JAKARTA,PGI.OR.ID-Pandemi Covid-19 menerjang siapa saja, tanpa terkecuali para pekerja migran Indonesia yang ada di luar negeri. Kondisi yang mereka alami tentu sangat sulit dan memprihatinkan, karena berada di negara lain yang memiliki kebijakan tersendiri dalam menghadapi pandemi. Dibutuhkan keterlibatan semua pihak untuk memberi perhatian serius terhadap isu ini.
Melihat kondisi tersebut, sekaligus untuk mengupdate advokasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ditengah pandemi Covid-19, PGI menggelar Focus Group Discussion (FGD) secara virtual, yang diikuti para pemerhati pekerja migran dari Migran Care, Komnas Perempuan, Kabar Bumi, HRWG, KWI, Solidaritas Perempuan JBM, dan KSBSI, pada Senin (9/8/2021).
Dalam sambutannya, Sekretaris Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty menegaskan, PGI menaruh perhatian penuh terhadap persoalan pekerja migran. Dalam situasi pandemi, yang mengakibatkan adanya perobahan pola manajemen, sementara kerentanan yang dialami pekerja migran semakin meningkat, perlu keseriusan dan mendorong kerja yang lebih besar untuk menanggulangi isu ini.
“Pekerja migran lintas negara kadang terombang-ambing. Sebab itu kita perlu sharing bersama melihat dalam dinamika pandemi ini, untuk mengadrees isu pekerja migran. Ada inovasi-inovasi dalam manajemen kerja seperti apa yang mungkin bisa disinergikan dalam situasi yang khusus ini, berdasarkan mandat dan kapasitas masing-masing lembaga, baik dalam kerjasama dengan lembaga pemerintah,” jelasnya.
Pemantik FGD, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani pada kesempatan itu menuturkan apa yang telah dilakukan oleh BP2MI dalam upaya pemenuhan hak PMI selama pandemi Covid-19. Semisal terkait pemulangan PMI terkendala. Merujuk Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 No.8 tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Covid 19, BP2MI melakukan langkah-langkah seperti menyiapkan help desk sebagai tempat pendataan PMI di bandara/pelabuhan/PLBN kedatangan, menyiapkan rumah sakit rujukan, dan karantina PMI ke tempat-tempat yang telah disiapkan seperti Wisma Atlet , Shelter, RTPC, RS dan Hotel.
Selain itu, melakukan pendampingan kepulangan PMI yang sakit ke daerah asal, memfasilitasi pemulangan jenazah ke daerah asal dan diserah terimakan kepada keluarganya, membuka layanan pengaduan PMI dan keluarganya termasuk pemenuhan hak, melakukan pendampingan dalam rangka pemberdayaan PMI yang telah selesai dan kembali ke Tanah Air, serta mendukung fasilitas prakerja.
Lebih jauh dijelaskan, pihaknya juga mempersiapkan skema kepulangan PMI baik melalui bandara maupun pelabuhan, dengan membaginya menjadi 6 debarkasi seperti Bandara Soekarno Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bandara Juanda, Bandara Kualanamu, Batam Centre, serta Pelabuhan Tanjung Priok. Ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan. BP2MI juga menyelamatkan dokumen-dokumen PMI yang ditahan, gaji yang belum dibayar, jaminan sosial, asuransi luar negeri, dan pendampingan hukum.
Apa yang disampaikan Benny mendapat apresiasi peserta FGD, dan melihat apa yang telah dilakukan oleh BP2MI sebagai wujud kepedulian dan keseriusan dalam memberi pelayanan kepada PMI ditengah pandemi Covid-19. Meski demikian, dalam curah pendapat, sejumlah peserta mengungkapkan masih adanya perlakuan buruk yang diterima PMI di negara penempatan saat pandemi.
Seperti disampaikan Siti Badriyah dari Migran Care. “Kami beberapa kali menerima pengaduan PMI yang akan diberangkat sudah bayar biaya penempatan, visa, karena negara penempatan melakukan lockdown akhirnya tidak jadi berangkat. Lalu minggu lalu kami menerima pengaduan ada 50 PMI di Malaysia yang positif, mereka karantina di rumah sakit tapi cuma dikasih makan-minum, tidak diberi obat-obatan, dan tidak diperbolehkan ke luar untuk beli obat. Belum lagi soal MOU antara Indonesia dengan Malaysia sudah kadaluarsa,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan Wiwin Warisatin dari Kabar Bumi, yang mengatakan masih banyaknya para calon pekerja migran ditengah pandemi yang ingin diberangkatkan ke Timur Tengah secara ilegal. Sementara Novia dari Solidaritas Perempuan mensoroti sulitnya menarik kembali uang yang telah distor oleh calon pekerja migran yang tidak jadi diberangkatkan. Sedangkan Daniel Awigra dari HRWG mengusulkan perlunya didorong semacam task force antar kelembagaan yang fokus untuk luar negeri, dengan tugas melakukan negosiasi dengan negara penempatan agar memberikan jaminan sosial kepada PMI di negara tersebut.
Catatan dan masukan penting dari FGD yang dimoderatori oleh Sekretaris Eksekutif Bidang Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Pdt. Henrek Lokra ini, rencananya akan dirumuskan menjadi rekomendasi, dan diharapkan adanya advokasi berkelanjutan demi mewujudkan pemenuhan hak para PMI di masa sulit ini.
Pewarta: Markus Saragih