JAKARTA,PGI.OR.ID-Koalisi Kemanusiaan untuk Papua dalam siaran persnya yang dikeluarkan pada Senin (20/9/2023), menyesalkan dugaan kekerasan yang kembali terjadi di Tanah Papua. Saksi mata mengatakan bahwa pada 17 September 2023 sekitar pukul 23.30 waktu Keneyam, Kabupaten Nduga, aparat kepolisian memasuki kantor Klasis Gereja Kemah Injil (KINGMI) setempat secara paksa tanpa surat perintah.
Menurut informasi Dewan Gereja Papua, polisi diduga masuk ke area kamar tidur yang berada di lantai dua gereja, membangunkan, menginterogasi, menarik dan memukul dengan keras para penghuni yang sedang beristirahat. Ketua Klasis juga dilaporkan mengalami benturan yang diduga diakibatkan oleh tendangan aparat.
Selain dugaan kekerasan, aparat kepolisian juga diduga merusak pintu kamar di dalam bangunan gereja. Tiga orang juga dilaporkan ditangkap secara sewenang-wenang dan dibawa ke Polres Keneyam karena diduga sebagai pendukung kelompok pro-kemerdekaan.
Insiden ini merupakan bagian dari kekerasan berulang yang masih terus terjadi di Tanah Papua. Dua hari sebelumnya, yakni pada tanggal 15 September 2023, lima warga sipil juga ditemukan tewas di muara Sungai Brasa, Dekai, Kabupaten Yahukimo. Polisi menemukan jenazah mereka setelah kontak senjata dengan kelompok pro-kemerdekaan.
Dalam kurun setahun terakhir, kekerasan dengan berbagai bentuk masih berlangsung secara intensif dan sebagian besar kasus lenyap tanpa adanya akuntabilitas negara. Hal ini mengingatkan kita akan kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Hitadipa tahun 2020. Hingga hari ini, terduga pelaku baru diproses di Pengadilan Militer di mana tiga terdakwa yang disidangkan berbeda dengan temuan investigasi tim gabungan independen pencari fakta yang dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan maupun hasil investigasi tim kemanusiaan Intan Jaya yang dimotori masyarakat sipil.
Kasus ini pun semakin mempertebal rentetan peristiwa kekerasan yang terus menimbulkan korban warga sipil di Papua. Dalam kurun waktu 2023 (Januari – Agustus) saja, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat setidaknya telah terjadi 31 peristiwa kekerasan meliputi penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang dan tindakan kekerasan lainnya.
Fenomena ini tidak terlepas dari cara pandang sekuritisasi yang terus berlangsung di Bumi Cenderawasih, salah satunya dengan penempatan aparat TNI-Polri – yang akhirnya membuat eskalasi kekerasan tak kunjung mereda. Kejadian di Nduga, Yahukimo maupun Hitadipa berpotensi menguatkan impunitas di Tanah Papua.
Sebagai kelompok masyarakat sipil yang fokus pada kemanusiaan di Tanah Papua, Koalisi Kemanusiaan untuk Papua turut mengingatkan negara bahwa dalam kondisi apapun warga sipil, termasuk rohaniwan atau pekerja gereja, harus selalu dilindungi keamanannya, dipenuhi seluruh haknya serta diperlakukan secara manusiawi, sesuai dengan nilai yang terkandung dalam hukum humaniter internasional.
Oleh karena itu, Koalisi Kemanusiaan untuk Papua mendesak:
- Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk segera menyelidiki dugaan kekerasan di Gereja KINGMI dan pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Yahukimo
- Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk segera membawa terduga pelaku ke proses peradilan yang adil dan terbuka
- Pemerintah dan aparat keamanan Indonesia segera mengevaluasi pendekatan keamanan yang berlangsung untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, dan menegakkan hak asasi manusia di Tanah Papua.
Koalisi Kemanusiaan untuk Papua
Koalisi Kemanusiaan Papua adalah kemitraan sukarela yang pertama kali bekerja sama dalam kasus pembunuhan Yeremia Zanambani di bulan September 2020. Koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi dan individu, yaitu Amnesty International Indonesia, Biro Papua PGI, Imparsial, KontraS, Federasi KontraS, Aliansi Demokrasi untuk Papua, KPKC GKI-TP, KPKC GKIP, SKPKC Keuskupan Jayapura, Public Virtue Research Institute, PBHI, dan peneliti Cahyo Pamungkas.
Pewarta: Markus Saragih