. Dr. dr. Bernadeta Nadeak, M.Pd, PA yang memberikan materi Sehat di Usia Lanjut bukan penyakit, tetapi kita harus dapat manage kehidupan di usia lanjut dengan spiritualitas yang baik dan cara hidup yang sehat, Dr. Djoys Anneke Rantung, M.Th., selaku Kaprodi MPAK yang juga Ketua Tim, memberikan materi Etika Komunikasi Pelayanan dan Pertumbuhan Gereja, Dr. Dra. Mesta Limbong, M.Psi, selaku Kaprodi MAP memberikan materi Keluarga Tangguh, serta Dr. Ir. Ktut Silvanita Mangani, MA., selaku Dekan FEB dan juga dosen MM, memberikan sharing Manajemen Pengelolaan Keuangan.

Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. Bernadeta Nadeak, M.Pd, PA, dalam sambutannya menegaskan, bahwa PKM Internasional ini merupakan kegiatan pengabdian dan pelayanan dari UKI, yang akan dilakukan secara berkelanjutan.

Penandatanganan MOU

Kegiatan PKM didahului dengan penandatanganan MOU, MOA, IA dari UKI, PPS dan Prodi MPAK, MAP, MM serta FEB bersama Gereja Toraja Kuala Lumpur. Berdasarkan data, jumlah anggota Majelis di Gereja Toraja Kuala Lumpur ada 8 orang, dengan jumlah Kepala Keluarga  yang terdaftar adalah 30 KK belum termasuk warga Toraja yang ada di sekitar Kuala Lumpur, dan juga dari berbagai etnis atau bangsa yang berbeda, yang menjadi simpatisan tetapi selalu datang beribadah.

Sementara itu, Dr. Djoys Anneke Rantung, M.Th menuturkan, ada beberapa hal dalam gereja ini yang menjadi sorotan, antara lain terkait pelayan gereja atau majelis gereja dan jemaat dalam memaknai hakekat pelayanan dalam membangun kebersamaan, serta persekutuan yang baik. Selain itu, soal tugas dan panggilan bersama dalam gereja yakni bersekutu, bersaksi dan melayani.

Menurutnya, pembinaan tentang etika pelayanan dalam berkomunikasi dipandang penting sebagai bagian dari Pendidikan Agama Kristen yang berfokus pada spiritualitas pelayan dalam melayani di tengah jemaat dan masyarakat, sehingga mereka diperlengkapi dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai pelayan-pelayan.

Dr. Djoys Anneke Rantung, M.Th saat menyerahkan cindramata

“Percakapan dengan Pendeta selaku Ketua Jemaat Gereja Toraja Kuala Lumpur Malaysia bahwa mereka menghendaki pembinaan ini diberikan kepada majelis gereja untuk  diperlengkapi serta jemaat untuk menjalin persekutuan yang baik dalam rangka pertumbuhan jemaat yang sehat,” ungkapnya.

Atas dasar itulah, ujar Djoys, Program Studi Magister Pendidikan Agama Kristen, Magister Administrasi Pendidikan, Magister Manajemen, Doktor Pendidikan Agama Kristen Program Pascasarjana, dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UKI mengadakan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) dalam bentuk pembinaan majelis gereja dan jemaat tentang etika  komunikasi  pelayanan dan pertumbuhan jemaat, manajemen gereja serta ketahanan keluarga  gereja Toraja Kuala Lumpur Malaysia.

Sedangkan output yang diharapkan yaitu adanya pengetahuan tentang berkomunikasi dan etika seorang majelis gereja dalam berjemaat dan melayani, manajemen gereja, ketahanan keluarga, pengembangan diri dalam keterampilan komunikasi dan etika, pengembangan karakter yang baik dalam hubungan persekutuan jemaat, pertumbuhan jemaat dalam kualitas dan kuantitas, serta keterampilan manajemen gereja.

 

Pewarta: Markus Saragih

 

 

Read More
By markus
Berita PGIUtama
November 10, 2023

Kemajuan Teknologi AI, Justru Keberadaan Perkumpulan Gereja Makin Relevan

PALANGKARAYA,PGI.OR.ID-Kemajuan teknologi informasi Artificial Intelegensia (AI) dengan segala macamnya, justru perhimpunan-perkumpulan gereja semakin relevan. Keliru jika menganggap kemajuan teknologi kecerdasan buatan maka makin tidak relevan perhimpunan-perkumpulan gereja.

“Justru makin berkembang itu semua, maka makin relevan nilai-nilai yang sebenarnya luhur itu, yaitu perkumpulan, perhimpunan. Ini tidak hanya di Kristen. Tapi sebenarnya semua perkumpulan di semua agama,” ujar Praktisi Teknologi Digital dan AI, Hokky Situngkir, saat berbicara pada Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) 2023, yang berlangsung di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Jumat (10/11/2023).

