JAKARTA,PGI.OR.ID-Lebih dari setahun masyarakat telah hidup ditengah pandemi Covid-19, dan beradaptasi dengan perobahan yang terjadi, baik dalam bentuk dan pola relasi yang baru. Hal ini harus terus-menerus ditingkatkan terlebih dengan adanya mutasi varian baru yang menggetarkan kehidupan sekarang ini. Maka dibutuhkan update informasi dan menyaringnya agar tidak menimbulkan kegelisahan.
Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty saat membuka dialog virtual bertajuk Varian Baru Virus Covid-19 dan Upaya Percepatan Vaksinasi bagi Warga Gereja, yang diinisiasi oleh Satgas Nasional Penanganan Covid-19 BNPB dan GMC-19 PGI, pada Jumat (9/7). Dialog diikuti para pimpinan sinode gereja serta pendeta.
“Memasuki tahun kedua ini, pandemi semakin memprihatinkan, dan tantangan menjadi lebih besar, tidak hanya ekonomi, meskipun kita telah beradaptasi. Sementara tingkat literasi dan edukasi belum merata,” tandasnya.
Sebab itu, lanjut Pdt. Jacky, PGI akan terus mengelola perannya dalam 3 aspek, yaitu, pertama, mendorong gereja menjadi pusat pengelolaan makna secara teologis agar dapat mendukung adaptasi dengan kondisi yang berobah. “Kedua, mendorong atau mencoba memodelkan gereja menjadi pusat informasi dan edukasi ditengah ketidakpastian informasi di medos, yang terkadang kontropersi sehingga dapat menimbulkan kegocangan psikologis. Ketiga, mendorong gereja sebagai penggerak solidaritas, baik melalui diakonia, juga langkah cerdas agar tetap dapat bersaksi dan melayani,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Dr. Sonny B. Harmadi menegaskan, saat ini pemerintah telah mengambil langkah tegas untuk menekan laju pandemi Covid-19 lewat PPKM Darurat. Langkah ini diambil sebab angka penularannya semakin tinggi dan tambahan kasus semakin cepat. “Saat ini rata-rata penularannya adalah 3.28. Artinya, 1 kasus terkonfirmasi Covid-19 menularkan pada 3 orang lainnya,” ujar Sonny.
Menurutnya, varian baru Covid-19 secara alami mudah mengalami mutasi dan mudah menular. Namun masyarakat tidak perlu khawatir karena 98 persen sifat dan cara penularannya sama dengan virus Covid-19 sebelumnya, yaitu melalui aerosol dan droplet. Namun tantangan penularannya melalui aerosol karena dapat melayang di udara lebih lama.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Sub Bidang Tracing Bidang Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Dr. Cicilia Widyaningsih. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah daya tahan tubuh seseorang, karena mempengaruhi cepat atau tidaknya penularan. “Benar gejalanya sama, demam, batuk, sesak nafas. Karena itu daya tahan tubuh perlu ditingkatkan dengan berjemur, mengikuti prokes, menggunakan masker supaya partikel yang kecil tidak bisa masuk, makan gizi seimbang, dan istirahat,” jelas perempuan yang juga epidemolog kesehatan masyarakat ini.
Sonny Harmadi melanjutkan, dalam rangka menekan penyebaran virus Covid-19, upaya pencegahan di hulu menjadi sangat penting, yaitu dengan perubahan perilaku masyarakat. Perubahan perilaku yang utama dan sangat sederhana secara individu yaitu gunakan masker dengan baik dan benar, jaga jarak, dan cuci tangan dengan air mengalir. Sedangkan secara kolektif batasi mobilitas dan aktifitas. Jika berkumpul harus memperhatikan protokol kesehatan, termasuk ventilasi udara.
Untuk mewujudkan perubahan perilaku dari masyarakat, Sonny melihat pentingnya peran pemimpin agama maupun tokoh masyarakat.
Sementara itu, dari perspektif komunikasi, Ketua Sub Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 Troy Pantouw, SPsi, memberikan sejumlah tips menarik kepada peserta untuk membuat konten yang efektif dan tepat untuk melawan hoaks terkait Covid-19. Salah satunya tips tersebut yaitu, perlu ada pesan kunci yang kuat yang mudah dipahami, sederhana, relavan, bertarget, dalam sebuah konten, serta dapat diterjemahkan dalam format apapun.
Pewarta: Markus Saragih