JAKARTA,PGI.OR.ID-Para utusan gereja-gereja yang hadir pada Asian Church and Ecumenical Leaders Conference (ACELC), yang digelar atas kerja sama CCA, PGI dan GPIB, bertempat di Hotel Milenium, Jakarta (1/5/2023), diharapkan bisa saling belajar pada konferensi ini.
“Saya berharap para pimpinan gereja yang hadir pada konferensi ini, bisa saling belajar,” ujar Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom, usai pembukaan ACELC.
Menurut dia, pimpinan gereja di Indonesia, sedikitnya 30 gereja di sini yang hadir dari Indonesia, bisa belajar dari para pimpinan gereja dari Asia yang hadir pada konferensi ini.
Pdt. Gultom katakan, Asia ini identik dengan kemiskinan. Tapi Asia juga identik dengan kemajemukan. “Bagaimana sekarang kita belajar dari negara-negara tetangga. Bagaimana gereja hadir menghadapi kemiskinan dan kemajemukan,” tuturnya.
“Saya berharap lewat konferensi ini ada semacam dasar pemikiran yang kuat, baik secara teologis tapi juga secara sosiologis, yang bisa diterapkan bagi gereja-gereja anggota di Asia,” tambah Pdt. Gultom.
Tapi Indonesia, kata dia, juga bisa memberikan sumbangan bagi koferensi ini. Dalam banyak hal gereja-gereja di Indonesia sudah selangkah lebih maju dibandingkan, dengan negara lain. “Tentang, misalnya good governance yang dibicarakan di sini. Saya kira gereja-gereja di Indonesia sudah lebih maju. Kita sudah punya code of condact tentang pengelolaan keuangan gereja,” ungkapnya.
Selanjutnya Pdt. Gultom berharap, momen ini juga bisa memperkuat seluruh gereja-gereja Asia, untuk mempersiapkan sidang raya yang akan datang.
Senada dengan Pdt. Gultom, harapan yang sama soal kesempatan saling belajar, disampaikan Pdt. George Noya, peserta dari GPIB, saat berbicara dengan Tim PGI.OR.ID. “Lewat konferensi ini, selain kita dapat mengembangkan relasi dalam hubungan dengan gereja-gereja lain baik di Indonesia maupun se-Asia, kita juga bisa saling belajar,” ujarnya.
Harapannya lewat kegiatan ini, kata Pdt. George, dapat mewujudkan spiritualitas para pemimpin gereja yang mengedepankan semangat economical. Karena semangat economical itu, menurut dia, itu dapat mengatasi segala perbedaan dan tetap mempertahankan Kesatuan. “Baik dalam hubungan secara internal gereja itu sendiri, maupun dalam hubungan dengan gereja-gereja yang lain,” ucapnya.
Pdt. George katakan, ini memang harus dimulai dari para pemimpin gereja, dan kalau bisa hadir di tempat ini, dan juga belajar tentang bagaimana membangun relasi dalam membangun semangat economical itu.
Maka, kata dia, harapannya terwujud pemimpin-pemimpin gereja, baik di Indonesia maupun di Asia ini, yang dapat menghadirkan damai sejahtera Allah dalam hubungan satu dengan yang lain. “Terus berkarya tetap kuat, teguh dan tentu menjadi berkat,” pungkasnya.
Pewarta: Tiara Salampessy