JAKARTA,PGI.OR.ID-Pimpinan sinode gereja, PGIW, dan anggota MPL-PGI menyambut positif langkah yang diambil PGI bersama Yayasan Kesehatan PGI Cikini dalam rangka transformasi RS PGI Cikini menjadi rumah sakit modern.
Seperti diungkapkan Ketua Umum Sinode Gereja Masehi Injili di Talaud (Germita), Pdt. Dr. Arnold A. Abbas. “Menurut saya sudah tepat dan strategis rencana MPH PGI untuk meminta pihak ketiga mengelola RS PGI Cikini, dengan tujuan dapat mengembangkan dan memodernisir rumah sakit tersebut. Apalagi dalam MOU yang dibuat pihak ketiga bersedia untuk mengembangkan dan mengelolanya secara modern,” katanya.
Upaya tersebut menurut Pdt. Arnold, tidak menghilangkan aspek jatidiri RS PGI Cikini, yang mengedepankan segi pelayanan dan sarat dengan nilai-nilai Kristiani. “Kemudian setelah selesai kontrak, selama 30 tahun, akan dikembalikan lagi kepada PGI. Jadi RS Cikini tetap milik PGI dan gereja-gereja,” tandasnya.
Ditambahkan, dalam perjanjian ditegaskan bahwa pihak ketiga tidak boleh menjual dan mengagunkannya ke pihak lain. “Jadi kita tidak perlu khawatir karena dalam kontraknya cukup jelas RS Cikini tidak dijual oleh MPH-PGI ke pihak ketiga, tapi hanya diberi kepercayaan untuk mengelola dan mengembangkan atau memodernisir rumah sakit tersebut, agar lebih baik lagi pelayanannya daripada sekarang ini.”
Dukungan juga disampaikan Ketua Badan Pembina yang juga Anggota MPL PGI mewakili Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI) Pdt. Willy H.Paat, STh, MA. Dia melihat, apa yang dilakukan MPH-PGI terhadap RS PGI Cikini adalah amanat Sidang Raya dan Sidang MPL-PGI. “Jadi komentar miring yang cenderung tidak paham gak usah terlalu ditanggapi oleh MPH-PGI. Tapi baik juga kalau MPH-PGI menerima mereka untuk audiensi, agar mereka tahu dari sumbernya langsung,” katanya.
Pdt. Willy Paat menegaskan, apa yang dilakukan MPH-PGI adalah dalam rangka memaksimalkan pelayanan RS PGI Cikini agar menghasilkan manfaat ganda, untuk kepentingan pelayanan sosial yang lebih menjawab kebutuhan pelayanan di semua aspek.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PGIW Kalimantan Barat Pdt. Paulus Ajong, MTh. Langkah untuk melakukan BOT RS PGI Cikini dengan pihak investor sudah tepat. “Sebenarnya, apa yang PGI tempuh, bukan seperti berita liar yang bersliweran di luar. Bahwa BOT RS Cikini seolah-olah inisiatif Pengurus PGI secara diam-diam tanpa koordinasi dengan pimpinan gereja-gereja di Indonesia. Persoalan RS. Cikini sebenarnya sudah masuk dalam pembahasan di berbagai Sidang PGI, dari Sidang Raya PGI di Waingapu, dan Sidang MPL PGI secara virtual tahun 2021,” tegasnya.
Sehingga, lanjut Pdt. Paulus, langkah tersebut adalah perwujudan mandat Sidang Raya dan Sidang MPL-PGI, dimana pimpinan Sinode gereja-gereja anggota PGI ikut membahas dan menyetujui bahwa RS Cikini harus dikembangkan agar produktif dan kompetitif. Karena selama ini, RS Cikini eksistensinya sangat memprihatikan. Dari sisi bangunan sudah tua, sistem tata kelola dan layanan kurang maksimal, dampaknya terasa dalam hal pembiayaan.
“Jadi, dari sisi proses, BOT RS Cikini sudah benar. Apalagi tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memproduktifkan aset, tanpa kehilangan aset. Sebaliknya, dengan BOT justru memodernisasi aset, agar produktif dan kompetitif. Justru salah besar, jika PGI membiarkan RS Cikini seperti kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau. Alih-alih untung justru menimbulkan banyak utang,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, pada Jumat (25 Juni 2021) bertempat di Grha Oikoumene PGI telah dilakukan penandatangan kerjasama antara Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Yayasan Kesehatan PGI CIKINI (YAKES CIKINI) dan PT. Famon Awal Bros Sedaya (PRIMAYA).
RS PGI Cikini yang dimiliki oleh PGI berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 5,5 Ha berdasarkan Sertifikat Hak Milik atas nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. Untuk mengelola RS PGI CIKINI, PGI mendirikan YAKES CIKINI dimana YAKES CIKINI juga mengelola AKPER CIKINI. Saat ini RS PGI CIKINI sudah berusia 123 tahun dengan kondisi bangunan yang sudah tua dan memerlukan bangunan baru, demikianpun fasilitas kesehatan serta alat kesehatan yang sudah jauh tertinggal dengan rumah sakit lain bahkan sebagian sudah tidak berfungsi, ditambah dengan berkurangnya jumlah pasien rawat inap (BOR) serta pasien rawat jalan, sementara jumlah hutang terus membengkak mengakibatkan defisit yang besar.
Sejak tahun 2017 s/d 2019 RS PGI CIKINI merugi secara akumulatif sebesar lebih kurang Rp.77 M dan hutang RS PGI CIKINI per Desember 2020 sebanyak Rp. 52 M, sementara kewajiban dana pensiun sejumlah Rp. 58 M. sehingga totalnya Rp. 110 M. Bahwa saat ini kondisi keuangan RS PGI CIKINI sedikit terbantu karena ditunjuk menjadi Rumah Sakit rujukan COVID-19.
