JAKARTA,PGI.OR.ID-Pesta demokrasi lima tahunan di tanah air, yaitu Pemilu 2024, tidak lama lagi akan berlangsung. Seluruh kontestan, termasuk pasangan calon (paslon) yang bertarung untuk menduduki kursi presiden dan wakil presiden, telah melakukan berbagai upaya, salahsatunya melakukan kunjungan, termasuk ke lembaga keagamaan seperti Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
Diawali kunjungan Cawapres no urut 3 Prof. Mahfud MD, Capres no urut 2 Prabowo Subianto, dan terakhir Capres no urut 3 Ganjar Pranowo. Pada kesempatan itu, mereka melakukan dialog dengan MPH-PGI, pimpinan sinode gereja, PGIW, serta sejumlah ormas Kristen. Tidak hanya sosialisasi, penyampaian visi-misi, tetapi juga dalam rangka mendapat masukan, kritik dan saran.
Dalam bincang-bincang dengan Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, di ruang kerjanya, disampaikan bahwa sebagai “Rumah Bersama”, PGI terbuka untuk menyambut kedatangan siapapun yang maju dalam kontestasi Pilpres 2024. Meski demikian, netralitas PGI sebagai lembaga tetap terjaga.
“Itu karena PGI terbuka kepada semua Paslon. Capres dari Paslon no urut 1 juga sudah dijadwalkan, mustinya hari Sabtu yang lalu tetapi karena bentrok dengan jadwal maka dirobah lagi. Anytime kita siap kalau Capres no urut 1 mau datang kita siap terima. PGI adalah rumah bersama untuk semua caleg, untuk semua paslon. Bahwa pimpinan PGI orang-perorang ada pilihan referensi tertentu itu urusan pribadi yang bersangkutan,” jelasnya.
Lebih jauh dijelaskan pendeta yang baru saja memasuki masa emeritasi ini, kepada seluruh paslon maupun para caleg, bahkan dalam berbagai kesempatan, PGI selalu mengingatkan untuk tidak menempuh cara-cara yang tidak etis, yang jauh dari kepatutan, apalagi melanggar hukum untuk memenangkan pemilihan. Selain itu, menjauhkan pendekatan uang, serta pendekatan politik identitas. “Bertarunglah secara jujur, adil dan transparan. Siap untuk menang siap juga untuk kalah. Karena selalu ada yang menang ada yang kalah. Siap untuk menerima kekalahan dengan berpikiran positif,” ujarnya.
PGI dalam pesan pastoralnya mengingatkan bahwa Pemilu adalah sarana bagi warga gereja, yang adalah warga negara, bersama pemerintah melaksanakan panggilan kudusnya untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Di dalam Pemilu, warga negara memilih pemimpin dan wakil rakyat, serta berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pembangunan nasional. Menurut Pdt. Gomar Gultom, warga gereja pastilah memiliki keragaman pilihan, dan hal ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi di tengah masyarakat yang patut dihargai. Mereka memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan.
“Bahkan seorang yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput. Saya memahami bahwa golput juga sebuah pilihan, tetapi sebenarnya kita sebagai warga gereja memiliki tanggung jawab teologis untuk memilih yang terbaik di negeri ini, kalau tidak bisa memilih yang terbaik minimal mencegah supaya yang tidak baik jangan berkuasa. Itu himbauan saya,” tandasnya.
Dia mengingatkan, dalam rangka menentukan pilihan, hendaknya warga gereja dapat memilih dengan cerdas, menggunakan akal sehat, sesuai hati nurani, dan tidak berdasarkan pendekatan emosional. “Pendekatan emosional yang saya maksud adalah karena satu suku, satu agama, ada kepentingan jangka pendek, karena dipengaruhi oleh paman, kakak, dan karena idola-idola,” katanya.
Dalam menentukan pilihan yang tepat, menurutnya Keluaran 18:21 bisa menjadi semacam penuntun. “Ayat ini bisa semacam penuntun untuk memilih. Disitu dikatakan cakap. Cakap disini artinya terampil, memiliki kemampuan managerial, teruji, jadi bukan saja anti korupsi tapi juga tidak korupsi, dan dia mau memberantas korupsi. Lalu bagaimana kita dapat mengetahui orang seperti ini? Sederhana saja, lihat track recordnya,” tegas Pdt. Gomar Gultom.
Dengan melihat track record atau pengalaman hidup, kita bisa menentukan apakah seseorang itu cakap atau tidak, dapat dipercaya atau tidak. Jangan hanya percaya kepada janji-janji. Sebab janji-janji tidak pernah membentuk kepribadian seseorang, dan janji-janji tidak menentukan integritas seseorang. “Karena itu, berdoalah untuk keberhasilan penyelenggaraan Pemilu. Mintalah hikmat dan tuntunan Allah untuk menggunakan hak pilih saudara-saudara secara bebas dan bertanggung jawab demi kemajuan demokrasi dan kesejahteraan bangsa kita,” ujarnya.
Suksesnya sebuah pemilu, tentu tidak lepas dari mereka yang mendapat mandat sebagai penyelenggara pemilu. Untuk itu, Pdt. Gomar Gultom berharap agar mereka (penyelenggara pemilu, red), dapat menjalankan tugas dengan rasa takut kepada Tuhan, bukan kepada kekuasaan, dan tidak takut kepada kekuatan-kekuatan yang bisa mengancam. Melainkan, taat kepada konstitusi. “PGI akan selalu mendoakan dan mendukung para penyelenggara pemilu,” tandasnya.
Sedangkan kepada penyelenggara negara, diharapkan untuk tidak ikut bermain politik yang ada, berprilaku adil sejak dari pikiran terhadap semua calon, baik calon presiden, wakil presiden, maupun anggota legislatif.
Pewarta: Markus Saragih