JAKARTA,PGI.OR.ID-Pesta Demokrasi Lima Tahunan bangsa Indonesia akan digelar kembali pada 2024. Rupa-rupa persiapan menuju hari “H” pemilihan sudah terlihat ramai di ruang publik. Euphoria para pendukung pasangan calon dan peserta pemilu lainnya pun sudah terasa di setiap sudut negeri ini. Pemilu kali ini memang agak spesial, Pemilu Nasional (Pileg dan Pilpres) akan berlangsung pada tahun yang sama dengan Pilkada Serentak. Pemungutan suara Pemilu Nasional akan berlangsung pada hari Rabu,14 Februari 2024 dan Pilkada Serentak Nasional pada September 2024.
Terkait hal ini, Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia (GPIB) beberapa waktu lalu telah mengeluarkan Pesan Penggembalaan, yang terdiri dari 5 poin. Pertama, GPIB harus melihat bahwa Pemilu tak boleh semata-mata dijadikan sebagai ajang memilih orang untuk menduduki jabatan yang tersedia. Itu tentunya penting sebagai salah satu tujuan Pemilu diadakan, tetapi yang jauh lebih penting adalah menempatkan Pemilu sebagai media integrasi bangsa.
Dalam kerangka itu, maka Pemilu kiranya akan menjadi instrumen untuk membangun dan memperkuat demokrasi, dan Pemilu akan menjadi sarana bagi upaya untuk memperkuat tiang-tiang penyangga NKRI. Bukan malah menjadi media untuk menegasikan NKRI. Ingatlah pesan Alkitab: …supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan… (1 Korintus 12 : 25).
Kedua, sebagaimana prediksi banyak kalangan, politik uang dan politik SARA masih akan marak. Melihat pengalaman masa lalu dan mencermati aturan hukum terkait itu, maka pendekatan hukum rasanya sulit untuk menghilangkan praktek kotor tersebut. Karena itu, GPIB menilai perlu didorong pendekatan etik moral untuk menghadapi pelanggaran tersebut.
Perlawanan etik moral harus dilakukan oleh semua warga GPIB dalam rangka memberikan efek jera kepada pelakunya. Ingatlah pesan Alkitab: Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu… (2 Timotius 2:15).
Ketiga, manipulasi dan kecurangan proses berpotensi marak terjadi. Tidak hanya dilakukan oleh peserta pemilu, tetapi yang lebih serius adalah yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Karena itu kita perlu memperkuat kontrol dan pengawasan publik. Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) bukanlah even organizer yang hanya melakukan pekerjaan teknis penyelenggaraan tanpa memikirkan substansi demokrasi.
Karena itu, Majelis Sinode GPIB menghimbau agar seluruh warga GPIB dan seluruh warga masyarakat melakukan pengawasan proses Pemilu, secara khusus tahapan pemungutan dan penghitungan suara, agar proses Pemilu bisa berjalan lancar, jujur dan adil, serta hasilnya sungguh-sungguh merupakan cerminan pilihan murni masyarakat.
Peran pengawasan Pemilu ini merupakan wujud tanggung jawab gereja dalam mengawal demokrasi ke arah yang lebih baik. Ingatlah pesan Alkitab: Yang seorang menipu yang lain, dan tidak seorangpun berkata benar; mereka sudah membiasakan lidahnya untuk berkata dusta; mereka melakukan kesalahan dan malas untuk bertobat… (Yeremia 9:5).
Keempat, bagi warga GPIB yang ikut sebagai calon, agar lebih mengedepankan integritas, kapasitas dan misi pembangunan masyarakat yang beradab dan berkeadilan. Bidang politik bukanlah lahan untuk bermain kekuasaan, tetapi ladang pelayanan mulia yang Tuhan berikan untuk melayani rakyat dan negara secara bertanggung jawab. Para Calon harus mempersiapkan diri secara baik dan suci. Jangan ikut terlibat dengan praktek kotor dan manipulatif yang akan membuat diri ini hina dihadapan Tuhan dan rakyat. Ingatlah pesan Alkitab: Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia… (Kisah Para Rasul 5:29).
Kelima, Majelis Sinode juga mendorong jemaat-jemaat GPIB di berbagai pelosok negeri ini untuk melakukan pendidikan politik bagi warganya, agar warga gereja dapat lebih paham menggunakan hak politiknya secara bermutu dan bertanggung jawab. Doronglah warga gereja untuk memilih jika memang ada pilihan yang memadai. Jangan memilih mereka (partai atau orang) yang tidak netral dan tidak patuh kepada UU tetapi pilihlah mereka yang setia kepada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
Sesungguhnya, berbangsa dan bernegara itu harus memegung teguh aturan. Jangan memilih mereka yang menggunakan politik uang dan politik SARA untuk mendapatkan dukungan. Begitu juga, janganlah memilih mereka yang melakukan praktek kotor dan manipulatif untuk mendapatkan kemenangan. Sebab hal-hal itu merusak harmoni sosial, menimbulkan perpecahan bangsa dan membuat Pemilu tak berkualitas.
Dampingilah dan arahkanlah warga gereja agar dapat menggunakan hak pilihnya secara murni, bersih, jujur dan bertanggung jawab. Hindari perilaku menebarkan berita bohong {hoaks}. Ingatlah pesan Alkitab: Di samping itu kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap… (Keluaran 18:21).
Pewarta: Markus Saragih