JAKARTA,PGI.OR.ID-Kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor telah berjalan selama 10 tahun. Namun hingga kini kasus tersebut belum juga terselesaikan. Padahal Pemkot Bogor pada Desember 2019 dalam sebuah pertemuan menegaskan pengembalian kembali GKI Yasmin dan pembukaan segel tinggal menunggu waktu. Namun, alih-alih membuka segel gereja justru rencana relokasi yang kembali muncul.
“Maret 2021, Pemkot Bogor melalui Wali Kota Bima Arya melayangkan surat yang isinya menawarkan lahan baru yang jaraknya hanya 2 kilometer dari GKI Yasmin. Ini bukti dia tidak konsisten. Alih alih-alih fokus buka segel tapi malah buka lahan baru. Ini juga tindakan negara yang masuk terlalu jauh masuk ke institusi Gereja, sehingga memecah-belah jemaat gereja,” ujar perwakilan pengurus GKI Yasmin Bona Sigalingging dalam konferensi pers secara virtual di Komnas HAM, Jakarta, pada Jumat (7/5).
Menurut Bona, seharusnya Pemkot Bogor patuh pada putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 127 PK/TUN/2010 yang menyatakan sahnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GKI Yasmin. Selain itu, status sahnya IMB GKI Yasmin, juga diakui oleh Ombudsman RI berdasarkan rekomendasi nomor 0011/REK/0259.2010/BS-15/VII/201.
“Kami dan teman-teman lain yang selama ini ikut mendampingi, menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan Bima Arya. Dan mendesak agar Presiden segera mengambil tindakan yang perlu dan sesuai hukum dan konstitusi, untuk memastikan bahwa seluruh kepala daerah, termasuk Walikota Bogor, tunduk pada hukum dan konstitusi negara, dengan segera membuka segel ilegal yang sampai saat ini masih dipasang di gereja GKI Yasmin,” jelasnya.
Dukungan terhadap GKI Yasmin, juga disampaikan Bonar Tigor Naipospos dari SETARA Institute yang hadir dalam konprensi pers tersebut. Menurutnya, kasus ini harus segera diselesaikan. “Apalagi sudah jelas IMBnya, maka harus dapat haknya. Tapi masih saja terjadi tarik menarik, janji tidak terealisir malah ikut tekanan dari kelompok lain sehingga cenderung cari aman. Kasus Yasmin harus diselesaikan segera dan di lokasinya yang sekarang dimana rumah ibadah itu sudah didirikan,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan Rafendhi Djamin dari Human Right Working Group (HRWG). Rafendhi menegaskan, menurut undang-undang, gereja yang berlokasi di Jl. KH Abdullah bin Nuh Kav 31 Taman Yasmin Bogor ini sebenarnya sudah memiliki kekuatan hukum sehingga harus dipenuhi segala hak-haknya. “Jika tidak dapat dilaksanakan saya sepakat harus ada langkah tegas dari pemerintah pusat. Bukan hanya terhadap persoalan GKI Yasmin tetapi juga terhadap persoalan lain,” tegasnya.
Sementara itu, mewakili PGI, Pdt. Henrek Lokra menuturkan, posisi PGI tetap konsisten yaitu mendukung perjuangan terhadap perlindungan HAM, dan penegakkan hukum. Sehingga dalam perkembangan penyelesaian kasus GKI Yasmin, penegakkan hukum, dialog dan kebebasan beragama tidak boleh ditinggalkan.
Dipenghujung konprensi pers, Beka Ulung Apsara dari Komnas Ham menuturkan, pihaknya akan mengingatkan Pemkot Bogor untuk mempertimbangkan semua aspek hukum yang ada di Indonesia dalam melihat persoalan GKI Yasmin. Dan perlunya melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah pusat melalui instansi terkait seperti Kemenag, Kemendagri, Polhukam, dan Kepolisian, agar kasus ini segera selesai dan diterima semua pihak. Termasuk melibatkan Sinode GKI, dan PGI.
Pewarta: Markus Saragih