SABU, PGI.OR.ID – “Hari itu, Senin (5/4) semua orang berlari ke daerah yang lebih tinggi, salah satu di gereja saya GMIT…yang memang tinggi. Mereka lari karena mendengar kabar ada tsunami yang akan datang. Hal itu juga diperkuat suara pukulan ke tiang listrik berkali-kali sehingga warga berhamburan keluar,” kata Pdt. John Waduneru bercerita suasana kala bencana Siklon Seroja melanda Sabu.
Ia menambahkan, gejala air yang surut di laut hingga beberapa meter yang memicu hoax menyebar di warga. “Kalau tsunami itu ada gempa lebih dulu tapi ini tidak. Memang air laut surut tapi tidak gempa, bahkan saya mengecek info ke BMKG tidak ada info tsunami, cuma warga percaya kabar ada tsunami dan mereka berlari ke luar di malam itu padahal gelap gulita. Saya temui jemaat di gereja bahwa tak ada tsunami dan itu hoax. Akhirnya warga percaya dan berangsur-angsur kembali ke rumah mereka,”ujarnya.
Hoax di Kupang
Nyebarnya hoax adanya tsunami juga terjadi di Kupang. Menurut Pdt.Wanto, kala bencana terjadi warga berlari ke tempat-tempat tinggi. “Rumah saya memang di daerah dekat pesisir jadi banyak warga yang sudah keluar dari rumah. Saya cek info, tidak terjadi gempa dan gejala tsunami cuma hoax ini sudah menyebar kemana-mana membuat banyak orang berlari menyelamatkan diri, kacau memang,” katanya.
Pada akhirnya memang tidak terjadi terjadi seperti hoax yang beredar. “Ya akhirnya warga kembali ke tempatnya masing-masing. Memang dalam situasi panik, kita mudah sekali percaya pada hoax dan itu jadi pelajaran bagi kita. Waspada harus kita lakukan tapi kita jangan mudah percaya pada hoax,” ujarnya.
Per warta : Phil Artha