AMBON,PGI.OR.ID-Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pesekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Wilayah (PGIW)/Sinode Am Gereja (SAG), di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Kamis (10/8) hingga Sabtu (12/8) lalu, menghasilkan tujuh (7) poin rekomendasi.
Poin pertama rekomendasi tersebut menyebutkan, spiritualitas keugaharian menjadi cara hidup yang terus dihayati dalam kehidupan bergereja dan berbangsa, berdasarkan etos hidup berkecukupan, kesediaan berbagi, dan penolakan etos keserakahan global yang adalah bagian dari kekuasaan dan ketidakadilan. Salah satunya dengan menolak penjualan tanah sebagai protes terhadap kenyataan ketidakadilan.
Poin kedua menyatakan, pendidikan politik jangka panjang perlu dirancang secara berkesinambungan, sehingga gereja-gereia dan PGW perlu menyusun kurikulum pendidikan politik yang berkelanjutan, terorganisir dan terlembaga. Secara khusus untuk pemilu tahun 2024. Gereja perlu mempersiapkan umat masuk dunia politik dan menyajikan literasi politik yang baik agar umat menjadi pemilih cerdas dan bebas.
Pada poin ketiga disebutkan, PGIW/SAG adalah alat kelengkapan PGI untuk membina POUK yang ada di wilayah masing-masing, sehingga bagi PGIW/SAG yang memiliki POUK maka perlu meningkatkan komunikasi dan pelayanan serta pembinaan berkelanjutan terhadap POUK. PGIW/SAG perlu melakukan peninjauan kembali terhadap pedoman dan tata kerja POUK nasional, sehingga pengelolaan POUK lebih terarah. PGIW/SAG perlu menyusun pedoman POUK dan Tata Kerja POUK di wilayah sesuai konteks masing-masing.
Selanjutnya di poin keempat, menyatakan PGI dan PGIW/SAG perlu menyatukan langkah-langkah kolaborasi untuk mencapai tujuan strategis dan kerja-kerja bersama. Maka perlu mekanisme kerja agar ada komunikasi yang intensif antara PGI dan PGIW sehingga kerja-kerja bersama terjadi lebih efektif.
Sedangkan pada poin kelima, disebutkan PGIWJ/SAG sebagai alat kelengkapan PGI membutuhkan dukungan (finansial) dari PGI untuk menggerakkan operasional PGIW/SAG misalnya lewat pengembangan pekerja full time di PGIW. Dukungn ini sesuai kriteria yang ditetapkan oleh MPH PGI.
Sementara pada poin keenam, ditegaskan bahwa sebagai pembina, PGIW/SAG akan hadir dalam Konsultasi Nasional POUK 2023, dan PGI akan menfasilitasi pembiayaan 1-2 orang utusan dari PGIW/SAG.
Akhirnya pada poin terakhir, ditetapkan tuan/nyonya rumah Rakernas PGIW 2024 adalah PGIW DKI Jakarta.
Literasi Politik
Saat penutupan Ramernas ini, ketika menyinggung soal tahun politik 2024, kepada wartawan di Ambon, Sabtu (12/8/2023) Sekretaris Umum (Sekum) Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Jacky Manuputty menyatakan, gereja memiliki peran untuk mengembangkan literasi politik yang beretika kepada umat maupun masyarakat.
“Bahasan isu politik dalam rapat kerja nasional PGIW/SAG itu, bukan hanya soal kesiapan umat menghadapi Pemilu Serentak, yang mencakup pemilihan anggota legislatif, kepala daerah, dan presiden, tetapi juga bagaimana politik yang beretika itu musti dibangun di tengah kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia,” terangnya.
Dia katakan, bukan hanya Pemilu. Namun dalam kerangka besar, bagaimana literasi pendidikan politik dilakukan. “Gereja memainkan peranan untuk itu, di tengah realitas kehidupan demokrasi yang saat ini kadang-kadang kita tahu sangat miskin nilai-nilai etika,” tandasnya.
Lembaga Agama termasuk gereja, disebutnya, harus membangun satu konstruksi politik yang dijemaatkan tetapi juga disuarakan bagi masyarakat dan pemerintah secara luas, bagaimana etika menjadi faktor utama dalam kepemimpinan.
“Bagaimana leadership. Bagaimana memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak yang baik, rekam jejak yang teruji. Bagaimana mengawal dan mempersiapkan warga gereja yang mengambil peran dalam bidang politik legislatif, misalnya. Pastoral politiknya dilakukan seperti apa, bukan hanya saat mereka ingin maju tetapi juga ketika mereka telah berpolitik,” pungkasnya.
Realitas Kepulauan
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum (Ketum) PGI Pdt. Gomar Gultom menuturkan, dirinya berharap melalui Rakernas yang berlangsung di Kota Ambon ini, gereja-gereja di Indonesia melalui PGIW bisa belajar dari realitas Ambon atau Maluku sebagai sebuah kepulauan.
Dia katakan, Indonesia ini negara kepulauan. Nusantara ini kepulauan, tapi pendekatan kita selama ini selalu pendekatan kontinental, termasuk pelayanan gereja juga sangat kontinental. Padahal kita negera kepulauan maka mestinya gereja gereja di Indonesia bisa belajar dari Gereja Protestan Maluku (GPM) memang bergumul dengan realitas kepulauan itu.
“Pola-pola pembinaan, pola-pola pelayanan disesuaikan dengan kondisi dengan pulau-pulau yang ada. Di Maluku ini, sebagi sebuah wilayah kepulauan, masyarakat di sini tahu betul laut itu adalah penghubung dan yang mempersatukan. Jadi laut tidak dilihat sebagai yang memisahkan pulau-pulau tapi justru yang menghubungkan pulau-pulau,” ujarnya.
Nah kepulauan dengan laut ini, kata Pdt. Gomar, sangat juga bersesuaian dengan gerakan Oikumene yang dilambangkan dengan perahu, yang sedang mengarungi samudera. Gereja-gereja kedepan melalui Rakernas ini kiranya bisa terinspirasi oleh realitas kepulauan, dan bagaimana GPM bergumul dalam pelayanan bagi jemaat-jemaat di kepulauan ini.
Dia menyebutkan, melalui Rakernas di Ambon, pihaknya sedang mencoba mengevaluasi perjalanan gereja-gereja. Bagaimana di tingkat wilayah, pokok-pokok panggilan dan tugas panggilan bersama itu dikerjakan bersama-sama oleh gereja-gereja di Indonesia.
“Nah selama tiga empat hari kita di sini kita menggumuli itu semua. Ternyata kita menemukan, betapa ternyata komunikasi dan koordinasi antar wilayah itu harus ditingkatkan,” ungkapnya.
Dalam kerangka ini Rakernas merekomendasikan beberapa hal, salah satunya kata Pdt. Gomar, agar PGI memberi perhatian khusus terhadap penguatan institusi PGIW. “Tapi pada saat sama juga, memberdayakan SDM yang ada di setiap PGI wilayah,” pungkasnya.
Pewarta: Tiara Salampessy