LOMBOK,PGI.OR.ID-Sejarah mencatat telah banyak terjadi konflik antar-identitas keagamaan di dunia. Aksi dan konflik itu tidak hanya berdampak terhadap kehilangan nyawa, kerugian materiil, serta persoalan pengungsi, tetapi juga menciptakan stigma dan kebencian di masyarakat luas.
Indonesia sebagai contoh, meskipun bangsa ini berakar dan tumbuh dalam keberagaman, dampak tersebut sangat terasa sejak dua dekade terakhir. Pertumbuhan gerakan intorelan dan radikal menjadi salah satu penandanya.
Hal tersebut melatarbelakangi kegiatan Lokalatih Fasilitator Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (KBB) Tingkat Dasar yang diinisasi oleh Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, serta didukung oleh PUSAD Paramadina dan Yayasan Humanities Studies (YHS). Kegiatan ini berlangsung selama 4 hari berturut-turut (15-18/11/2021).
Sebanyak 25 peserta, yang merupakan utusan dari PGIW NTB, organisasi lintas agama, akademisi, pejabat kesbangpol, dan pengurus dewan adat kota Mataram mengikuti lokalatih yang diselenggarakan di Hotel Aruna Senggigi Lombok ini secara antusias.
Dalam sambutan Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana, yang diwakili Kepala Kesbangpol Mataram, mengungkapkan, “Belajar dari pengalaman, kami merasakan pentingnya untuk tetap menjaga kewaspadaan akan timbulnya konflik di kemudian hari. Karena itu, berbagai upaya sosialisasi dan dialog dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat terus dilakukan sehingga keharmonisan, keamanan dan ketertiban masyarakat senantiasa terjaga. Tentunya, dengan keberadaan ‘agen-agen’ KBB yang terbentuk dari pelatihan ini, akan sangat membantu mewujudkan hal tersebut.”
Sementara itu, Ketua YHS, Dr. Saleh Ending mengungkapkan, ada sebuah konsep yang dianut, dalam Qur’an disebut, “Hendaklah di antara kamu antar manusia mengajarkan kebaikan. Esensi manusia ketika hadir, konsep kejujuran juga harus hadir. Konsep amanah juga harus dipegang. Amanah terhadap diri dan bangsa juga harus dilakukan. Kita harus saling membantu antar seluruh umat manusia. Kalau ini bisa dilakukan maka kita punya kewajiban menjaga bangsa dan agama.”
Ia juga menambahkan, “Saya bisik dengan Kadisospol Kota Mataram, bahwa akan ada desain kegiatan– supaya ruang perjumpaan bisa lebih diperbanyak. Kalau kita sering bertemu, banyak hal yang bisa kita lakukan,” katanya.
Sedangkan Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI Pdt. Jimmy Sormin melihat, kehadiran peserta dalam lokalatih ini sebagai titik cerah gerakan bersama untuk merawat serta mengelola keberagaman berikut tantangan-tantangannya di NTB.
“Seperti kita ketahui dalam teori evolusi, setiap entitas makhluk hidup bisa bertahan hidup hingga saat ini oleh karena kemampuannya beradaptasi. Dalam konteks sosial, jika ingin bermanfaat dan tidak ingin tertinggal, kita perlu berkolaborasi dengan beragam identitas dan kemampuan yang kita miliki. Lokalatih ini diharapkan menjadi ruang perjumpaan sekaligus mengawali kolaborasi di antara kita,” tandasnya.
Melalui pelatihan ini, diharapkan dapat menghasilkan jaringan fasilitator KBB yang dapat menggerakan perubahan di kota Mataram, bahkan dapat diakses oleh seluruh masyarakat NTB dalam rangka merawat dan mengadvokasi KBB di “tanah seribu masjid” ini.
Adapun materi konsep dan keterampilan pokok yang diberikan dalam lokalatih ini antara lain: Konflik dan Pendekatan Penanganan Konflik Keagamaan, Pendekatan dan Tools Hak: HAM dan KBB, Pendekatan dan Tools Kepentingan: Transformasi Konflik, Asset Based Community Development (ABCD) dan KBB, Peta Kebutuhan, Aset dan Tujuan Strategis, serta Menyusun Rencana Tindak Lanjut.
Pewarta: Markus Saragih