JAKARTA,PGI.OR.ID-Rekam jejak serta dinamika sosial, ekonomi, politik, dan budaya, yang terjadi di Papua selama hampir 20 tahun terakhir, terekam dalam memori seorang tokoh muda sekaligus aktivis Papua, Markus Haluk, yang disajikan secara komprehensif dalam 5 buku Seri Sejarah Politik, HAM dan Demokrasi di West Papua, yang diluncurkan di Grha Oikoumene, Jakarta, pada Kamis (15/6/2023).
Markus Haluk menyelesaikan Pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Jayapura tahun 2004. Sejak mahasiswa hingga saat ini, ia tercatat sebagai aktivis HAM dan banyak terlibat melakukan advokasi korban kekerasan di tanah Papua.
Bersamaan dengan peluncuran, juga dilakukan bedah buku Seri Sejarah Politik, HAM dan Demokrasi di West Papua dengan menghadirkan tiga orang penanggap, Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid, Akademisi UKI Dr. Antie Solaiman, dan Peneliti BRIN Prof. Dr. Cahyo Pamungkas.
Prof. Cahyo Pamungkas melihat lima seri Buku Sejarah Politik, HAM dan Demokrasi di West Papua ini merupakan bagian dari kebebasan dan tanggungjawab akademiknya sebagai Professor Riset untuk membedahnya sebagai catatan atas penulisan buku dari seorang Calon Pastor, Markus Haluk.
“Buku ini bisa menjadi counter terhadap beberapa buku sejarah tentang Papua yang dibuat oleh pemerintah. Maka biar orang Papua sendiri yang membaca dan menganalisis tentang Papua. Anggap buku ini sebagai pelurus sejarah, dan karena ada yang belum selesai, serta Papua belum menjadi rumah yang memberi rasa keadilan bagi semua,” ujarnya.
Sementara itu, Anti Solaiman melihat buku ini, terkhusus yang keempat, isinya masih menceritakan bahwa luka itu masih ada, dan dirasakan hingga saat ini. Masalah keadilan yang masih menjadi persoalan besar, termasuk politik, ekonomi dan moral.
Senada dengan apa yang disampaikan Prof. Cahyo Pamungkas, Usman Hamid juga berpendapat buku ini bisa menjadi narasi alternatif dari yang sudah diterbitkan oleh pemerintah. Buku ini juga memberi sumbangsih besar bagi keilmuan, sekaligus sebagai masukan yang besar untuk membantu pemerintah.
Lanjut Usman Hamid, buku ini sangat menarik karena seperti penulis sedang mempertontonkan kepada pembaca bagaimana implementasi Pancasila dalam konteks Papua.
“5 seri buku ini menggambarkan kepada pembaca bagaimana orang Papua sangat yakin di dalam kesulitan yang dihadapi Tuhan ada bersama mereka, bagaimana mereka merasakan persoalan kemanusiaan itu sesuatu yang sangat berharga untuk terus diperjuangkan, bagaimana menjadikan keberagaman suku suku di Papua untuk menjadi suatu kekayaan untuk berjuang bersama dalam satu tungku, bagaimana membangun demokrasi untuk mendapatkan hikmat dan kebijaksanaan sehingga tetap bisa melangkah bersama dan bagaimana keadilan di Papua harus terus diperjuangkan. Walaupun tidak berurutan seperti sila-sila dalam Pancasila tapi serial 5 buku ini sangat lengkap ditulis mengenai apa yang dialami dan dirasakan oleh penulis,” paparnya.
Pewarta: Markus Saragih