Ia katakan, dalam hal ini mungkin gereja harusnya semakin menemukan porsi pentingnya ke depan. “Ini justru karena orang kan berkumpul, apalagi sekarang. Jadi orang minimal berkumpul dalam rangka membina spiritualitas, pengetahuan kognitif terkait teologi dan segala macam etika. Kita enggak dapat ini di tempat-tempat lain,” terangnya.

Jadi justru tempat-tempat yang orang berpikir wah 10 tahun lagi orang tidak mau ke sini, wah enggak kebalik. Justru karena begitu gampang dia menipu kita. “AI itu begitu gampang menipu kita, dan kita hanya perlu untuk memverifikasi sesuatu informasi yang kita terima, misalnya ke teman atau kerabat yang kita kenal. Termasuk misalnya ke sesama jemaat, di tempat tinggal. Jadi justru relevansi persekutuan koinonia, akan makin menemukan relevansi yang paling kuat ke depan ini dengan AI,” tandasnya.

Senada dengan Hokky, pada kesempatan yang sama, Pdt. Prof. Binsar Pakpahan dari STFT Jakarta mengingatkan, bahwa sekarang kita adalah generasi yang menghadapi pesatnya pertumbuhan kecerdasan buatan. “Karenanya literasi media harus kita tingkatkan. Terutama buat teman-teman yang berada di daerah, yang akan banyak terdampak oleh pertumbuhannya,” ujarnya.

Ini salah satu yang perlu kita hadapi adalah persiapan untuk melengkapi kemampuan diri akan dampak terhadap berbagai profesi yang akan hilang dari pertemuan….tetapi juga akan muncul karena….

Binsar mengingatkan, bahwa AI adalah alat yang membantu. “Pada akhirnya kita semua yang akan menentukan, dan kita manusia tidak boleh melakukan hal sebaliknya. Jangan biarkan AI mengambil keputusan untuk kita. Kitalah yang harus memasukkan perintah, dan kitalah yang harus mengendalikan apa data yang kita cari, serta apa yang ingin kita lakukan kedepan,” tegasnya.

Dia mengajak para peserta KGM PGI agar tetap berhati-hati dan sensitif terhadap pertumbuhan AI, karena pada akhirnya para pemegang data, pemegang kekuasaan dan ekonomi, kemungkinan besar akan banyak sekali memanfaatkan hal ini. “Dan yang paling susah, masyarakat yang paling rendah ekonominya justru akan semakin kesulitan pada kondisi tersebut. Itu lah tugas kita sebagai gereja,” ucapnya.

Menurut Binsar, teknologi berkembang melewati kita, dan kita berpikir itu etis atau tidak. “Tetapi yang membedakan manusia dengan AI, yaitu manusia punya hati. Dengan hati seseorang bisa melakukan lompatan. Lompatan yang digunakan Fear and Trembling, sehingga berteologi dari hati ada tiga, yaitu harapan, pengampunan dan cinta,” pungkasnya.

 

Pewarta: Tiara Salampessy

Read More
By markus
Berita PGIUtama
November 10, 2023

Gereja Diminta Speak Up Menanggapi Persoalan Keadilan dan Pelanggaran HAM

PALANGKARAYA,PGI.OR.ID-Yunita Christin dari Bagian Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional HAM mengimbau agar permasalahan-permasalahan gereja disampaikan dengan fakta dan data yang cukup. Fakta dan data yang terima Komnas HAM dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) sedikit sekali.

“Ayo gereja speak up. Meminta teman-teman PGI untuk mengemas fakta dan data yang memadai, menangggapi persoalan keadilan maupun pelanggaran HAM” ujar Yunita, saat berbicara pada Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) 2023, yang berlangsung di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Kamis (9/11/2023).

Dia mengimbau, ke depan gereja perlu konsisten speak up dalam segala persoalan HAM di Indonesia. “Speak up itu tidak hanya dalam hal pelaporan atau pengaduan ke Komnas HAM atau lembaga hukum, tetapi juga aksi-aksi nyata,” tandasnya.

Yunita mengakui, selama ini gereja telah bergerak dan mengambil sikap dalam persoalan keadilan dan tantangan HAM di Indonesia dengan berbagai cara. Salah satunya, berkoalisi dengan lembaga-lembaga lain pada isu-isu Papua, termasuk isu-isu perempuan.