Permasalahan yang dihadapi RS PGI CIKINI ini telah disampaikan oleh MPH-PGI di Sidang Raya Tahun 2019 di Waingapu dan Sidang Raya mengamanatkan untuk dilakukan pengembangan RS CIKINI dengan mengundang investor dengan mekanisme BOT. MPH- PGI telah membentuk Tim Negosiasi yang terdiri dari Ir. Chris Kanter (Ketua), Constant Ponggawa SH, Sheila Salomo SH, Prof Dr. Miranda Gultom, Agus Dharma dan Lim Kwang Tak dengan tugas mewakili PGI untuk proses negosiasi dengan pihak Investor. Setelah melakukan berbagai kajian, percakapan dan rapat koordinasi dengan Tim Negosiasi dan ketiga Organ YAKES CIKINI, MPH PGI memutuskan menempuh kerjasama BOT dan telah menyampaikannya pada Sidang MPL-PGI Januari 2021.
PGI menegaskan kerjasama BOT ini adalah dalam rangka meningkatkan dan memodernisasi RS PGI Cikini baik dalam bentuk fisik bangunan maupun dalam bentuk pelayanan modern, tanpa terjadi pengalihan kepemilikan tanah dan RS PGI CIKINI dalam bentuk langsung ataupun tidak langsung. Investor hanya menyewa dan mengelola 1 Ha tanah untuk jangka waktu 30 tahun dan akan membangun di atasnya bangunan Rumah Sakit seluas 14,000M2 dan bangunan parkir 4,000M. Sementara itu sisa tanah seluas kurang lebih 4,5 Ha akan tetap dikelola oleh PGI dan YAKES PGI untuk menunjang dijalankannya visi dan misi PGI dan YAKES PGI.
Investor tidak dibolehkan mengagunkan bangunan dan tanah sewaan. Atas penyewaan dan pengelolaan rumah sakit tersebut investor memberikan konpensasi yang pasti kepada PGI dan YAKES PGI, dan setelah penandatangan (selambat lambatnya 3 bulan) akan langsung dilakukan perbaikan-perbaikan ruangan yang penting. Tanah sewaan dan bangunan akan dialihkan kembali penguasaannya ke PGI setelah 30 tahun. Dalam pengelolaan ini PGI akan menempatkan Komisaris Utama dan satu Direksi dalam PT yang mengelola RUMAH SAKIT selama BOT tersebut. Dengan ikut sertanya perwakilan PGI pada posisi Komisaris Utama dan Direksi, secara langsung PGI ikut mengawasi dan mengendalikan jalannya RS PGI CIKINI. Dengan demikian, tidak ada pengalihan tanah maupun kepemilikan RS PGI Cikini ke pihak Investor, baik secara langsung ataupun tidak langsung. RS PGI CIKINI SECARA HUKUM TETAP DAN AKAN TETAP MENJADI MILIK PGI.
Tujuan utama kerjasama BOT ini adalah untuk menjamin YAKES CIKINI tidak lagi menanggung kerugian, dapat melunasi hutang-hutang, dapat membayar gaji karyawan, uang pensiun, jasa medik dan kewajiban lain sebagaimana mestinya. Sebaliknya dengan kerjasama BOT ini, ada jaminan dan kepastian memperoleh dana rutin yang dapat dikembangkan untuk mengimplementasikan visi dan misi PGI dan YAKES PGI.
Selain itu, RS PGI CIKINI akan mempunyai Gedung Rumah Sakit Modern yang baru dilengkapi dengan alat kesehatan serta fasilitas kesehatan yang modern untuk menambah daya saing. Melaluinya diharapkan RS PGI CIKINI tetap eksis kini dan di masa depan dengan tidak menghilangkan fungsi sosial Rumah Sakit berdasarkan panggilan historisnya. Kader-kader muda RS PGI CIKINI yang mumpuni berpeluang mengembangkan diri sebagai spesialis handal bukan hanya di RS PGI CIKINI tapi juga dalam network investor.
Di lain pihak, PGI dan YAKES CIKINI akan mengembangkan area seluas 4,5 Ha lainnya, tanpa mengalihkan kepemilikan atas tanah, dengan melakukan upaya-upaya kerjasama yang saling menguntungkan demi menunjang visi dan misi serta pelayanan PGI di lingkungan Gereja-gereja anggotanya, umat Kristiani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. YAKES CIKINI juga akan mengembangkan AKPER CIKINI agar bisa terus eksis dan menghasilkan tenaga perawatan yang handal.
Setelah melalui proses penjaringan investor dan negosiasi yang panjang, akhirnya Tim Negosiator yang dibentuk PGI mengusulkan PRIMAYA untuk bekerjasama dengan PGI dan YAKES CIKINI. Hal yang menggembirakan dalam kerjasama adalah kesediaan PRIMAYA untuk tidak mensyaratkan adanya jaminan berupa tanah milik PGI sehingga tidak ada peralihan kepemilikan sama sekali, serta PGI bisa menempatkan perwakilannya sebagai Komisaris Utama dan salah satu Direksi pada PT yang akan mengelola RS PGI CIKINI, sesuatu yang sangat berbeda dengan kerjsama BOT pada umumnya. Sejauh ini PRIMAYA sudah berpengalaman dalam pengelolaan rumah sakit yaitu dengan membuka dan mengelola beberapa rumah sakit modern.
Seluruh proses ini sudah dipercakapkan oleh para pimpinan Gereja melalui persidangan-persidangan Oikumenis dalam lingkup PGI dan telah mendapatkan penetapan dari Sidang MPH PGI, Sidang MPL PGI maupun Sidang Raya PGI.
Pewarta: Markus Saragih