BALI, PGI.OR.ID – Ibu Nengah (62) masih enerjik ketika dengan cekatan memperkenalkan sejumlah barang dagangannya kepada para pembeli yang memasuki lorong pekarangan samping rumahnya. Kamis (3/12) pagi jelang siang, sekira pukul 11 WITA, sejumlah tamu berkunjung ke Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali. Desa ini sudah kesohor karena mengantongi predikat sebagai salah satu desa terbersih di dunia.
Yang ibu Nengah jajakan antara lain, tas anyaman bamboo aneka warna, kain khas Bali, mainan anak-anak, lukisan, bandana khas Bali, kaus, daster hingga buah Mangis dan Durian…dan tentu saja kopi Bali.
“Mari sini…” dengan logat khas Bali ia mempersilahkan kami masuk dan melihat-lihat dagangannya. Setelah dengan singkat dan terang ia menjelaskan apa yang ia jual. Para tamu juga dipersilahkan duduk-duduk di bagian belakang rumahnya. Ada rumah bambu yang mejadi dapur, dan inti bangunan dari rumah di depan, saung di samping kanan dan tempat sembahyang di belakangnya serta berapa rumah lainnya.
Khusus rumah bambu yang menjadi inti dari bangunan-banguna lainnya, berukuran kira-kira 3 x 3 meter dengan tinggi 2,5 meter. Dindingnya terbuat dari bamboo dan atapnya jerami. Alasanya plesteran semen dan bagian dasarnya dikelilingi semen seputar rumah. Kami, para tamu yang berkunjung, duduk di saung depan rumah bambu tersebut. Cukup nyaman dengan udara yang sejuk.
“Ini rumah bambu yang memang jadi pusat kegiatan. Rumah ini dijadikan dapur. Ada perabotan masak, tempat membakar kayu, pisang yang setengah matang, beras dan barang-barang lainnya,” ujarnya.
Ibu Nengah berkisah, ia kelahiran desa ini sejak 62 tahun lalu. “Disebut Desa Penglipuran ya karena sejak nenek moyang kami, ratusan tahun lalu, desa ini menjadi tempat menghibur hati bagi siapa saja yang datang dan juga bagi kami…itu sudah,” tambahnya. Ia menambahkan selain rumahnya dan seluruh rumah, di des aini dikelilingi hutan bamboo yang masih dijaga dan dilesatrikan.
Masyarakat setempat juga percaya bahwa hutan bambu ini adalah bagian dari awal sejarah keberadaan mereka. Hutan bambu ini juga memiliki fungsi sebagai kawasan resapan air, maka hutan ini disebut sebagai hutan pelindung desa.
Lalu kami ditawari kopi. Ibu Nengah dibantu adiknya Ibu Wayan yang dengan tangkas dan cepat membuatkan kopi bagi kami dan menawarkan minuman khas Desa Penglipuran yaitu Loloh Cem-cem berwarna hijau. Minuman ini terbuat dari air kelapa dan sedikit buah kelapa di dalamnya, daun cem-cem, garam, gula dan rempah lainnya yang dikemas dalam botol air mineral. Segar Ketika diminum dengan harga relatih terjangkau 5.000 rupiah.
Kurang lebih 1 jam kami duduk-duduk di saung depan rumah bamboo. Ibu Nengah terlihat gembira melayani kami. Kamipun merasa nyaman dan kemudian menawar sedikit barang-barang yang ia jajakan. Jadilah kami tertawa, ngobrol santai sambil menikmati kopi dan minuman Loloh Cem-cem.
Berkunjung ke Desa Penglipuran merupakan rangkaian kegiatan Capacity Building staf PGI yang dilakukan di Bali tanggal 2-5 Desember 2021. Tak hanya dibekali dengan perspektif untuk meningkatkan kinerja tetapi juga dihibur dengan aneka tempat yang dikunjungi yang dibantu oleh Sinode Gereja Kristen Protestan Bali.
Yang kami suka dari Ibu Nengah bahkan dari ibu-ibu warga Desa Penglipuran ini, mempersilahkan masuk dan tanpa sedikitpun memaksa harus membeli dagangannya. “Duduk-duduk saja di sini…minum kopi kami. Tak beli nda apa-apa. Kami senang kalau tamu yang datang juga merasa senang,” pungkas.
Ahh, kami terhibur …betul memang seperti arti nama Desa Penglipuran….hati kami dilipur, matur suksme!