JERMAN,PGI.OR.ID-“Sidang Raya ini sangat bersejarah, karena akan mengarahkan kita ke depan, di tengah jaman yang sangat kritis saat ini,” demikian Rev. Prof. Dr. Ioan Sauca, Acting General Secretary WCC, pada Sambutan Pembukaan Sidang Raya Dewan Gereja-Geja se-Dunia (WCC), di Karlsruhe, Jerman, Rabu (31/8/2022).
Menurutnya, sepanjang sejarah WCC, sejak berdiri 1948 di Amsterdam, sudah sepuluh kali menyelenggarakan Sidang Raya, sebagai lembaga pengambilan keputusan tertinggi di WCC.
Sidang Raya ke-11 yang akan berlangsung hingga 8 September mendatang, diikuti oleh 4000-an peserta dari berbagai negara di dunia. Dari 322 gereja gereja anggota, hingga acara pembukaan hari ini telah hadir utusan dari 265 gereja anggota. Selain 8 Presiden, 150 anggota Central Committe, anggota komisi-komisi, Staf dan penerjemah dalam lingkungan WCC, hadir juga perwakilan mitra WCC, perwakilan interfaith,pengamat dan wartawan.
Turut menyemarakkan Sidang Raya ini adalah kehadiran 137 mahasiswa dan dosen yang tergabung dalam GETI (Global Ecumenical Theological Institute), yang menyelenggarakan pertemuan rutin mereka sehari menjelang Sidang Raya ini, sebagaimana juga pada Sidang Raya lalu di Busan. Tak ketinggalan peran 150 pemuda dari berbagai gereja dan negara sebagai Pandu Sidang.
Seluruh peserta akan menggumuli bersama arah dan kebijakan gereja-gereja untuk delapan tahun ke depan, di bawah terang tema “Kasih Kristus Menggerakkan Dunia untuk Rekonsiliasi dan Persatuan”.
Saat menyambut para peserta di awal persiadangan, Ketua Panitia Penyelenggara mengatakan, “Tanpa kasih kita tidak bisa menggapai rekonsiliasi dan kesatuan. Kasih Allah harus menjadi kiblat kita semua, sebab seperti kata Rasul Paulus, tanpa kasih, kita tidak bisa melakukan apa-apa. Oleh karenanya, kasih Kristus harus menggerakkan kita ke arah perdamaian dan kesatuan, yang kita dambakan sekian lama.”
Mewakili Dewan Gereja Jerman, yang terdiri dari 25 gereja anggota, Archbishop Gereja Ortodox Radu Constantin Miron, mengungkapkan sejarah kota Karlsruhe, yang berarti Karl yang tidur. Menurut legenda, saat pendiri kota ini tertidur dekat sebuah pohon, dalam mimpinya dia mendapat ide membangun kota ini. Itu sebabnya dinamai Karlsruhe.
Lebih lanjut Archbishop berkata, “Gereja Jerman berharap persidangan ini tidak menjadi tempat untuk tidur. Tuhan akan selalu bertanya, apakah kita masih tidur. Semua ini tergantung kepada kita, apakah Karlsruhe ini akan tidur oikoumene atau akan bangkit. Archbishop berharap Sidang Raya ini menjadi semacam akan wake up call untuk hal-hal baru.
Dalam kaitan itu, Rev Christian Krieger, Presiden Conference of Europian Churches (CEC) mengatakan, Sidang Raya ini harus menggapai visi rekonsiliasi dan persatuan di tengah dunia yang kini tercabik-cabik. “Bagi kami di Eropa, bagaimana menyampaikan suara kenabian pada para pemangku kepentingan, menjadi pergumulan nyats. Tema Sidang Raya ini berada di jantung misi kita selagi terus menerus menyampaikan suara nabiah di tengah masyarakat Eropa yang makin sekuler.”
Menurutnya, kasih Kristus merengkuh kita ke dalam rekonsiliasi dan kesatuan, sehingga kita mendapat makna baru di tengah situasi dunia saat ini. Migrasi, rasisme yang berkelanjutan, populisme yang memecah, krisis lingkungan, meningkatnya persenjataan hingga perang Ukrania-Rusia; semua tantangan ini menggaris bawahi tanggung jawab gereja, bagaimana memelihara dunia yang damai.
