JAKARTA,PGI.OR.ID-Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) bersama Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), dalam rangka menjalin senergitas pelayanan dan kesaksian melalui penerjemahan, penerbitan, dan penyebaran Alkitab, di Gedung Pusat Alkitab, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Penandatanganan MoU dilakukan oleh Ketum LAI Pdt. Henriette T. Hutabarat-Lebang, Sekum LAI Dr. Sigit Triyono, M.M, Ketum Sinode GPIB Pdt. Paulus Kariso Rumambi, dan Sekum GPIB Pdt. Elly Dominggas Pitoy-de Bell, STh, disaksikan beberapa pengurus dari kedua lembaga ini.
Pdt. Ery, biasa dia disapa, dalam sambutannnya mengatakan, penandatanganan MoU ini sesuatu yang luar biasa, karena LAI ada dan hadir untuk gereja-gereja. “Dalam kaitan itu, karena Alkitab yang diupayakan penterjemahan, pengadaan, dan penyebarannya juga melibatkan gereja-gereja, maka sebenarnya semangat oikoumenis yang menghidupkan LAI,” tandasnya.
Lebih jauh dijelaskan, di masa pandemi LAI ditantang oleh keadaan untuk tetap menjangkau jemaat-jemaat, dan bersyukur hal ini dapat dilakukan melalui program-program yang hampir diadakan setiap hari melalui media sosial, webinar dan lainnya, dengan memanfaatkan teknologi.
“Salah satu program yang diminati jemaat yaitu Bincang-bincang Alkitab, dan ternyata itu memang kehausan dari warga jemaat karena begitu banyak komentar, dan pandangan mengenai Alkitab, itu sebabnya banyak warga jemaat yang ingin memperoleh informasi dan melihat LAI sebagai narasumber utama menyangkut Alkitab,” tandasnya.
Berbagai program yang dilakukan LAI adalah dalam rangka mewujudkan visinya yaitu bagaimana Alkitab menjangkau semua generasi. Sebab itu, menurut Ketum LAI, dukungan dan kerjasama dari gereja-gereja sangat dibutuhkan.
Sementara itu, Pdt. Paulus Kariso Rumambi mengucap syukur karena GPIB dapat bermitra dalam rangka penterjemahan, pengadaan dan penyebaran Alkitab lewat MoU ini. Menurutnya, GPIB ada di 26 provinsi dengan 329 jemaat gereja, serta 257 Pos Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes) di pelosok-pelosok.
“Dengan adanya GPIB yang seperti itu, kami membuka kerjasama dalam rangka merealisasikan penyebaran Alkitab yang merupakan Kabar Baik itu, hingga ke Pos Pelkes di pelosok-pelosok wilayah kami yang memang sulit ditembus,” ujarnya.
Dia pun berharap, kerjasama ini bisa berlangsung dengan baik, karena GPIB menyadari LAI memiliki tanggungjawab yang luar biasa dalam rangka menterjemahkan, pengadaan, dan penyebaran Alkitab, sehingga harus ditopang oleh gereja-gereja.
“Kenapa perlu didukung, karena ada sekitar 700an bahasa di Indonesia. Ini tugas yang tidak mudah bagaimana menterjemahkan bahasa-bahasa itu ke dalam Alkitab, dan pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit,” tandasnya.
LAI, yang resmi berdiri pada 9 Februari 1954 ini, bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia, dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini bertujuan agar mempermudah pembaca untuk memahami Firman Tuhan.
Selain itu, LAI juga mencetak dan menerbitkan Alkitab ke seluruh Indonesia. Alkitab yang sudah terbit, diberikan kepada seluruh umat Tuhan dengan harapan dapat menjadi panutan dalam kehidupan jemaat dan sosial.
LAI bekerja sama dengan semua gereja di Indonesia, dalam hal ini adalah Gereja Kristen, dan Gereja Katolik. Oleh sebab itu Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia tidak mengandung catatan, dan atau tafsiran dari suatu gereja atau golongan tertentu.
Pewarta: Markus Saragih