JAKARTA,PGI.OR.ID-Kemenangan Taliban menguasai pemerintahan di Afganistan beberapa waktu lalu cukup menggemparkan dunia, termasuk Indonesia. Banyak yang merespons bahwa Taliban saat ini berbeda generasi dan cara pandangnya sehingga tidak perlu khawatir. Namun banyak pula yang akhirnya galau dan tegang setelah menerima berbagai informasi terkait kondisi Afganistan terkini.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas terkait dampak kemenangan Taliban secara global serta bagi masa depan Indonesia, PGI bersama PB NU menginisiasi diskusi daring dengan topik “Taliban Menang, Indonesia Tegang”, pada Rabu (25/8/2021). Diskusi yang dipandu Edna C. Pattisina ini, menghadirkan narasumber KH. Dr. Marsudi Syuhud (Ketua PB NU), Alto Labetubun (Aktivis Kemanusiaan), dan Mayjen TNI (Purn) Anshory Tadjudin (Mantan Dubes RI di Afganistan).
Dalam diskusi tersebut, Alto Labetubun, yang selama 10 tahun menetap di Afganistan menjelaskan, rakyat Afganistan sangat loyal kepada suku atau klan, bukan kepada negaranya. Inilah yang menyebabkan Taliban dapat dengan cepat masuk dan mengambil alih kekuasaan. Ditambah lagi pemerintahan Afganistan sebelumnya dibangun dari pondasi yang tidak stabil. Sehingga penegakan hukum dan rasa nasionalisme di negara ini sangat rendah, dan budaya demokrasi yang diciptakan tidak kuat. Sementara korupsi dan konflik juga sangat tinggi.
“Pertanyaannya, apakah Taliban yang dulu sama dengan yang sekarang? Taliban sekarang memang menciptakan wajah yang sedikit berbeda secara optik, seperti melakukan negosiasi, dialog. Ini wajah politik yang cukup berbeda dengan Taliban zaman sebelumnya. Kedua, ada narasi-narasi Taliban untuk tidak mau lagi menjadi safe heaven bagi kelompok teror. Namun saya tidak yakin perubahan radikal ini akan diterjemahkan dalam proses good government. Karena kekuatan Taliban adalah kekuatan yag direkatkan dengan kepentingan pragmatasi,” jelasnya.
Alto menambahkan, dirinya tidak melihat adanya korelasi signifikan terhadap perubahan pola dan trend terorisme di Indonesia. “Sebab itu, kita gak usah tegang. Karena harus percaya kepada penegak hukum kita yang luar biasa untuk memetakan jaringan terorisme. Beberapa hari terakhir kita lihat sudah menangkap lebih dari 50 orang. Kemenangan Taliban memang bisa memunculkan narasi glorifikasi oleh kelompok teroris, juga politikus di Indonesia. Ini yang perlu disikapi supaya tidak lagi terjebak dalam kerangka berpikir pragmatis yang sangat mengedepankan politik identitas,” tegasnya.
Sementara itu, mengawali paparnnya, KH. Dr. Marsudi Syuhud mengungkapkan hubungan yang terjalin selama ini antara PB NU dengan Taliban. Menurutnya, dalam sejumlah pertemuan yang pernah dilakukan dengan kelompok ini, terakhir pada 30 juli 2019 di Jakarta, PB NU selalu menyampaikan masukan yang intinya agar Taliban dengan suku atau klan yang ada di Afganistan bersatu.
“Kami juga mendorong untuk segera melakukan musyawarah agar bisa mendapatkan kata yang sama seperti di Indonesia ada konsensus nasional. Supaya dari macam-macam organisasi keIslaman yang ada di sana bisa mengimplementasikan cinta tanah air adalah sebagian daripada iman. Juga agar jangan lagi Taliban punya potret seperti masa lalu. Saya lihat Taliban hari ini ingin melakukan apa yang disampaikan PB NU. Sehingga pesan-pesan yang mereka sampaikan sangat berbeda dengan Taliban pada masa lalu,” katanya.
Menyinggung apakah kemenangan Taliban dapat mempengaruhi Indonesia? Menurutnya, fakta menunjukkan Indonesia telah lebih dulu merdeka, dan Taliban melakukan studi ke Indonesia termasuk ke NU, agar bisa membuat negara yang berdiri kokoh. Sehingga diharapkan Indonesia yang bisa mempengaruhi Taliban untuk bisa mendirikan negara.
“Karena mereka butuh pengakuan maka akan ada dialog. Ketika dialog bisa ketemu kata yang sama, sekarang menemukan kata yang sama tidak gampang. Begitu mereka bisa menemukan kalimat kenegaraan yang tepat seperti Pancasila, ini akan membantu mereka. Kita doakan agar Afganistan berdiri menjadi negara yang kuat dan bisa diakui. Jadi kita biasa-biasa saja,” tandas Marsudi.
Sedangkan Mayjen TNI (Purn) Anshory Tadjudin melihat, kemenangan Taliban untuk yang keduakalinya ini, tidak perlu menimbulkan ketegangan di Indonesia. Tetapi justru kita dapat mengambil pelajaran karena sudah 40 tahun Afganistan dilanda konflik sehingga muncul kemiskinan dan masyarakatnya tercerai berai.
“Saya berharap Taliban bisa menepati janji untuk menjunjung tinggi HAM. Sekaligus berharap NU dengan anggotanya di Afganistan dapat terus membangun jejaring dan membantu mereka,” pungkasnya.
Pewarta: Markus Saragih