Dia katakan, meski pengaduan secara individu ke Komnas HAM belum, tapi yang penting ialah PGI sudah bergerak bersama koalisi.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur ketika menyinggung soal isu Papua, dia katakan, tidak ada hari tanpa tangisan orang Papua. “Kami melakukan berbagai cara untuk membuka dan membongkar isunya. Jadi menurut saya, forum ini sudah satu frekuensi, satu pemahaman dan satu bacaan. Punya semangat dan niat yang kuat untuk memperbaiki pendekatan kita. Perlu jurus baru. Beradaptasi dengan isu pelanggaran HAM,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia meminta gereja untuk membuat skala prioritas dan lebih mendorong ke depan persoalan demokrasi, hukum, Hak Asasi Manusia sebagai permasalahan utama yang dibahas. “PGI bertemu presiden ternyata itu tidak cukup. Kita harus memperkuat kesadaran masyarakat, kesadaran umat. Misalnya jemaat bisa diarahkan untuk terlibat dalam perubahan, seperti lewat media sosial. Mereka bahkan bisa diajak menjadi pendengung demokrasi dan persoalan kemanusiaan,” imbaunya.

Isnur juga menyarankan diubahnya pendidikan pada level kognitif. “Saya membayangkan sekolah minggu bukan hanya tentang keimanan tetapi juga perjuangan. Bisa tidak dibuat kurikulum kesadaran,” ujarnya. “Media mana yang menyuarakan Papua? Kita butuh warga masyarakat, umat yang memiliki kemampuan jurnalistik dan pemahaman yang baik soal hukum, dan bisa menjelaskan ke publik. Bagaimana agar bisa menyuarakan secara bersama. Bagaimana kita me-mention Pak Jokowi, Pak Mahfud. Kita perlu membuat buzzer keadilan,” pungkasnya.

 

Pewarta: Tiara Salampessye

Read More
By markus
Berita PGIUtama
November 10, 2023

PGI Luncurkan 3 Buku Panduan Praktis Advokasi KBB untuk Masyarakat Sipil

PALANGKARAYA,PGI.OR.ID-Makin marak bahkan bertambahnya kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia, membuat PGI terus membangun program terkait advokasi dan pemberdayaan warga. Salah satunya melalui peningkatan literasi tentang KBB, agar semakin dipahami dan diarusutamakan di negeri ini.

Mewujudkan upaya tersebut, dalam kegiatan Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) PGI 2023, yang berlangsung di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Kamis (9/11) telah diluncurkan 3 (tiga) buku panduan praktis advokasi KBB untuk masyarakat sipil.

Penyusunan ketiga buku ini digawangi oleh bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI. Sekretaris Eksekutif Bidang KKC Pdt. Jimmy Sormin, menjelaskan, seri buku panduan praktis bagi masyarakat sipil terkait isu KBB ini disusun oleh empat orang penulis, dan melibatkan banyak pakar dalam isu Hak Asasi Manusia (HAM), secara khusus KBB.

Keempat penulis itu antara lain, Asfinawati, Husni Mubarok, Irsyad Rafsadie, dan Muhamad Isnur. Sementara dua lembaga mitra yang terlibat dalam penyusunan buku ini adalah Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Lebih jauh dijelaskan Pdt. Jimmy, proses penyusunan ketiga buku tersebut dimulai dari diskusi terpumpun para pakar untuk pemilihan isu prioritas KBB di Indonesia. Tiga isu prioritas yang perlu direspons melalui ketiga buku ini antara lain, konflik seputar rumah ibadah, ujaran kebencian, dan penodaaan agama.

“Setelah penentuan isu tersebut, para penulis menyusun narasi panduan praktis secara mandiri selama beberapa bulan. Konsep yang telah disusun kemudian diserahkan kepada para editor untuk mendapat masukan awal. Para penulis kemudian merevisi naskah berdasarkan masukan dimaksud. Naskah yang telah direvisi kemudian dibaca oleh para pakar untuk kemudian dikomentari dalam diskusi pakar. Setelahnya, para penulis merevisi kembali naskahnya berdasarkan masukan para pakar itu,” jelasnya.

Penulisan buku panduan ini dimaksudkan agar isu KBB semakin dipahami oleh warga masyarakat. Tidak hanya itu, dengan panduan yang praktis itu diharapkan warga masyarakat semakin berdaya dalam mengadvokasi diri maupun orang lain. Oleh karenanya ketiga seri buku panduan ini akan dibagikan secara cuma-cuma kepada para pembaca, baik secara cetak maupun digital (e-book).

Penyusunan dan publikasi buku ini didukung pula oleh lembaga mitra PGI yang telah mendukung program seputar KBB sejak 2020, yakni CKU Denmark.

 

Pewarta: Markus Saragih

Read More
By markus
Berita PGIUtama
November 10, 2023

Deputi I KSP: Ibu Kota Negara Pasti Pindah, Siapa pun Presidennya

PALANGKARAYA.PGI.OR.ID-Deputi I Kantor Staf Kepresidenen (KSP) RI Febry C. Tetelepta menegaskan, siapa pun yang terpilih menjadi Presiden RI pada Pemilu 2024 mendatang, harus melanjutkan program Ibu Kota Negara (IKN).

