JAKARTA,PGI.OR.ID-Sebagai salah satu negara dengan penduduk terpadat, Indonesia memiliki angka infeksi orang dengan HIV keempat di dunia setelah China, India dan Rusia. Indonesia juga merupakan negara diwilayah Asia Pasific yang angka penularan baru kasus HIV masih terus naik. Hingga Maret 2021 (data Kemenkes) tercatat ada 427.201 orang dengan HIV di Indonesia. Hanya 27% dalam terapi ARV (144.632 orang) dan 8% mencapai Viral Load tersupresi (41.754 orang).
Melihat kondisi ini, Christian Conference of Asia (CCA) bersama Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) memfasilitasi Lokakarya Nasional Pelatihan Peningkatan Kapasitas Nasional Advokasi HIV dan AIDS di Indonesia yang berlangsung secara daring selama tiga hari (1-3/9/2021).
Selain membangun persamaan perspektif dalam isu HIV, lokakarya juga bertujuan untuk memberikan pemahaman baru bagi fasilitator terutama aktivis dan institusi keagamaan untuk dapat merespon isu HIV dari sudut yang lebih manusiawi, memperkuat landasan dan dasar advokasi HIV untuk pelayanan institusi keagamaan terutama gereja di Indonesia.
Selain itu, memperkuat advokasi dalam upaya pencegahan, pengobatan dan dukungan terhadap SEMATHA, membangun strategi kepedulian yang inklusif, termasuk dalam pelayanan sosoal dan keagamaan, serta membangun kepedulian terhadap sesama terutama komunitas termarginalkan dalam masa pandemi.
Persoalan HIV hingga saat ini memang masih menjadi isu yang bagi banyak orang menakutkan karena keterbatasan informasi, atau saat informasi dibukakan maka yang tersedia adalah informasi lama yang hingga saat ini tidak mengalami banyak perubahan. HIV masih selalu dianggap sebagai “penyakit” yang berkaitan dengan moralitas.
Belum lagi stigma terhadap orang dengan HIV (dalam organ gereja disebut sebagai SEMATHA Sesama Manusia Terinfeksi HIV-AIDS) masih sangat tinggi. Banyak penyebutan dan istilah serta slogan yang tidak relevan lagi karena berpotensi menimbulkan stigma masih dipergunakan tanpa pertimbangan lebih lanjut. Akibat slogan yang dipergunakan masih banyak orang beranggapan bahwa HIV adalah akibat sex bebas dan hanya menginfeksi komunitas tertentu (LGBTIQ).
Hal ini kemudian menimbulkan masalah baru, karena komunitas LGBTIQ dianggap sebagai sumber penularan HIV terbesar sehingga mereka banyak mendapat perlakuan tidak adil (diskriminasi) termasuk dalam akses mendapat layanan kesehatan, rohani maupun pelayanan lainnya. Orang Dengan HIV masih dianggap sebagai orang yang menyandang “dosa” moralitas karena banyaknya mitos yang beredar dan tidak pernah ada upaya meluruskannya.
Upaya menurunkan angka penularan hiv baru hingga saat ini masih banyak terkendala oleh stigma yang masih kuat melekat, sementara keberhasilan program pencegahan HIV tergantung sepenuhnya pada upaya penghapusan stigma terhadap SEMATHA (ODHIV, orang dengan HIV) agar mereka mendapat support dalam akses pelayanan yang mereka butuhkan tanpa diskriminasi sehingga pengobatan mereka juga dapat berhasil menekan angka Viral Load HIV dalam darah sehingga mereka tidak lagi dapat menularkan ke orang lain.
Lokakarya Nasional Pelatihan Peningkatan Kapasitas Nasional Advokasi HIV dan AIDS di Indonesia menghadirkan narasumber Daniel Marguari (Yayasan Spiritia), Merinda Sebayang (Jaringan Indonesia Positif), Berlina & Patricia (CD Bethesda), Aan (Jaringan Equals Indonesia), Slamet Rahardjo (GWL INA), Pdt. Stephen Suleeman (STT Jakarta), Baby Rivona Nasution (IPPI), dan Pdt. Hendro Dedeka (GMIST).
Pewarta: Markus Saragih