JAKARTA,PGI.OR.ID-Telah lebih dari 5 dekade sejak Papua berintegrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, konflik bersenjata di Papua tak kunjung selesai. Situasi demikian sangat mencekam dan mengancam nyawa penduduk lokal yang berada di wilayah-wilayah konflik tersebut.
Akibatnya, pilihan paling terburukpun diambil yaitu mengungsi sejauh-jauhnya keluar dari lokasi konflik. Perempuan dewasa serta anak-anak usia sekolah termasuk remajapun ikut mengungsi karena tidak ada pilihan lain.
Aktivitas belajar-mengajarpun lumpuh, pelayanan kesehatanpun tidak jauh berbeda, terhenti sama sekali karena baik guru maupun petugas kesehatan tidak ada yang berani mengambil risiko yang mengancam keselamatan nyawanya. Merekapun ikut dalam iring-iringan pengungsian.
Menyoroti kondisi ini, Biro Papua PGI menginisiasi pertemuan dalam rangka koordinasi dan konsolidasi bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi (IDPs) korban konflik bersenjata di Papua, di Grha Oikoumene, Jakarta, pada Jumat (6/10/2023).
Kegiatan yang berlangsung secara hybrid ini, diikuti sejumlah lembaga yang concern terhadap persoalan pengungsi, diantaranya UEM Asia, Wahana Visi Indonesia, Yayasan Jangkar Indonesia Cerah, ADRA Indonesia, Mission 21 Regional Asia, MDS, YLKA, USAID, PELKESI, GKI Jabar, YFHI, dan Caritas Indonesia.
Menurut Kepala Biro Papua PGI Pdt. Ronald Tapilatu melalui kegiatan ini diharapkan ada persamaan persepsi dari peserta yang hadir tentang kesulitan yang dihadapi para pengungsi, dan akan menjadi dasar kajian untuk merumuskan langkah serta strategi bersama terkait upaya penanganan pengungsi korban konflik bersenjata tersebut.
“Dari penyamaan persepsi itu pada akhirnya akan dapat menghasilkan diantaranya konsep bersama yang dirumuskan sebagai strategi penanganan pengungsi, ada sistem koordinasi dan kontijensi yang dibangun, ada pembagian peran dengan pelibatan penuh gereja-gereja lokal sebagai mitra utama dalam penanganan pengungsi, dan ada garis besar program yang akan dilakukan secara bersama,” tandas pendeta dari GKI Tanah Papua ini.
Mengawali pertemuan, perwakilan Sinode GKI Tanah Papua, Sinode Kingmi Papua, Keuskupan Jayapura, dan Keuskupan Manokwari-Sorong serta perwakilan Sinode GKII Papua menyampaikan kondisi terkini para pengungsi di Papua. Diinformasikan bahwa pengungsi masih tersebar di sejumlah tempat antara lain Kabupaten Timika, Nabire, Paniai, Wamena, Jayapura dan Sorong, Sorong Selatan, dan Maybrat, dengan jumlah pengungsi yang sangat banyak dan variatif.
Sementara kondisi mereka (para pengungsi, red) sangat memprihatinkan, karena ada yang terpaksa tinggal di hutan, goa, dengan perlengkapan seadanya. Menarik disampaikan bahwa gereja masih menjadi pihak yang sangat dipercaya untuk menyalurkan bantuan bagi para pengungsi.
Rencana tindak lanjut dari pertemuan ini, disepakati untuk merumuskan bersama sitrep (situation report), membangun sistim koordinasi dan kontijensi, saling berbagi peran, sosialisasi keberadaan pengungsi kepada otoritas untuk mendapat pengakuan pemerintah dan gencatan senjata serta distribusi logistik melalui gereja-gereja setempat.
Selain itu, diperlukan upaya penguatan kapasitas para pekerja gereja di Papua dalam hal manajemen bencana melalui Unit PRB yang telah dibentuk agar dapat menangani para pengungsi dengan baik. PGI akan menjadi sentra pengendalian logistik yang akan disalurkan ke gereja-gereja yang melayani di wilayah-wilayah konflik tersebut.
Pewarta: Markus Saragih