“Ibu Kota Negara pasti akan pindah,” ujar Febry saat menjawab peserta pada diskusi pleno, dengan topik “Kebijakan Pembangunan Nasional: Prospeknya dan Tantana Kedepan”, yang digelar pada hari kedua Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) 2023, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (9/11/2023).

Kepada pgi.or.id, usai sesi diskusi, Febry menuturkan, banyak dari peserta yang mempertanyakan apakah ini (IKN), akan ada porses kelanjutan pada periode kedepan. “Saya dengan tegas memberitahukan bahwa ini bukan pembanguna satu atau dua orang. Bukan hanya Pak Jokowi saja. Tapi ini pembangunan bangsa,” tegasnya.

Siapapun menjadi presiden, kata Febry, program tetap berlanjur. “Dan visi misi dari tiga calon presiden, tetap melanjutkan program Presiden Joko Widodo. Dan tentunya akan ada aksentuasi-aksentuasi dalam pembangunan kedepan,” terangya.

Itulah dasarnya bagi dirinya, lanjut Febry, untuk mengpresiasi KGM ini. “Terima kasih Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) yang telah menjadi tuan dan nyonya rumah. Saya harap PGI bisa semakin baik lagi di tahun politik, maupun di tahun pembangunan bangsa ke depan,” ucapnya.

Febry juga mengapresiasi KGM, yang adalah konferensi lima tahunan untuk melahirkan pikiran-pikiran substansial tentang gereja, dan akan menjadi dasar untuk proses sidang raya di Toraja tahun depan.

KGM PGI 2023 ini, dinaungi terang tema dan sub tema yang sama dengan Sidang Raya XVIII PGI di Toraja pada November 2024 mendatang, yaitu “Hiduplah sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran” (Band. Efesus 5:8b-9) dengan sub tema “Bersama-sama Mewujudkan Masyarakat Majemuk yang Pancasilais dan Berdamai dengan Segenap Ciptaan Allah”.

Saat membuka KGM PGI 2023, di Hotel Aquarius, Palangkaraya, Rabu (8/11/2023), Ketua MHP PGI Olly Dondokambey mengatakan bahwa pemilihan tema dan sub tema ini adalah refleksi gereja-gereja di Indonesia atas tantangan yang akan dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. “Pemilihan tema dan subtema di sidang raya selalu berkaitan dengan refleksi atas tantangan-tantangan kehidupan bermasyarakat bangsa dan bernegara di Indonesia dan tantangan Global,” ujarnya.

Ia menambahkan, KGM ini adalah upaya bersama menyikapi proses bagaimana gereja menjadi terang yang akan membuatkan kebaikan di tengah konteks bangsa dan negara Indonesia.

Ia lantas mengajak peserta KGM untuk mewujudkan dalam aksi nyata, hasil-hasil dari KGM PGI 2023 ini. “Marilah kita menyumbang pikiran yang terbaik dalam 4 hari ini tetapi juga tindakan nyata sebagai gereja di Indonesia tercinta ini,” pungkasnya.

 

Pewarta: Tiara Salampessy

Read More
By markus
IndonesiaUtama
November 9, 2023

Sejumlah Tokoh Bangsa Minta Jeda Kemanusiaan di Papua

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sejumlah tokoh bangsa, di antaranya Hj. Sinta Nuriyah, Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, Prof. Dr. Abdul Mu‟ti, Pdt. Gomar Gultom, Mgr. Antonius Subianto, Marzuki Darusman, dan Makarim Wibisono, menggelar Deklarasi untuk Perdamaian Papua, yang berlangsung di Grha Oikoumene, kawasan Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).

Pada kesempatan tersebut, Hj. Sinta Nuriyah menyebutkan, “akhir-akhir ini, kita berulangkali mendengar kabar yang menyedihkan dari Papua. Berkali-kali terjadi konflik bersenjata yang menyebabkan banyak korban jiwa dari warga sipil, aparat keamanan, maupun dari kelompok bersenjata. Warga papua yang harus mengungsi pun semakin banyak. Bahkan beberapa hari lalu kita membaca kabar puluhan warga Papua yang meninggal karena kelaparan”.

Apa yang terjadi di Papua saat ini, disebutnya, seharusnya menjadi pengingat, bahwa ada pekerjaan rumah bagi bangsa kita yang belum selesai. Persoalan Papua sudah berlangsung sekian lama, namun kita belum menunjukkan kemajuan yang berarti.

