BALI,PGI.OR.ID-Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom mengikuti kegiatan reuni Motivator PGI alumni Cikembar, di Desa Blimbingsari, Bali, desa yang dikenal seluruh penduduknya beragama Kristen Protestan, pada Sabtu (25/6/2022). Di acara tersebut, Ketum PGI menerima buku Katalog Alumni Motivator DGI/PGI Angkatan I-XIII, yang diserahkan oleh salah seorang alumni.
Menilik sejarah motivator PGI, Pdt. Gomar Gultom menuturkan, paska Sidang Raya 1971 DGI di Siantar, terjadi perubahan pemikiran yang sangat mendasar dalam gerakan oikoumene di Indonesia. Ada semacam pengakuan bahwa gereja-gereja belum siap untuk gagasan satu Gereja Kristen Yang Esa sebagai satu Sinode.
“Diskursus Sinogi (Sinode Gereja Indonesia) yang berkembang sebelumnya diakhiri dengan menampung sebagian pemikirannya melalui perbaikan struktur DGI. Maka sejak itu perdebatan tentang Tujuan pembentukan PGI, apakah bentuk GKYE itu struktural (apel atau jeruk?) ataukah berupa fungsional mulai ditinggalkan,” paparnya.
Lebih jauh dijelaskan, Sidang Raya 1971 itu juga membawa arah baru dalam gereja memahami Injil. SR itu mengatakan, “Kita terpanggil untuk bertanggung-jawab dalam usaha membebaskan manusia dari penderitaannya yang disebabkan oleh keterbelakangan, penyakit, kemiskinan, ketakutan dan ketidak-adilan hukum.”
Menurutnya, salah satu implementasi dari arah baru itu adalah dibentuknya Dharma Cipta di DGI yang di awal 1970-an membuka Pusat Pelatihan Motivator di Cikembar. Gereja-gereja anggota dari berbagai daerah mengirimkan para pemudanya untuk dilatih selama lebih kurang setahun di sini untuk pengetahuan dan ketrampilan pengorganisasian, serta pembangunan masyarakat desa. Mereka, lelaki dan perempuan, dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi (banyak juga di antaranya pendeta) secara intensif melatih diri tentang berbagai aspek pertanian, perikanan, perekonomian, dan lainnya.
Usai pendidikan, mereka dikirim oleh DGI ke berbagai pelosok Indonesia ke daerah yang bukan asal gerejanya. Mereka dikontrak dan dibayar oleh DGI untuk periode tertentu. Ada kalanya terjadi juga mutasi. Mereka menyatu dengan penduduk setempat dan menjadi motivator ulung dalam pembaharuan masyarakat. Sebagian besar di antara mereka tidak kembali lagi ke daerah atau gereja asal, tetapi menetap di daerah yang dituju, sampai sekarang, bahkan berumahtangga dengan penduduk setempat.
Sejak awal 90an, lanjut Ketum PGI, Dharma Cipta DGI dibubarkan dan Pusat Pelatihan Motivator Cikembar pun ditutup. Alasan yang mengemuka adalah bahwa gereja-gereja anggotalah yang seharusnya meneruskan program sedemikian dan DGI/PGI cukup memfasilitasi saja. Hal ini sejalan pula dengan pola kemitraan gereja-gereja yang sejak itu lebih banyak berkomunikasi dan bermitra secara langsung dengan mitranya di Eropa atau Amerika, tanpa lewat DGI lagi.
“Sepengetahuan saya, DGI mempersiapkan beberapa demplot di beberapa wilayah sebagai “modal awal” bagi gereja anggota untuk meneruskannya. Ada di Kaaten Sulut, ada di Toraja, Makassar, NTT, Sumut dan daerah lain. Sayangnya tak semua unit-unit itu berjalan baik. DGI juga mempersiapkan kader-kader pimpinan gereja untuk mengembangkan CU dan BPR, tapi hanya beberapa gereja yang serius meneruskannya,” jelasnya.
Dalam berbagai perjalanan mengunjungi gereja-gereja anggota, Pdt. Gomar Gultom mengaku kerap bertemu dengan para motivator. Kebanyakan mereka telah berusia lanjut, rata-rata di atas 70. Meski demikian, semangat pengabdiannya tidak pernah luntur dan tidak lekang dimakan usia.
“Saya bertemu dengan Ibu Ruth Taliramba dan Pak Besli di Gereja Toraja yang dalam usia lanjut masih memimpin pusat pelatihan di sana; saya bertemu dengan Osben Sinaga di Makassar yang senantiasa menyemangati para pelayan gereja; bertemu dengan Robert Lay di Kupang yang masih semangat bertani walau sudah lanjut usia, Pak Pdt Ketut Philips di Bali, Ketut Nordja di Sumba, dan lainnya,” ujarnya.
Menurut Pdt. Gomar Gultom, para motivator senantiasa terkenang masa-masa pelayanan mereka. Dia pun pernah bertemu dengan anak-anak dari para motivator, yang dalam banyak kesempatan menjadi mitranya dalam kerja-kerja sosial.
Pewarta: Markus Saragih