JAKARTA,PGI.OR.ID-Penegakan hukum terhadap pelanggar hukum harus dilakukan secara tegas dan adil, termasuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah yang dijamin UUD 1945. Hak beragama dan kebebasan beribadah tersebut adalah hak yang paling hakiki dalam kehidupan manusia, sehingga negara wajib menjamin dan melindungi pemeluk agama, apapun agamanya.
Hal tersebut ditegaskan oleh praktisi hukum, Jhon SE Panggabean, S.H., M.H, dalam diskusi bertajuk Penegakan Hukum dalam Rangka Kebebasan Beragama dan Beribadah, yang diinisiasi oleh Persekutuan Wartawan Media Kristen Indonesia (PERWAMKI), di Hotel John’s Pardede, Jakarta, pada Jumat (14/4/2023).
“Kasus pelarangan ibadah di Lampung contohnya. Meski kedua pihak menandatangani pernyataan perdamaian kerukunan umat beragama, namun proses hukum tetap berjalan dan pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam hal ini kita patut apresiasi kepada Polda Lampung. Ini menjadi barometer ke depan untuk kasus serupa,” jelasnya.
Jhon Panggabean menambahkan, bahwa Indonesia adalah negara hukum, dimana hukum sebagai panglima. “Siapapun dengan dalil apapun mengganggu atau melarang orang lain yang sedang beribadah, apapun agamanya atau keyakinannya adalah perbuatan melanggar hukum yang harus diproses secara hukum,” ujar Jhon.
Selain itu, negara juga harus mempermudah perijinan pendirian rumah ibadah karena tempat beribadah adalah kebutuhan serta merupakan hak azasi umat beragama. “Peraturan apapun termasuk peratuan dua Menteri harusnya tidak boleh ada bertentangan dengan UUD 1945. Sekarang ini memang sudah ada yang menggugatnya di Mahkamah Agung,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Eksekutif bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI Pdt. Jimmy Sormin. Menurutnya, beragama dan berkeyakinan merupakan hak azasi manusia yang dilindungi Undang-undang di Indonesia. Sebab itu, tidak boleh ada pembiaran terhadap gangguan beribadah dan berkeyakinan. “Negara tidak boleh kalah oleh pelanggaran hukum,” tegasnya.
Menurut Jimmy Sormin, ada 5 masalah/kasus umum Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia yakni; Terkait Rumah Ibadah (Larangan, Pengrusakan, Perizinan yang dipersulit dsb), Penodaan Agama, Hasutan dan Ujaran Kebencian (Hate Speech), Penghayat Kepercayaan dan atau masyarakat adat kelompok agama yang rentan (syiah, Ahmadiyah) dan Pendidikan di Sekolah.
Lebih jauh dijelaskan, pelarangan orang beribadah bukan hanya karena sentimen agama, tetapi cenderung juga marak dimotifi dengan kepentingan politik dan ekonomi. Selain itu, kurangnya pemahaman masyarakat tertentu tentang jenis gereja. Sehingga menganggap setiap orang Kristen dapat beribadah di gereja manapun.
“Misalnya, mereka melihat banyak gereja di sebuah Kecamatan menganggap marak kristenisasi padahal jumlahnya tidak bertambah, hanya gerejanya karena tidak mungkin orang Jawa beribadah di Gereja etnis seperti GKPS,” jelas pendeta GPIB ini.
Meski demikian, dia pun mengingatkan warga gereja untuk peduli terhadap umat lain yang mengalami persekusi.
Pewarta: Markus Saragih