“Pada zaman Pemerintahan Gus Dur, Papua termasuk salah satu isu yang mendapatkan perhatian besar. Almarhum Gus Dur memilih pendekatan membangun perdamaian sejati dan berkelanjutan di sana. Gus Dur menyadari, persoalan Papua tidak bisa didekati dengan pendekatan atasan bawahan apalagi pendekatan represif. Bagi Gus Dur, persoalan Papua berakar pada martabat dan jati diri warga Papua. Karena itu, Gus Dur mengembalikan nama Papua bagi warga Papua. Sejarah pun mencatat bahwa di masa tersebut, konflik berdarah dan pelanggaran HAM dapat dimininalisir,” bebernya.

Belajar dari pendekatan Gus Dur tersebut, dan mencermati keadaan Papua saat ini, menurut  Hj. Sinta Nuriyah, rasanya penting untuk mengupayakan pendekatan perdamaian dengan berlandaskan keadilan. “Kami mewakili para tokoh agama dan tokoh masyarakat, menyerukan agar Pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat mengambil inisiatif Jeda Kemanusiaan, menghentikan kekerasan, sehingga kita dapat mengurus warga sipil yang terdampak oleh konflik ini,” imbaunya.

“Walaupun saat ini dinamika politik Pemilu 2024 menyita perhatian kita, kita tidak boleh mengesampingkan krisis kemanusiaan yang terjadi di Papua. Sebab, Papua adalah Indonesia. Semoga Tuhan terus merahmati kita dengan kejernihan nurani, sehingga kita bisa melangkah ke depan dalam perdamaian sejati,” sambungnya.

Senada dengan Hj. Sinta Nuriyah, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Gomar Gultom menuturkan, Papua selalu bersimbah darah. Derita Papua adalah derita kita semua. “Kita harus mendesak semua pihak yang bertikai di Papua, terutama pemerintah Indonesia untuk memulai jeda kemanusiaan,” tegasnya.

Pemerintah, kata Pdt. Gomar, harus mengambil tindakan itu sembari mempersiapkan dialog. Semua bentuk kekerasan harus dihentikan, termasuk oleh aparat keamanan. “Roadmap to Papua” yang dirumuskan LIPI harus sepenuhnya dilakukan. “Pemerintah sejauh ini hanya tertarik pada pembangunan infrastruktur, tetapi belum menyentuh hal lain, yakni persoalan HAM dan kerusakan ekologi,” ucapnya.

Sementara mantan Jaksa Agung RI, Marzuki Darusman menegaskan, persoalan Papua adalah persoalan eksistensialisme orang Papua yang terancam relasinya terhadap bumi Papua. “Sudah saatnya dialog ditingkatkan ke level negosiasi, atau perundingan antara Orang Papua dan Pemerintah secara setara dan bermartabat. Sejarah integrasi Papua ke Indonesia harus dibicarakan dengan transparan. Mungkin kita tak bisa lagi mengubah realitas integrasi, tetapi kita perlu bertanya, apa yang diperoleh Masyarakat Papua sejak integrasi?, tandasnya.

Uskup Jayapura, Mgr Yanuarius You, Pr, yang hadir dalam pertemuan itu turut menyampaikan keprihatinannya terhadap masyarakat sipil yang menjadi korban, maupun masyarakat Papua yang tinggalkan kampung mereka dan hidup terlunta-lunta di pengungsian.

“Untuk menyelesaikan konflik ini, saya tak melihat jalan lain selain dialog. Kami akui bahwa pemerintah sudah membangun banyak infrastruktur, dan kami memberi apresiasi, namun di atas semua itu kekerasan terus berlanjut,” tandasnya. Menurutnya, pemerintah harus membangun dialog dalam relasi yang bersifat bapak – anak. Tentu tak semua permintaan masyarakat Papua bisa diterima, tetapi yang paling utama pemerintah harus lebih dahulu bersedia untuk mendengar. Sampai saat ini pintu dialog masih dikunci. Kalau masih melihat orang Papua sebagai warga bangsa maka sediakanlah jalan dialog yang bermartabat,” pungkasnya.

Selanjutnya, para tokoh bangsa ini menilai, situasi krisis kemanusiaan secara global, terutama di Ukraina dan Palestina, merupakan panggilan bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan fokus pada halaman rumah kita sendiri, terutama konflik yang melanda Papua.

Menurut mereka, ketika merenungkan tantangan-tantangan global itu, pada waktu bersamaan, kita juga perlu merenungkan perhatian kita pada halaman rumah kita sendiri, yaitu Indonesia. “Dengan sekala berbeda, krisis kemanusiaan yang kita saksikan di dunia itu sebenarnya juga dapat kita lihat secara dekat di Tanah Papua,” tandas mereka.

Menyikapi ini semua, sejumlah tokoh bangsa ini, memprakarsai seruan damai Papua untuk membangun kerja sama para pihak, yang bertikai dalam rangka menjajaki proses menuju penyelesaian damai di Papua. Sebab dengan sekala berbeda, krisis kemanusiaan yang kita saksikan di dunia itu sebenarnya juga dapat kita lihat secara dekat di Tanah Papua.

