PADANG,PGI.OR.ID-Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom melantik Pengurus Persekutuan Gereja-Gereja Wilayah Sumatera Barat (PGIW Sumbar) masa bakti 2022-2027, di HKBP Resort Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (27/11/2022). Sebelumnya, persidangan untuk memilih pengurus baru telah dilaksanakan pada 24 Oktober 2022.
Adapun kepengurusan MPH-PGIW Sumbar masa bakti 2027-2027 yaitu Ketua Umum Pdt. Daniel Marpaung. S.Th (HKBP), Ketua I Bidang Koinonia Pdt. Augusman Zega, S.Th (BNKP), Ketua II Bidang Marturia Henry Dunan Sirait, SH (GBI), Ketua III Bidang Diakonia Pdt. Bilman Simanjuntak, S.Th (GKPM), Sekretaris Umum St. Marulitua Siringoringo, S.Pdk (HKBP), Sekretaris I Vic. Erich Emanuel Amazihono, S.Th (GKN), Sekretaris II Pdt. Amos Rabe Tuka, S.Th, M.Pdk (GKSI), Bendahara Pdt. Atong Cancera, M.Th (GKSI), dan Wakil Bendahara Pnt. Antoni Lumbantobing (GPIB). Selain itu, turut dilantik pula dari unsur Komisi, Bidang, BPP, MP, dan Anggota MPL.
PGIW Sumbar adalah salah satu PGIW yang sudah beberapa tahun terakhir ini pasif karena faktor mutasi para pendeta yang adalah pengurus PGIW di Sumatera Barat. Hal ini tentu berdampak pada mandeknya program ekumenis di jejaring ekumenis di Sumatera Barat. Untuk itu, PGI lewat bidang KPG telah mendorong gereja-gereja di Sumatera Barat untuk segera melaksanakan persidangan untuk memilih pengurus yang baru agar program dan jejaring ekumenis kembali terjalin.
Pada kesempatan itu, Ketum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam khotbahnya mengungkapkan, agama yang sejatinya mewartakan damai dan kasih, tak jarang malah menebar kebencian dan kekerasan. Ganti mewartakan kasih malah memprovokasi hingga umat berlomba melakukan kekerasan.
“Mengapa? Persoalannya, dalam mencapai damai bagi dirinya, kita sering mengorbankan damai orang lain. Padahal, perdamaian yang sejati adalah dalam kebersamaan. Salah satu pengganggu utama dari kehidupan yang damai ini adalah kerakusan manusia. Kerakusan ini telah membawa kita kepada keseharian yang banal. Kini hampir tidak ada hari-hari kita tanpa hura-hura,” paparnya.
Keseharian kita, lanjut Pdt. Gomar Gultom, sudah menjadi tempat mengumbar nafsu dan amarah. Ruang publik kita dipenuhi dengan ujaran kebencian, konflik dan kekerasan. Celakanya, hal ini tidak hanya terjadi dalam bidang ekonomi atau politik, tapi juga dalam kehidupan beragama.
“Keseharian yang banal sedemikian didorong oleh kerakusan yang telah begitu dalam mencengkeram kehidupan kita. Kita ingin merebut dan menguasai ruang publik seraya menegasikan hak-hak orang lain. Kerakusan inilah yang membuat kita makin jauh dari damai,” tandasnya.