PADANG,PGI.OR.ID-Riset Setara Institut tentang Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2015, 2017, 2018, hingga 2021 menempatkan kota Padang masuk dalam 10 besar kota dengan tingkat toleransi yang rendah. Sedangkan Riset Maarif Institute tentang Indeks Kota Islami tahun 2016 menempatkan kota Padang peringkat 28 dari 29 kota di Indonesia.
Sementara untuk level provinsi, riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta bekerja sama dengan Pusat Pengkajian Agama dan Sosial Budaya (PPASB) UIN Imam Bonjol Padang di tahun 2018 menemukan, 33% dari 66 guru di Provinsi Sumatera Barat mengajarkan sikap intoleransi yang cenderung radikal di sekolah.
SUSENAS BPS dan Bapenas 2014 tentang perlunya memasukan indikator KBB dalam perencanaan pembangunan menyebutkan: 84% masyarakat Sumatera Barat menolak pendirian rumah/tempat ibdah bagi non-Muslim, 57% masyarakat Sumatera Barat menolak non-Muslim beribadah pada kompleks atau perumahan yang mayoritas Muslim, dan 37,71% masyarakat Muslim Sumbar menolak bertetangga dengan non muslim. Puslitbang Bimas Agama, dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019 tentang indeks kerukunan umat beragama (KUB) menempatkan Sumatera Barat di bawah rata-rata nasional di urutan 33 dengan nilai 64,4.
Mengamati kondisi tersebut, sekaligus sebagai respons terhadap situasi krisis kebangsaan yang terjadi secara nasional, selama empat hari berturut-turut (1-4/12/2022), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bekerja sama dengan PGIW Sumatera Barat, Pelita Padang, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Mission 21, dan Yayasan Samatha Giri, menggelar kegiatan bertajuk: Tanah Air itu Bhinneka (TAB) Goes to Padang.
Kegiatan yang diikuti oleh 30 orang pemuda lintas iman dan budaya ini, berlangsung di Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan Grha Samatha Giri, Padang, Sumatera Barat. Sebelumnya tercatat 315 pemuda yang mendaftar, namun hanya 30 orang yang lolos seleksi panitia. Terbanyak dari Kota Padang, dan yang lainnya dari berbagai daerah, di antaranya Kalimantan, Bali, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Aceh.
Dengan melibatkan pemuda-pemudi lokal, jaringan lokal, dan pemuda-pemudi dari luar Sumatera Barat, peserta akan belajar bersama tentang keberagaman, membangun semangat duta damai, dan berkomitmen untuk membangun perdamaian, persatuan dan keadilan di Sumatera Barat secara khususnya, dan Indonesia secara umumnya.
Nia Sjarifuddin/ANBTI, Leonard Chrysostomos Epafras/ICRS Yogyakarta, dan Rosiana Purnomo/BPR PGI, didapuk menjadi narasumber.
Sekretaris Eksekutif Bidang KKC PGI, Pdt. Jimmy Sormin menjelaskan, sesuai renstra PGI 2020-2024, PGI dengan sengaja dan serius menyoroti KBB dan dialog antariman, sebagai upaya untuk ikut mempromosikan sekaligus mengadvokasi persoalan ini. Dia pun berharap melalui kegiatan ini akan mendorong semakin banyaknya kaum muda yang siap menjadi duta damai, yang memiliki komitmen untuk membangun perdamaian, persatuan dan keadilan. Peserta sengaja ditempatkan di rumah-rumah keluarga yang berbeda budaya dan keyakinan keagamaan, untuk terjadi dialog dan persaudaraaan.
Hal senada juga diungkapkan Nia Sjarifuddin. Menurutnya, melalui kegiatan ini ada transformasi, lewat sharing pengalaman dan sebagainya. “Tujuan hanya satu, untuk bagaimana mereka bisa melihat, merefleksi dirinya sebagai bagian dari Indonesia, bagaimana mereka melihat ada masa lampau, masa kini dan masa depan yang harus mereka lihat. Tapi intinya, ANBTI dan PGI, kita selalu terus berkolaborasi untuk mendorong pola-pola untuk memperkuat persatuan, dan kesatuan terutama dengan anak muda sebagai salah satu agen yang paling penting,” tandasnya.
Sementara itu, Angelique Maria Cuaca, founder Pelita Padang, berharap bersama anak muda kita bisa mendorong Sumatera Barat, secara khusus, yang lebih inklusif dan menghargai semua keberagaman. Dia pun berharap bersama anak muda kita bisa mendorong Sumatera Barat, secara khusus, yang lebih inklusif dan menghargai semua keberagaman.
“Dan sekembalinya dari tempat ini, setelah belajar selama 4 hari akan mendapat tantangan karena mereka hidup dari kultur dan agama yang berbeda, untuk mengelola keberagaman dalam lingkup yang kecil, mereka membawa pengalamannya itu ke daerah mereka dan membuat kegiatan serupa. Sehingga dari kegiatan ini bisa dapat pengalaman, dan mereka bisa menjadi pelaku perubahan, duta damai di daerah mereka,” ujar Ketua Nasional Sobat KBB ini.
Sedangkan selaku tuan rumah, Kepala Pusdiklat Grha Samatha Giri, Bante Viriapholo mengaku bersyukur dan sangat mendukung kegiatan ini karena dilaksanakan oleh pemuda lintas iman. “Sekarang kita melihat intoleransi itu masih kerap melibatkan anak-anak muda. Dari kegiatan ini mereka bisa belajar bagaimana membangun kebersamaan dan toleransi. Saya juga berharap kegiatan ini dapat terus berlanjut dan berkesinambungan,” tandasnya.
Pewarta: Markus Saragih