Lebih lanjut Krieger mengatakan, “Kita perlu menggaris bawahi perang Ukraina-Rusia di Sidang Raya ini, apa artinya menjadi gereja di Eropa, dan apa maknanaya menjadi tuan rumah Sidang Raya ini.”
Krieger juga menyinggung penyelenggaraan Pre assembly yang juga dengan tema sama, yang menurutnya sangat Kristosentris dan misional. “Ini sangat kristiani, karena tidak terjebak pada eksklusifisme, tapi hadir bagi yang lain. Hadir di tengah mereka yang menderita adalah tema sentral gereja. Dalam terang perang Ukraina yang mengejutkan, kita bisa belajar saat Sidang Raya menjadi saksi rekonsiliasi Prancis dan Jerman paska perang dunia kedua.”
Sidang Raya yang bercorak interkonektif dan inter generasional ini, menjadi wadah bagi pemuda, perempuan, kaum disabilitas dan mereka-mereka yang terpinggirkan selama ini, sebagai refkeksi kasih Allah.
Krieger berharap Sidang Raya ini menjadi semacam booster oikoumenis bagi Eropah, yang mentransformasikan semua orang bagi ekumene global untuk rekonsiliasi dan persatuan.
Saat mengawali laporannya, Acting General Secretary WCC, Rev. Prof. Dr. Ioan Sauca menyampaikan bahwa sidang ini juga dihadiri oleh delegasi gereja-gereja Ukraina. “Ini tidak mudah, karena adanya pembatasan-pembatasan saat ini di Ukraina. Juni lalu saya ditugaskan oleh Central Committe untuk memperoleh jaminan dari otoritas Ukrania, agar mengupayakan mereka bisa keluar dari Ukraina.”
Wakil Moderator WCC, Mary Ann Swenson saat mengawali laporan Central Committe mengatakan, “Relasi adalah sesuatu yang sangat fundamental dalam gerakan oikoumene. Atmosfir Sidang ini ditentukan oleh relasi, dengan segala keunikan kita masing.”
Selanjutnya Swensen juga mengatakan bahwa Kasih Allah memperbarui pikiran dan menguatkan hati serta memperkaya kehidupan. “Tidak ada yang menduga munvulnya Covid 19, sehingga kita harus menunda Sidang Raya ini. Walau demikian, proses digitalisasi memungkinkan kita kini beranjak dari pendekatan analog menjadi digital. Terimakasih kepada semua yang terlibat dalam program WCC walau hanya secara virtual”, kata Swensen.
Swensen juga mengajak peserta untuk belajar, karena pandemi ini mengsjatkan kitan kita untuk rendah hati dan untuk semakin mengandalkan Tuhan. “Walau banyak korban dan kesulitan, tapi tidak ada yang bisa memisahkan kita dari cinta kasih Allah, termasuk kematian akibat covid. Inilah gerakan Allah untuk mengenal kasihNya,” demikian Sauca.
Dalam laporannya, Sauca menyampaikan kerja-kerja WCC, yang dapat diringkaskan dalam tiga aspek, yakni Kerja dalam upaya menggapai kesatuan gereja, Kerja dalam mengatasi fasisme, xenophobia, ketidak-adilan serta Kerja terkait kepemimpinan.
Mengakhiri sesi Pembukaan Sidang, Dr Agnes Abuom, moderator WCC menekankan pentingnya peserta menjadikan Sidang Raya ini sebagai sarana kita untuk bersatu tanpa memandang perbedaan. Lebih dari 125 negara hadir merepresentasikan negara di dunia, dari berbagi denominasi dalam satu spirit yang sama: Kasih Kristus menggerakkan dunia untuk rekonsiliasi dan persatuan.
Sidang Raya ini, selain mendengarkan laporan General Secretary, Laporan Central Committee dan rekomendasi dari berbagai Komisi dalam lingkungan WCC serta rekomendasi pertemuan-pertemuan Pre Assembly, akan mengambil beberapa keputusan, antara lain: arah kebijakan WCC ke depan, sikap Assembly akan berbagai public issues, seruan-seruan kepada para pemangku kepentingan, serta akan memilih dan menetapkan 8 Presiden, Moderator dan dua Wakil Moderator serta dan 150 anggota Central Committe.
Pewarta: Pdt. Gomar Gultom