Melalui seruan damainya, para tokoh bangsa ini menilai, tanah Papua terus menerus dinodai oleh konflik bersenjata, pelanggaran hak-hak asasi manusia, kerusakan alam, kepunahan satwa langka, dan penderitaan kemanusiaan berupa pengungsian dan kelaparan akibat konflik. “Kami sangat yakin bahwa penyelesaian damai adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh. Hanya lewat jalan penyelesaian damai maka kita dapat mencegah jatuhnya korban jiwa, dan memungkinkan terwujudnya kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran di Papua,” ujar mereka.

Para tokoh yang menandatangani seruan tersebut, antara lain Dr. (H.C). Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Prof. Dr. Franz Magnis Suseno SJ, Prof. Dr. Makarim Wibisono, MA, Drs. Marzuki Darusman, S.H., Alissa Wahid (Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Pdt. Gomar Gultom (Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia), Prof. Dr. H.Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum, PP Muhammadiyah) dan Mgr. Siprianus Hormat (KKP-PMP Konferensi Waligereja Indonesia), memiliki keprihatinan yang mendalam atas situasi konflik bersenjata di Tanah Papua.

“Dengan keprihatinan ini, kami menyampaikan seruan perdamaian bagi Pemerintah Republik Indonesia dan para pihak berkonflik, terutama faksi-faksi Kelompok Sipil Bersenjata, ULMWP, para tokoh adat dan masyarakat asli Papua, serta agamawan setempat. Kami menyerukan kepada para penyelenggara negara di lembaga eksekutif dan legislatif dan lembaga-lembaga negara lainnya untuk segera mengambil langkah-langkah menuju perdamaian di Papua,” papar mereka.

Sebagai langkah awal, para tokoh ini mengimbau agar pihak berkonflik dapat membangun kepercayaan. Penyelenggara negara perlu bekerja sama dengan segenap komponen bangsa untuk menangani situasi krisis kemanusiaan dan memulai kembali penjajakan-penjajakan menuju dialog damai. Semua pihak perlu membuka dialog, termasuk menangani pengungsian, kelaparan, ketidakadilan, kerawanan pemilu, serta memperbaiki situasi hak asasi manusia di Papua.  

“Maka dengan ini kami menyerukan kepada Pemerintah dan para pihak berkonflik di Papua untuk melanjutkan kembali proses penjajakan damai. Pembicaraan ini harus difasilitasi oleh penengah yang terpercaya dan imparsial, termasuk tokoh nasional dan para pemimpin perempuan, agama dan adat Papua, demi membangun kepercayaan dan keyakinan untuk adanya penjajakan dialog,” tutup mereka.

Read More
By markus
Berita PGIUtama
November 9, 2023

Seruan Tokoh Bangsa untuk Perdamaian di Tanah Papua

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sejumlah tokoh bangsa menserukan agar para penyelenggara negara di lembaga eksekutif dan legislatif, serta lembaga-lembaga negara lainnya, untuk segera mengambil langkah-langkah menuju perdamaian di Papua. Seruan tersebut disampaikan kepada awak media, di Lt 3 Grha Oikoumene, Jakarta, pada Kamis (9/11/2023).

Para tokoh bangsa yang hadir antara lain Dr. (H.C). Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, dan KKP-PMP KWI Mgr. Siprianus Hormat.

Ketum PGI Pdt. Gomar Gultom saat membacakan seruan untuk perdamaian di tanah Papua

Seruan perdamaian juga disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia, para pihak berkonflik, terutama faksi-faksi Kelompok Sipil Bersenjata, ULMWP, para tokoh adat dan masyarakat asli Papua, serta agamawan setempat.

Pada kesempatan itu, Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid menegaskan, seruan ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa begitu banyak persoalan yang terjadi di Papua. Sebab itu, pentingnya pemerintah dan semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan perdamaian di Papua.

Hal senada juga disampaikan Ketum PGI Pdt. Gomar Gultom. “Papua masih bersimbah darah. Luka lama belum kering, tapi luka baru sudah ditoreh oleh berbagai kepentingan. PGI melihat derita Papua adalah derita kita semua. Sebab itu hendaknya kita terbeban untuk mendesak semua pihak yang bertikai, terkhusus pemerintah, juga elemen masyarakat, paling sedikit melakukan jeda kemanusiaan, agar kekerasan dapat dihentikan,” tegasnya.

Sementara itu, Drs. Marzuki Darusman, S.H melihat pentingnya dilakukan dialog yang bermartabat perlu dilanjutkan kembali. Sayangnya, lanjut mantan Jaksa Agung RI ini, dialog terkesan dihindari karena menurut pemerintah terkesan berunding secara setara. “Jadi kuncinya ada di pemerintah,” ujarnya.

