JAKARTA,PGI.OR.ID-Pandemi Covid-19 ternyata juga menimbulkan masalah psikologis seperti takut, cemas, kuatir, putus asa, jengkel, marah, stress, depresi, dan sebagainya. Untuk membantu jemaat yang mengalami masalah psikis ini, gereja dapat melakukannya melalui pelayanan pastoral dengan metode hipnoterapi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Profesi Pastoral di Indonesia (IPPI) Pdt. Dr. Daniel Susanto, dalam webinar K-Talks bertajuk Hipnoterapi dalam Pelayanan Pastoral di Masa Pandemi, yang diinisiasi oleh Bidang KKC-PGI bersama IPPI, pada Rabu (30/6).
Mengutip dari Konsil Kedokteran Indonesia, dijelaskannya, hipnoterapi adalah suatu bentuk terapi dengan memberdayakan tenaga pikiran bawah sadar dengan terlebih dahulu mengistirahatkan pikiran sadar klien. “Mekanisme kerja hipnoterapi sangat terkait dengan aktivitas otak manusia. Aktivitas ini sangat beragam pada setiap kondisi melalui gelombang otak yang dapat diukur dengan EEG atau Electroenchepalograph,” jelasnya.
Ditambahkan, bahwa semua proses dalam hipnoterapi bersifat ilmiah dan harus disetujui terlebih dahulu oleh klien. Karena seseorang yang akan dihipnoterapi akan dibawa ke kondisi “tidur”, sebaiknya didampingi oleh keluarga atau teman yang dapat dipercaya. Selain itu, untuk dapat melakukan hipnoterapi diperlukan pendidikan/training memadai dan yang bersertifikat. “Para pelayan pastoral yang menggunakan hipnoterapi juga tidak boleh melakukan perbuatan yang menyimpang dan merugikan orang yang dilayaninya,” tandas Pdt. Daniel.
Seperti apa praktik hipnoterapi? Pdt. Noortje Lumbantoruan, MTh, seorang hipnoterapis dari Institute Adi W Gunawan, lembaga pelatihan hipnoterapi klinis di Indonesia, dalam webinar ini mengatakan, berdasarkan pengalamannya, proses hipnoterapi yang dilakukan, terkhusus kepada warga gereja, diawali dengan doa atau meditasi agar menurunkan gelombang otak.
“Dengan kondisi ini dia akan merasa aman, nyaman dan damai. Selanjutnya saya akan memperdengarkan ayat-ayat firman Tuhan kepadanya, bagaimana Tuhan menyembuhkan orang dan sebagainya. Ini terus kita perdengarkan, dan pada akhirnya dia akan menyerahkan bebannya. Responnya bila dia menangis sambil berdoa itu tandanya sudah dalam kondisi katarsis, atau proses hipnoterapis yang dalam. Dan biasanya akan mengalami kelegaan yang luar biasa,” kata Pdt. Noortje.
Dalam proses tersebut, juga mengedukasi ke dalam pikiran bawah sadar klien agar melalui firman Tuhan yang disampaikan, mengajak untuk menghilangkan segala pikiran negatifnya. Namun dia mengingatkan, sebelum melakukan hipnoterapi, perlu persetujuan untuk bersedia dihipnoterapi, mampu dan bersedia memfokuskan pikiran, serta mampu berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal.
Baik Pdt. Daniel Susanto maupun Pdt. Noortje Lumbantoruan menegaskan, hipnoterapi tidak bertentangan dengan ajaran iman Kristen, karena sifatnya ilmiah, dilakukan secara sukarela, dan tidak menggunakan magic, tenung dan sebagainya. Selain itu, hipnoterapi tidak mencampuri iman kepercayaan siapapun.
Webinar yang dimoderatori oleh Dr. Rhere Rewindinar ini, mendapat respon positif dari para peserta. Hal ini terlihat dari banyak pertanyaan yang disampaikan melalui chat room.
Pewarta: Markus Saragih