JAYAPURA,PGI.OR.ID-Gerakan antaragama dan masyarakat adat untuk hutan tropis di Indonesia, dalam forum Interfaith Rainforest Initiative (IRI) berlanjut di tanah Papua. Setelah mendorong terbentuknya IRI chapter Papua Barat, 2 tahun sebelumnya, kini 5 provinsi lainnya, Papua, Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan, juga telah terbentuk chapter tersebut melalui lokakarya dan peluncurannya di Jayapura, pada 28 Juli 2023.
Pdt. Jimmy Sormin, Sekretaris Eksekutif Bidang KKC PGI, yang dipercaya sebagai Ketua IRI Indonesia turut mengorganisasi kegiatan ini bersama beberapa perwakilan majelis keagamaan pusat, LSM Econusa, masyarakat adat, dan PGIW Tanah Papua selaku tuan rumah.
Pdt. Jimmy mengatakan, “hutan Papua merupakan hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia, setelah Amazon. Namun saat ini ada dalam situasi krisis, lantaran pengerusakan terjadi di berbagai tempat di Tanah Papua.”
“Izin atas usaha eksploitasi hutan di Tanah Papua sudah bisa dilihat dengan mata telanjang dimanapun, baik dalam pemberitaan lokal maupun nasional. Namun sayangnya belum banyak pihak yang ingin menyatukan hati, atau melihat hal ini menjadi penting,” tandas Pdt. Jimmy.
Menurut dia, merusak hutan, sama juga dengan merusak kehidupan umat beragama dan kehidupan masyarakat. Sehingga sangat mendesak untuk selalu dikritisi dan direspons segala bentuk ancaman kerusakan atas hutan. “Untuk itu peran pemuka agama menjadi penting, selain mengenai isu moral juga selama ini peran pemuka agama ini dipandang hanya mengurusi peribadatan saja, padahal pemuka agama memiliki peran sosial yang kuat dan ekologis,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa kita sudah berhutang banyak dari anak-cucu. Semua yang seharusnya dinikmati oleh mereka, telah banyak dirampas oleh generasi yang sekarang ini. “Alih-alih untuk bisa mewariskan mata air yang baik, justru telah terjadi banyak eksploitasi dan pengrusakan alam hutan dan ekosistemnya, untuk memuaskan kebutuhan sekelompok orang, dan bisa menjadi air mata bagi generasi yang akan datang” jelasnya.
Dalam lokakarya di Jayapura ini, mantan Gubernur Papua, Barnabas Sebu, juga menyampaikan, bahwa hutan Papua harus menjadi prioritas penyelamatannya- sebagai hutan kedua terbesar di dunia dan paru-paru dunia.
Pada zaman beliau menjabat sebagai gubernur, ada sejumlah regulasi yang dibuat untuk melindungi dan memanfaatkan hutan secara tepat. Namun masalah penerapan dan penegakkan hukumnya masih belum sejalan. Karenanya dibutuhkan pengawalan pula oleh masyarakat, seperti tokoh agama dan masyarakat.
Sementara Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Papua, mewakili Plh. Gubernur Papua, menyebutkan bahwa dirinya sangat senang dengan kegiatan yang sudah lama ia mimpikan. “Dengan perhatian tokoh-tokoh agama dan masyarakat untuk hutan di tanah Papua, itu sangat membantu kami dalam menjalankan tugas untuk merawat hutan yang cukup banyak tantangannya,” ujar laki-laki kelahiran Biak ini.
Sehari sebelum kegiatan di Jayapura berlangsung, tim IRI sempat berkunjung dan berdialog dengan masyarakat adat di kampung Ayabo dan Yoboy. Kedua kampung ini terletak di danau Sentani. Pada 2019 lalu masyarakat adat di danau Sentani mengalami banjir bandang yang menenggelamkan rumah-rumah panggung mereka.
Banjir yang diakibatkan semakin gundulnya hutan di pegunungan Cycloop itu membuat warga harus menderita selama berbulan-bulan hingga pemukiman dan kehidupan mereka dapat direhabilitasi dengan bantuan dominan dari gereja.
Masyarakat adat mengatakan sangat menyesali kejadian yang tidak pernah mereka alami sejak dahulu itu. “Bukan warga Sentani yang merusak Cycloop, tapi kami yang mengalami kemalangan,” ungkap kepala kampung Ayabo.
Mereka mengaku sangat senang jika tokoh-tokoh agama dan masyarakat adat bersatu hati untuk menyelamakan hutan Papua demi masa depan anak-cucu, dan bagi dunia.
Sebagai tindak-lanjut kegiatan sehari di Jayapura ini, para peserta berdasarkan kelima provinsi akan melakukan pertemuan-pertemuan selanjutnya untuk merencanakan program atau aksi-aksi yang relevan. Di antara mereka bahkan telah menunjuk tim formatur dan pengurus forum gerakan pelestarian hutan dan ekosistemnya.
Pewarta: Tiara Salampessy