JAKARTA,PGI.OR.ID-Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada rapat paripurna DPR RI 6 Desember 2022 lalu masih memunculkan sorotan dari berbagai kalangan. Salah satu komentar yang mengemuka adalah KUHP baru dianggap bisa mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Tenaga Ahli Utama, Kedeputian V, Kantor Staf Presiden Dr. Rumadi Ahmad menilai, pendapat tersebut sebuah opini yang menyesatkan, karena tidak disertai penjelasan yang konkrit aspek mana dari KUHP baru yang menjadi ancaman bagi kebebasan beragama dan berkeyakinan.
“Jika yang dimaksud terkait dengan delik keagamaan sebagaimana diatur dalam pasal 300-305, pendapat tersebut tidak sepenuhnya tepat,” kata Dr. Rumadi, dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Kantor Staf Presiden, pada Minggu (12/12).
Dr. Rumadi menegaskan, delik keagamaan di dalam KUHP baru telah diatur dengan formulasi yang jauh lebih baik. Yakni, diarahkan pada perbuatan yang bersifat permusuhan, kebencian, menghasut untuk melakukan kekerasan, serta diskriminasi terhadap agama, kepercayaan orang lain, golongan atau kelompok atas dasar agama dan kepercayaan.
Untuk menghindari adanya kemungkinan penyalahgunaan dalam pelaksanaannya, terang Dr. Rumadi, maka pada pasal 300 dijelaskan bahwa delik tersebut tidak bisa digunakan untuk memidana perbuatan atau pernyataan tertulis maupun lisan yang dilakukan secara objektif dan terbatas untuk kalangan sendiri, atau bersifat ilmiah mengenai sesuatu agama atau kepercayaan yang disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata atau kalimat yang bersifat permusuhan, kebencian atau hasutan. “Penjelasan ini penting karena selama ini delik keagamaan diterapkan secara eksesif,” jelasnya.
Dr. Rumadi juga menyebut, delik kegamaan dalam KUHP baru juga memberi perlindungan yang jelas kepada kelompok minoritas, terutama penganut penghayat kepercayaan yang dalam KUHP lama tidak ada. Hal ini bisa dilihat dalam judul BAB VII KUHP baru yang memuat 6 pasal (pasal 300-305), yaitu Tindak Pidana terhadap Agama, Kepercayaan, dan Kehidupan Beragama atau Kepercayaan.
Atas fakta-fakta itu, Dr. Rumadi tidak membenarkan jika KUHP baru dinarasikan sebagai ancaman terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan. Bahkan, menurutnya, KUHP baru justru memberi perlindungan serta jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang jauh lebih baik dari KUHP lama. “Contohnya, pada KUHP baru sudah tidak lagi memuay norma “Penodaan Agama” Sebagaimana di dalam KUHP lama yang banyak dipersoalkan kalangan aktivis,” tutur Dr. Rumadi.
“Siapapun yang mengikuti dngan cermat proses pembahasan delik keagamaan, akan melihat dengan jelas adanya perbaikan-perbaikan secara substansial dari KUHP lama,” pungkasnya.
Pewarta: Markus Saragih