Penandatanganan seruan untuk perdamaian di tanah Papua oleh para tokoh bangsa

Sedangkan Mgr. Siprianus Hormat menjelaskan bahwa KWI selalu bersatu untuk mendukung Masyarakat Papua, dalam artian agar kedamaian dapat terwujud di daerah ini. “Dalam Sidang Tahunan para Uskup tahun ini, disepakati untuk memberi pesan terkait kondisi Papua. Sebab itu inisiatif lewat seruan ini merupakan niat baik  dari para tokoh bangsa untuk mengingatkan kembali pemerintah,” tandas Mgr. Siprianus.

Uskup Jayapura Mgr. Yanuarius You yang juga hadir, mengingatkan adanya masalah kekerasan yang terjadi di Papua secara berkepanjangan, nyawa pun sudah seperti dianggap tidak berarti, dan masyarakat sipil yang harus menjadi korban. “Rakyat terpaksa harus mengungsi, terdiskriminasi dan dimarginalkan. Belum lagi adanya eksploitasi alam yang besar. Sebab itu seruan ini sangat tepat dan dialog harus terus dikedepankan agar kedamaian sungguh terjadi di Papua,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, para tokoh bangsa secara bergantian membubuhkan tandatangan di lembar Seruan Untuk Perdamaian di Tanah Papua.

Berikut naskah Seruan Untuk Perdamaian di Tanah Papua

Jakarta, 9 November 2023

Situasi krisis kemanusiaan secara global, termasuk yang terbaru di Ukraina dan Palestina adalah tragedi kemanusiaan terbesar pada abad ini. Ketika kita merenungkan tantangan-tantangan global itu, pada waktu bersamaan kita juga perlu merenungkan perhatian kita pada halaman rumah kita sendiri, yaitu Indonesia. Dengan skala berbeda, krisis kemanusiaan yang kita saksikan di dunia itu sebenarnya juga dapat kita lihat secara dekat di Tanah Papua.

Tanah Papua terus menerus dinodai oleh konflik bersenjata, pelanggaran hak-hak asasi manusia, kerusakan alam, kepunahan satwa langka, dan penderitaan kemanusiaan berupa pengungsian dan kelaparan akibat konflik. Kami sangat yakin bahwa penyelesaian damai adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh. Hanya lewat jalan penyelesaian damai maka kita dapat mencegah jatuhnya korban jiwa, dan memungkinkan terwujudnya kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran di Papua.

Kami yang bertanda tangan di bawah ini memiliki keprihatinan yang mendalam atas situasi konflik bersenjata di Tanah Papua. Dengan keprihatinan ini, kami menyampaikan seruan perdamaian bagi Pemerintah Republik Indonesia dan para pihak berkonflik, terutama faksi-faksi Kelompok Sipil Bersenjata, ULMWP, para tokoh adat dan masyarakat asli Papua, serta agamawan setempat. Kami menyerukan kepada para penyelenggara negara di lembaga eksekutif dan legislatif dan lembaga-lembaga negara lainnya untuk segera mengambil langkah-langkah menuju perdamaian di Papua.

Sebagai langkah awal, kami mengimbau agar pihak berkonflik dapat membangun kepercayaan. Penyelenggara negara perlu bekerja sama dengan segenap komponen bangsa untuk menangani situasi krisis kemanusiaan dan memulai kembali penjajakan-penjajakan menuju dialog damai. Semua pihak perlu membuka dialog, termasuk menangani pengungsian, kelaparan, ketidakadilan, kerawanan pemilu, serta memperbaiki situasi hak asasi manusia di Papua.

Maka dengan ini kami menyerukan kepada Pemerintah dan para pihak berkonflik di Papua untuk melanjutkan kembali proses penjajakan damai. Pembicaraan ini harus difasilitasi oleh penengah yang terpercaya dan imparsial, termasuk tokoh nasional dan para pemimpin perempuan, agama dan adat Papua, demi membangun kepercayaan dan keyakinan untuk adanya penjajakan dialog.

 

Tertanda,

Dr. (H.C). Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid
Prof. Dr. Franz Magnis Suseno SJ
Prof. Dr. Makarim Wibisono, MA
Drs. Marzuki Darusman, S.H.
Alissa Wahid, Ketua, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia
Prof. Dr. H.Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum, PP Muhammadiyah
Mgr. Siprianus Hormat, KKP-PMP, Konferensi Waligereja Indonesia

 

 

Pewarta: Markus Saragih

 

Read More
By markus
Berita PGIUtama
November 9, 2023

Ketum PGI: Roh Kerakusan Masih Mendominasi Daripada Spiritualitas Keugaharian

PALANGKARAYA,PGI.OR.ID-Meski sudah 10 tahun, spiritualitas keugaharaian dikedepankan pada 2014 saat Sidang Raya XVI  PGI di Nias namun pada kenyatannya roh kerakusan masih lebih menguasai.

