JAKARTA,PGI.OR.ID-Sesi panel khusus tentang ‘Kepemimpinan Integritas: Menuju Akuntabilitas dan Transparansi Bersama’ menampilkan presentasi dari dua pemimpin gereja dan ekumenis senior Asia, Pdt. Dr Henriette Hutabarat Lebang dari Indonesia, dan Uskup Steven Lawrence dari Malaysia, yang mengajak seratus pimpinan gereja dan lembaga ekumenis Asia, untuk mengejar model kepemimpinan integritas yang ditandai dengan kerendahan hati, akuntabilitas, transparansi, dan integritas.
Sesi panel diadakan sebagai bagian dari kegiatan CCA, Asian Church and Ecumenical Leaders’ Conference (ACELC) dan berlangsung di kantor Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jakarta, pada Selasa (2/5/2023).
Pdt. Dr Henriette Hutabarat Lebang, Presiden Dewan Gereja Dunia wakil Asia, mengilustrasikan segi-segi kepemimpinan integritas Kristiani, yang intinya adalah pelayanan, pengorbanan, dan tidak mementingkan diri sendiri. “Kami percaya bahwa kepemimpinan kami harus diilhami oleh Tuhan; bukan karena kekuasaan, hak istimewa, atau posisi,” kata Pdt. Dr Lebang, yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal CCA dari 2010 hingga 2015.
“Pemimpin yang berintegritas dapat dipercaya, dapat diandalkan, dan mampu membuat penilaian yang bijak. Mereka mendapatkan kepercayaan melalui kompetensi dan perilaku etis mereka…terlepas dari tantangan politik, skandal moral, dan masalah lain yang mempolarisasi gereja. Pemimpin seperti itu mengilhami akuntabilitas melalui kemampuan mereka untuk menerima tanggung jawab,” dia berbagi.
Pdt Dr Lebang selanjutnya mengusulkan model ‘kepemimpinan transendental’. Sementara kepemimpinan transaksional berorientasi pada laba dan kepemimpinan transformasional berorientasi pada orang, kepemimpinan transendental berorientasi pada planet, dan memenuhi panggilan planet untuk tata kelola yang baik dari semua ciptaan.
Uskup Steven Lawrence, dari Evangelical Lutheran Church di Malaysia, menyajikan bacaan dari Markus 10:35–45, di mana, dalam konteks permintaan Yakobus dan Yohanes yang tidak sehat akan kepemimpinan dan kekuasaan, Yesus mengungkapkan harapannya akan kepemimpinan dan menumbangkan asosiasi dominan kepemimpinan dengan kekuasaan.
“Tuhan menyatakan diri-Nya kepada kita dalam kebalikan—kemuliaan-Nya ada di kayu salib dan kuasa-Nya dalam kelemahan. Tuhan mengukur kesuksesan bukan dengan otoritas atau prestise, tetapi dengan kerendahan hati sebagai pelayan dan pelayanan. Tuhan tidak menyetujui sikap mementingkan diri sendiri, pemanjaan diri, dan perilaku mementingkan diri sendiri dalam diri para pemimpin yang Dia tunjuk; kebesaran dalam kerajaan Allah datang melalui pelayanan, penderitaan, dan penyangkalan diri,” kata uskup Malaysia itu.
Karmila Jusup dari Mission-21 Office di Indonesia, Pdt. John Gilmore dari National Council of Churches di Australia, dan Pdt. Mery Kolimon dari Gereja Injili Protestan di Timor berbagi tantangan atau hambatan praktis untuk menerapkan kepemimpinan integritas, dari meja peserta.
Yang Mulia Dr Youhanon Mar Demetrios dari Gereja Suriah Ortodoks Malankara menjadi moderator sesi tersebut. (cca.org.hk)