JAKARTA,PGI.OR.ID-Gereja maupun lembaga kemanusiaan Kristen banyak yang menjalankan programnya di Mentawai. Namun belum ada kordinasi dan kolaborasi antar lembaga yang mengintervensi persoalan-persoalan di daerah itu.
Merespon kondisi tersebut, PGI menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri sekitar 50 orang peserta mewakili gereja dan lembaga kemanusiaan Kristen, di Grha Oikoumene, Jakarta, pada Jumat (14/7/2023).
Mengawali FGD, Ephorus Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM) Pdt. Binsar Parlindungan Sababalat mengungkapkan, banyaknya lembaga yang melayani di Mentawai, maka diperlukan pemetaan serta kolaborasi agar pelayanan kepada masyarakat dapat tertata dengan baik.
Lebih jauh dijelaskan, sejak 1999 Mentawai menjadi kabupaten dengan perobahan yang terjadi sangat lamban. Faktor utama yang mendasarinya adalah mentalitas masyarakatnya yang harus dibangun agar Mentawai ke depan bisa lebih baik.
Dia pun berharap melalui FGD ini, target ke depan semakin terarah, sesuai dengan visi-misi GKPM yaitu bertumbuh dan visioner. “GKPM saat ini memiliki 59 pendeta dengan 38000 jemaat. Kami tidak mengejar kuantitas tapi kualitas, dengan para pendeta yang menjadi pelayan sekaligus motivator,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam arahannya mengingatkan, agar pelayanan di Mentawai jangan hanya untuk kepentingan sektoral yang akhirnya justru memperlemah Mentawai. “GKPM harus dikedepankan menjadi tuan rumah di Mentawai,” tandasnya.
Ditambahkan, Sidang MPL-PGI yang akan dilaksanakan di Mentawai pada Januari 2024 nanti, merupakan wujud kepedulian gereja dalam rangka memperkuat GKPM menjadi sarana untuk melayani masyarakat.
Dalam FGD, selain sharing informasi, dan membahas kemungkinan kolaborasi antar lembaga, peserta juga menggali permasalahan serta kebutuhan masyarakat Mentawai, terutama kesenjangan masih perlu diproritaskan. Setidaknya ada sejumlah permasalahan yang mendapat perhatian yaitu terkait pendidikan, kesehatan, transportasi, telekomunikasi, dan pemberdayaan perempuan.
Sebagai tindak lanjut, FGD mensepakati perlunya pertemuan rutin, rencana yang terintegrasi, pembentukan tim kerja, sharing data, adanya semacam sister city yang menjadi mentor, membekali pendeta muda di lingkungan GKPM lewat pelatihan-pelatihan, dan melibatkan berbagai lembaga termasuk perguruan tinggi Kristen.
Ditemui usai FGD, Ephorus GKPM Pdt. Binsar Parlindungan Sababalat mengaku sangat bersyukur. “Dengan isu-isu yang sudah disampaikan sangat banyak, dan teman-teman sudah merespon dengan baik sehingga ke depan kita harapkan ada tindak lanjut, tidak hanya berhenti sampai di sini karena sangat bermanfaat bagi Mentawai,” ujarnya.
Menurutnya, tinggal bagaimana mengeksekusi semua kerinduan-kerinduan GKPM untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang juga menjadi prioritas, sehingga semakin membangkitkan semangat masyarakat Mentawai, dan mereka tidak menjadi orang asing di tanahnya sendiri.
FGD yang berlangsung sekitar 3 jam itu, diikuti oleh sejumlah perwakilan, di antaranya dari HKBP, GBKP, GKI, GPIB, GOSZA, Yayasan Pondasi Hidup, Perkantas, Yayasan Jangkar Indonesia Karitas Indonesia, Universitas Kristen Maranatha, Yaski, Pelkesi, Jaringan Komunitas Kristen untuk Penanggulangan Bencana, MDS, dan Yakkum.
Pewarta: Markus Saragih