JAKARTA,PGI.OR.ID-Panja Komisi IX DPR RI mengenai Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama perwakilan lembaga-lembaga keagamaan, seperti PGI, PBNU, PP Muhammadiyah, KWI, Matakin, PHDI, Matakin, dan PKMBI, di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Gedung Nusantara I, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, pada Selasa (11/4/2023).
Sebagaimana diketahui, RUU Kesehatan masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2023. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) telah menyerahkan laporan Penetapan Prolegnas Prioritas 2023 kepada pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna DPR.
Pada kesempatan itu, Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI, Pdt. Henrek Lokra, menyampaikan apresiasi kepada pemerintah dan DPR yang telah mengagendakan pembahasan RUU Kesehatan. Hal ini penting sebagai bentuk tanggungjawab negara terhadap warganya.
“RUU ini diharapkan membawa transformasi yang lebih baik bagi dunia kesehatan di Indonesia. PGI menekankan agar pemerintah selalu hadir dengan mengedepankan civil society tidak hanya sisi bisnis atau profit,” katanya.
Terhadap RUU Kesehatan, lanjut Pdt. Lokra, PGI fokus kepada sejumlah isu, diantaranya disabilitas, tenaga kesehatan, dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Terkait disabilitas, PGI berpendapat perlu untuk lebih memberdayakan disabilitas lebih baik. Rehabilitasi terhadap disabilitas kini tidak hanya rehabilitasi, tapi yang perlu diperhatikan adalah upaya habilitatif, mengingat tidak semua kaum difable perlu untuk direhabilitasi.
Sementara terhadap tenaga kesehatan, PGI berpendapat kejelasan kode etik perlu diperhatikan, sehingga tidak ada kriminalisasi profesi kesehatan, Penting untuk pemerintah terlibat dalam sertifikasi kedokteran, perlu mendorong produksi tenaga medis agar tidak ada wilayah yang kekurangan tenaga medis, serta perlu untuk mendorong kesejahteraan tenaga medis khususnya yang melayani di daerah-daerah terpencil.
“Sedangkan terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS), JKN harus tetap dikelola pemerintah sebagai tanggungjawab negara menghadirkan layanan bagi masyarakat, perlu mendorong agar JKN memperhatian juga upaya promotif dan preventif sehingga bukan saja setelah sakit yang diperhatikan, serta penting untuk memastikan RS melayani pasien yang menggunakan JKN tetap baik,” tandasnya.
Ditambahkan, paradigma RUU Kesehatan masih sangat kontinental. Sehingga perlu memasukkaan paradigma wilayah kepulauan dalam rangka asesibilitas layanan kesehatan. Juga rumah sakit non pemerintah, dan nakes yang melayani agar tidak dihalangi dalam menjalankan pelayanan kesehatan non profit, seperti yang selama ini banyak dilakukan di gereja-gereja.
Diakhir paparannya, Pdt. Henrek Lokra menyampaikan harapan agar RUU ini dapat dibahas secara lebih cermat dan melibatkan semua pihak untuk transformasi bidang Kesehatan di Indonesia. PGI akan merumuskan detail masukan RUU untuk menjadi pertimbangan pemerintah dan dewan.
Sebelumnya, PGI juga telah melaksanakan FGD secara online terkait RUU Kesehatan, bersama sejumlah pakar, aktivis serta praktisi kesehatan, dalam rangka mendapatkan masukan terkait RUU ini.
Pewarta: Markus Saragih