PALANGKARAYA,PGI.OR.ID-Meski sudah 10 tahun, spiritualitas keugaharaian dikedepankan pada 2014 saat Sidang Raya XVI PGI di Nias namun pada kenyatannya roh kerakusan masih lebih menguasai.
Masih maraknya korupsi oleh penyelenggara negara, lemahnya penegakan hukum, eksploitasi sumber daya alam yang abai terhadap pelestarian alam, dan bahkan mengorbankan hak-hak masyarakat adat, serta màfia tanah bebas berkeliaran adalah beberapa yang ditengarai sebagai masih dominannya roh kerakusan daripada keugaharian.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom dalam paparannya terkait tema dan sub tema Sidang Raya ke XVIII PGI di Toraja pada November 2024 mendatang, sesaat setelah Ibadah dan pembukaan Konferensi Gereja Masyarakat PGI 2023 di Palangkaraya, pada Rabu (8/11/2023).
Sidang Raya XVIII PGI di Toraja November 2024, mengambil tema “Hiduplah sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran” (Band. Efesus 5:8b-9).
Namun, lanjut Ketum PGI, untuk mewujudkan kebaikan, keadilan dan kebenaran tersebut akan sulit terwujud ketika kerakusan masih mendominasi. “Keseharian kita begitu banal, ingin meraup sebanyak mungkin, untuk diri kita sendiri, dan mengabaikan berbagai kepatutan dan etika, bahkan mengeksploitasi sesama, yang penting ada kepuasan melampiaskan hawa nafsu dan kenikmatan dunia, perilaku koruptif dan manipulative, syahwat berkuasa, dan lainnya,” tegasnya.
Untuk itu spiritualitas keugaharian, meski belum menjemaat, tetap diperlukan untuk melatari tema “Hiduplah sebagai Terang yang Membuahkan Kebaikan, Keadilan dan Kebenaran” usul Pdt Gomar Gultom.
Kesulitan untuk mengembangkan spiritualitas keugaharian dalam keseharian adalah karena belum dipahaminya secara utuh oleh Jemaat. Olehnya, Pdt Gomar Gultom mengajak para pimpinan gereja untuk terus mensosialisasikan dan mengajak jemaat menghidupi spriritualitas keugaharian ini, misalnya dengan menggali berbagai kearifan lokal, seperti “Silasamo” (ungkapan Toraja) yang berarti sudah cukup untuk saya, dan juga dengan terminologi dan bahasa yang mudah dipahami oleh generasi milineal.
Sementara itu dalam paparannya terkait subtema “Bersama-sama Mewujudkan Masyarakat Majemuk yang Pancasilais dan Berdamai dengan Segenap Ciptaan Allah”, Ketua Umum PGI menekankan pentingnya kesalehan sosial “Kualitas bergereja bisa diukur bila kesalehan tidak sekedar bermakna individual, tetapi juga kesalehan sosial; yang pada gilirannya akan melahirkan sikap-sikap kemanusiaan dalam berbagai kebijakan” politik maupun ekonomi.
Dalam bagian lain, juga disinggung mengenai rusaknya ekosistem akibat kerakusan manusia yang mengeksploitasi alam. Pdt Gomar Gultom mengingatkan bahwa “Kehadiran manusia adalah untuk memelihara kebaikan karena alam diciptakan bukan hanya untuk manusia tetapi juga bagi ciptaan yang lain. Olehnya, Gereja diajak untuk menggaungkan pertobatan ekologis.”
Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan keserempakann gerakan oikoumene agar peran transformatif gereja menjadi optimal. Untuk itu Pdt Gomar Gultom mengajak arak-arakan getkan oikoumenis tidak hanya bethenti di level nasional ataupun sinodal tetapi juga sampai ke jemaat lokal dan bahkan hadirnya kader-kader pengerak oikoumene.
Pewarta: NAS