JAKARTA,PGI.OR.ID-Dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan wakil presiden KH Mahruf Amin Rabu 20 Oktober 2021, sejauhmana kinerja presiden dalam mengemban tugas membangun bangsa. Disisi lain bagaimana sikap presiden dan wakil presiden menghadapi kritik dari masyarakat. Merespons dua tahun pemerintahan Jokowi-Mahruf, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Gomar Gultom M.Th mengajak masyarakat memiliki pandangan yang jernih dalam menyikapinya.
Lebih lanjut Pdt Gomar menegaskan bahwa Joko Widodo menjadi presiden itu mewarisi kondisi bangsa yang amat sangat sulit baik secara politik kita masih menghadapi budaya politik yang belum sempurna, secara ekonomi juga masih melihat ketimpangan antara barat dan timur, antara mereka yang memiliki akses yang luar biasa terhadap sumber daya alam dan mereka yang terpinggirkan itu sangat menganga jaraknya. Di mana perekonomian terpusat di Jawa.
Pak Jokowi mewarisi kondisi yang seperti itu artinya memperbaiki keadaan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pada periode pertama Presiden Joko Widodo sudah menetapkan dasar-dasar pembangunan yang merata di seluruh Indonesia dan ini belum terjadi sebelumnya. “Saya kebetulan di Toraja untuk menghadiri sidang sinode Gereja Toraja, saya menyaksikan sendiri bagaimana ada perubahan pembangunan yang signifikan dibanding lima tahun yang lalu dan hampir semua Indonesia Timur mengalami perubahan itu”, ujar Gomar yang dua kali menjabat Sekum PGI ini.
Bukan saja di Indonesia Timur pembangunan itu merata dilakukan tetapi juga di Jawa yang sebelumnya banyak pembangunan mangkrak oleh Jokowi diselesaikan.
Pendeta Gomar mengakui bahwa presiden Jokowi bukanlah manusia sempurna perlu mengoreksi, bagaimanapun budaya korupsi sebelumnya memang tidak mudah dituntaskan, namun kita sebagai masyarakat di periode keduanya ini presiden bisa menuntaskan ini semua terutama persoalan korupsi.
Kemudian kalau ada wacana akan ada demonstrasi saat peringatan dua tahun kepemimpinannya presiden Jokowi-Mahruf, Pdt Gomar mengatakan sah-sah saja masyarakat mengungkapkan isi hatinya untuk menyalurkan aspirasinya. Cuma diharapkan lebih obyektif melihat situasi, artinya apa yang kita harapkan tidak serta merta terwujud.
Menanggapi adanya kelompok-kelompok tertentu yang menghendaki Jokowi Mahruf turun, Gomar melihat tidak ada alasan untuk itu, menurunkan presiden itu kan harus melalui proses-proses politik dan hukum. Sedangkan presiden sejauh ini tidak melanggar undang-undang artinya tak ada alasan untuk itu.
Kalau ada kepentingan-kepentingan politik, lalu dalam demo besuk ada yang ingin menurunkan presiden harap sabarlah menunggu tahun 2024 nanti. Lebih lanjut Gomar menegaskan sebaiknya sahwat-sahwat politik itu juga harus diatur dalam mekanisme kepemimpinan lima tahunan. Kalau alasan ketidaksukaan saja, lalu mau jadi apa negeri ini. Kecuali presiden dan wakil presiden sudah nyata-nyata melanggar undang-undang, ini kan tidak. Janganlah karena hanya sekedar alasan memuaskan orang-orang tertentu lalu meminta presiden turun. Presiden pastinya tidak bisa memuaskan semua orang. Makanya bagi masyarakat harusnya kita lihat manfaatnya lebih besar yang mana?
Perihal kritik kepada presiden, Pdt Gomar Gultom mengatakan bahwa presiden itu dibantu banyak orang dalam hal ini kementerian. Untuk itu Pdt Gomar mengajak dalam menyampaikan kritik sampaikan kepada yang berkompeten, misalnya masalah pembangunan infrastruktur dianggap kurang sampaikan kritik itu ke menteri PUPR kemudian masalah korupsi yang kurang tuntas sampaikan kritik tersebut lewat KPK dan sebagainya.
“Dalam penyampaian kritik semua kan ada jalurnya artinya semua itu tidak lantas apa-apa ke presiden, contoh ada maling ayam kok langsung diserahkan ke Tuhan, kan harusnya ke Polisi. Jadi semua ada salurannya, jangan semua tiba-tiba ke presiden kan repot”, tegasnya.
Kecuali jika saluran-saluran politik, hukum sudah buntu semua barulah kepada presiden, nyatanya ini tidak dan semua saluran masih bekerja dengan baik. Kalau andaikan ada demo, saat pemerintah sedang berupaya mengembalikan pemulihan masa pandemi, Pdt Gomar berharap ini kan masih masa-masa sulit akibat pandemi yang hampir dua tahun harapannya kalau ada yang demo tetap harus mengedepankan prinsip-prinsip demokratis, sopan dan menjaga jarak dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Sedangkan untuk aparat dalam mengamankan pedemo tetaplah mengedepankan secara kultural tidak dengan kekerasan tetapi tetap tegas. Maksudnya tidak bisa pihak kepolisian mengedepankan secara kultural dan membiarkan tindakan anarkis. Di sisi ini memang kita menghendaki polisi melakukan pendekatan soft, lembut dengan pendekatan kultural tetapi kalau masyarakat sudah melampaui batas-batas kewajaran polisi atau aparat harus bertindak tegas, terutama persoalan protokol kesehatan jangan sampai pandemi yang sudah melandai ini akan muncul kluster baru kembali.
“Jangan hanya kepentingan sekelompok orang lalu mengorbankan bangsa ini menjadi sulit akibat pandemi padahal hanya memuaskan sekelompok segelintir orang karena shawat politiknya ngga karu-karuan,” pungkasnya.