BOGOR,PGI.OR.ID-Selama masa pandemi covid 19, penanganan isu HIV/AIDS dirasa kurang mendapat perhatian. Masih banyak masyarakat belum memahami tentang HIV/AIDS dengan baik. Untuk itu, PGI bersama WCC, dan UNAIDS mengadakan lokakarya dan konsultasi yang diikuti lembaga masyarakat yang bergerak dalam penanganan isu HIV/AIDS dan para pegiat lintas agama yang peduli terhadap isu HIV/AIDS ini.
Lokakarya yang berlangsung sejak 19-21 Oktober 2022 ini, dilaksanakan di Pondok Remaja PGI, Bogor. Lokakarya ini diisi oleh narasumber yang berasal dari PGI, WCC, Kemenkes RI, Global Fund dan UNAIDS. Gracia Ros dari WCC sengaja hadir dalam acara ini dari Bolivia. Juga peserta yang hadir berasal dari berbagai daerah, dari Aceh sampai Papua.
Apa Kata Gereja?
Pdt Jimmy Sormin Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI mengajak peserta melihat Alkitab yang mendokumentasikan pelayanan Yesus. Dalam setiap pelayanan Yesus, selalu membawa khotbah, pengajaran dan kesembuhan. Hal ini pun menjadi pelayanan gereja sampai sekarang: pelayanan khotbah, pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan. Sejak tahun 2005, PGI sudah menginisiasi Komite AIDS yang mendorong gereja-gereja memiliki unit khusus untuk penanganan isu HIV/AIDS.
Gracia Ros dari WCC membagi cerita tentang dokumen hasil studi tentang kesehatan dan penyembuhan yang berisi kisah menarik dari berbagai negara yang berkaitan dengan HIV/AIDS, bukan berupa petunjuk atau panduan. Kisah ini tidak menggurui, tapi menginspirasi pihak-pihak yang berperan agar lebih maksimal.
Saat ini WCC menginisisasi Commission of Churches on Health and Healing yang bertugas merumuskan isu kunci dan menanganinya. Komisi ini masih dalam penyeleksian 25 komisioner dari berbagai negara.
Peran Pemerintah
Mewakili unsur pemerintah, hadir sebagai narasumber Dr. dr. Maxi Rondonuwu, DHSM, MARS, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI. Beliau menyampaikan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk meningkatkan pemahaman dan penjangkauan terhadap ODHA.
“Rencana Aksi Nasional penanggulangan HIV/AIDS tidak dapat dikerjakan oleh Kemenkes sendiri. Diperlukan Lembaga Swadaya Masyarakat dan berbagai pegiat lintas agama untuk menyebarkan pemahaman yang benar dan penjangkauan terhadap ODHA,” ujar dr. Maxi. “Penyediaan alat tes dan hadirnya pelayanan kesehatan tidak akan maksimal, jika tidak ada penderita yang mau dites atau memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan,” sambung mantan Kadis kesehatan Sulawesi Utara ini.
Harapan Lembaga Donor
Ujung tombak penanganan isu HIV/AIDS adalah pekerja penjangkauan. Sehingga strategi penanganan isu HIV/AIDS dapat dimulai dari tenaga pekerja penjangkauan. “Global Fund mengharapkan munculnya inisiatif baru untuk penjangkauan ODHA melalui lembaga masyarakat dan pegiat lintas agama,” harap Samhari Baswedan, Sekretaris Eksekutif Country Coordinator Mechanism Global Fund.
Peran lembaga donor yang memobilisasi peningkatan sumber daya dapat direspon Lembaga swadaya masyarakat dan pegiat lintas agama menghadirkan pembaruan strategi promosi dan penguatan kemitraan dalam penanganan isu HIV/AIDS.
Melalui sambungan virtual, Tina Boonto, Country Director Indonesia UNAIDS mengungkapkan tren penurunan orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Tapi masih diperlukan kerja sama dalam penanganan semua pihak untuk mencapai titik terendah populasi ODHA dan naiknya pemahaman tentang HIV/AIDS. Melalui kesepahaman, menghilangkan stigma dan menghasilkan kesetaraan yang bertujuan pada keberlanjutan pembangunan. No One Left Behind.
Pewarta: Fernandez