Masih maraknya korupsi oleh penyelenggara negara, lemahnya penegakan hukum, eksploitasi sumber daya alam yang abai terhadap pelestarian alam, dan bahkan mengorbankan hak-hak masyarakat adat, serta màfia tanah bebas berkeliaran adalah beberapa yang ditengarai sebagai masih dominannya roh kerakusan daripada keugaharian.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom dalam paparannya terkait tema dan sub tema Sidang Raya ke XVIII PGI di Toraja pada November 2024 mendatang, sesaat setelah Ibadah dan pembukaan Konferensi Gereja Masyarakat PGI 2023 di Palangkaraya, pada Rabu (8/11/2023).

Sidang Raya XVIII PGI  di Toraja November 2024, mengambil tema “Hiduplah sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran” (Band. Efesus 5:8b-9).

Namun, lanjut Ketum PGI, untuk mewujudkan kebaikan, keadilan dan kebenaran tersebut akan sulit terwujud ketika kerakusan masih mendominasi. “Keseharian kita begitu banal, ingin meraup sebanyak mungkin, untuk diri kita sendiri, dan mengabaikan berbagai kepatutan dan etika, bahkan mengeksploitasi sesama, yang penting ada kepuasan melampiaskan hawa nafsu dan kenikmatan dunia, perilaku koruptif dan manipulative, syahwat berkuasa, dan lainnya,” tegasnya.

Untuk itu spiritualitas keugaharian, meski belum menjemaat, tetap diperlukan untuk melatari tema “Hiduplah sebagai Terang yang Membuahkan Kebaikan, Keadilan dan Kebenaran” usul  Pdt Gomar Gultom.

Kesulitan untuk mengembangkan spiritualitas keugaharian dalam keseharian adalah karena belum dipahaminya secara utuh oleh Jemaat. Olehnya, Pdt Gomar Gultom mengajak para pimpinan gereja untuk terus mensosialisasikan dan mengajak jemaat menghidupi spriritualitas keugaharian ini, misalnya dengan menggali berbagai kearifan lokal, seperti  “Silasamo” (ungkapan Toraja) yang berarti sudah cukup untuk saya, dan juga dengan terminologi dan bahasa yang mudah dipahami oleh generasi milineal.

Sementara itu dalam paparannya terkait subtema “Bersama-sama Mewujudkan Masyarakat Majemuk yang Pancasilais dan Berdamai dengan Segenap Ciptaan Allah”, Ketua Umum PGI menekankan pentingnya kesalehan sosial “Kualitas bergereja bisa diukur bila kesalehan tidak sekedar bermakna individual, tetapi juga kesalehan sosial; yang pada gilirannya akan melahirkan sikap-sikap kemanusiaan dalam berbagai kebijakan” politik maupun ekonomi.

Dalam bagian lain, juga disinggung mengenai rusaknya ekosistem akibat kerakusan manusia yang mengeksploitasi alam.  Pdt Gomar Gultom mengingatkan bahwa “Kehadiran manusia adalah untuk memelihara kebaikan karena alam diciptakan bukan hanya untuk manusia tetapi juga bagi ciptaan yang lain. Olehnya, Gereja diajak untuk menggaungkan pertobatan ekologis.”

Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan keserempakann gerakan oikoumene agar peran transformatif gereja menjadi optimal. Untuk itu Pdt Gomar Gultom mengajak arak-arakan getkan oikoumenis tidak hanya bethenti di level nasional ataupun sinodal tetapi juga sampai ke jemaat lokal dan bahkan hadirnya kader-kader pengerak oikoumene.

 

Pewarta: NAS

 

Read More
By markus
  • 1
  • 2
  • 3
  • …
  • 83
Categories
  • Berita(19)
  • Berita Gereja(134)
  • Berita Oikoumene(7)
  • Berita PGI(455)
  • Dunia(52)
  • Indonesia(204)
  • Info(26)
  • Lembaga & Mitra PGI(1)
  • Opini(32)
  • Siaran Pers(21)
  • Uncategorized(1)
  • Utama(491)
Gallery
Kolaborasi untuk kader pemimpin bangsa
Pertemuan bersama Gubernur Lemhanas RI, pada Selasa (11/4/2023)
Foto bersama diakhir pertemuan

Pdt. Gomar Gultom bersama Andi Widjajanto bertukar cinderamata
Seremonial peresmian GKI Pengadilan Pos Jemaat Bogor
Buka puasa bersama di Lt. 3 Grha Oikoumene, Jakarta

Copyright © 2020 BigHearts by WebGeniusLab. All Rights Reserved