JAKARTA,PGI.OR.ID-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta mengeluarkan tiga rekomendasi terkait krisis iklim dan buruknya tata ruang di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Dalam siaran persnya yang dikeluarkan pada Jumat (26/5/2023), Walhi Jakarta meminta, dihentikannya segala aktivitas pembangunan, yang menambah beban lingkungan dan berpotensi merusak lingkungan di DKI Jakarta, serta berfokus pada agenda pemulihan lingkungan hidup yang berkeadilan.
Rekomendasi kedua, yakni melakukan evaluasi atas seluruh tata kelola lingkungan hidup di Jakarta, terutama tata perizinan yang merampas penikmatan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Selanjutnya, Walhi Jakarta meminta, pemerintah setempat menempatkan masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya, sebagai subjek utama pembangunan sehingga arah pembangunan Jakarta berorientasi pada kebutuhan masyarakatnya.
Ketiga rekomendasi tersebut, disebut Walhi Jakarta, mengingat kota metropolitan ini, sedang menghadapi tantangan yang tak terelakkan. Dimana tata ruang yang berorientasi pada kepentingan ekonomi tidak berwawasan ekologi serta krisis iklim yang terjadi secara global telah terakumulasi memperparah kerawanan Jakarta yang secara geografis sudah memiliki potensi bencana alami. “Hal tersebut turut juga diperparah dengan kecenderungan pemerintah, yang menjawab persoalan lingkungan hidup dengan pendekatan praktis melalui proyek infrastruktur,” tanda Walhi Jakarta.
Secara geografis, disebutkan, Jakarta yang berbentuk cekungan dan menjadi muara dari 13 sungai yang berhulu di luar kota memiliki kerentanan alami terhadap beberapa bencana seperti banjir sungai dan rob. Bagian selatan Jakarta yang cenderung berbukit, menurut Walhi Jakarta, juga memiliki potensi kerawanan longsor. Sementara semakin ke Utara yang terbentuk dari tanah lapisan aluvial, cenderung berpotensi mengalami penurunan tanah dan banjir rob.
Walhi Jakarta menuturkan, dampak yang disebabkan dari adanya kirisis iklim dan gagalnya perencanaan di jakarta, sangatlah dirasakan langsung oleh masyarakat Jakarta. “Warga Pulau Pari, salah satu dari masyarakat Jakarta yang mengalami dari adanya kirisis iklim, banjir rob yang biasanya terjadi setahun maksimal dua kali terus mengalami peningkatan,” terang Walhi Jakarta.
Pada tahun 2022 saja, lanjut mereka, ada total 11 hari kejadian rob. Selain semakin sering, banjir rob juga semakin besar dan lebih jauh menjangkau daratan. Kemudian ruang-ruang bermain anak serta tempat ibadah juga ikut menghilang karena adanya banjir rob. Hal demikian dialami oleh masyarakat muara baru penjaringan Jakarta utara.
Mendasari dari data BPBD DKI Jakarta, tambah mereka, sepanjang 2017-2022, kejadian cuaca ekstrim telah memunculkan 33 kejadian angin kencang dan 1460 pohon tumbang. Pada rentang tahun yang sama, cuaca ekstrim juga menyebabkan 8 orang meninggal dunia dan 896 sarana rusak.
Kemudian dari adanya National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), disebutkan Walhi Jakarta, berdampak bagi Kepulauan Seribu Selatan yang tengah mengalami krisis dan ancaman tenggelam, Nelayan Tradisional dengan kapal <10G dan perolehan Rawmaterial di Wilayah Banten (pasir), Bogor (Tanah), dan Wilayah Lain.
Walhi Jakarta mencatat dari adanya kegagalan perencanaan tata ruang dan krisis iklim di jakarta, juga menjadikan kelompok rentan mengalami beban yang berlipat ganda. Hal demikian dialami oleh perempuan nelayan di pesisir dan pulau-pulau kecil karena harus bekerja pada ranah domestik dengan situasi krisis air bersih, ekosistem yang rusak membuat perempuan kehilangan ruang untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
Ditambah, perempuan harus mencari tambahan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya saat suaminya sulit mencari nafkah. situasi ini bahkan lebih berat dialami oleh perempuan kepala keluarga. “Gagalnya perencanaan di Jakarta dialami oleh adik-adik disabilitas, yang mengalami relokasi sekolahnya yang terdampak dari pencemaran debu batu bara, dikarenakan jarak sekolahnya yang paling dekat dengan pelabuhan bongkar muat,” ungkap mereka.
Pewarta: Tiara Salampessy