Kita tidak habis pikir. Di masa pandemi Covid-19 pun masih marak kelompok-kelompok intoleran mengusik ketenangan masyarakat. Padahal situasi seperti ini, kelompok-kelompok intoleran tersebut seharusnya sadar diri dengan adanya aturan protokol kesehatan, 5M, dan PPKM. Protokol kesehatan mengatur masyarakat di ruang publik agar tidak menyebar dan menularkan virus corona. Biasanya dengan tes swap antigen atau tes PCR. Sementara itu, Pemerintah Pusat juga memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dan memperketat 5M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, dan Membatasi mobilisasi).
Kembali kita berpikir. Apakah maunya kelompok-kelompok intoleran ini? Dugaan kuat atas jawaban tersebut adalah keinginan mereka merebut kekuasaan dengan menggerakkan “people power” (“kekuatan rakyat”). Namun demikian, cara mereka menggerakkan “people power” tersebut dengan menjelek-jelekkan, mengkambinghitamkan, dan melecehkan Pemerintah yang berkuasa. Kendaraan yang mereka pakai adalah agama. Dengan membenturkan agama yang dianut mayoritas rakyat Indonesia dengan agama “seberang” menurut mereka, mereka berharap memperoleh dukungan dan “solidaritas” massa.
Lantas, apakah kita hanya diam dan masa bodoh? Tentu saja tidak. Kita harus berpikir. Kembali berpikir lebih keras dan strategis. Kita harus melakukan pengamatan secara seksama, menyusun rencana aksi yang strategis dan cerdas. Meminjam nasehat Alkitab: Cerdik seperti ular, tulus seperti merpati.
Karena itu, kita menyikapi masalah intoleransi di Indonesia ini dengan kacamata iman. Kacamata iman melihat persoalan dari atas. Tentu saja kita memohon pertolongan tangan Tuhan menggunakan kacamata iman ini layaknya kita melihat dengan mata Tuhan. Kita akan membahas hal tersebut dalam pokok-pokok pikiran berikut ini.
Katamata Iman 1: Percaya dan Dukung Pemerintah yang Berkuasa
Sebagai orang beriman, kita tetap mematuhi pemerintah yang sedang berkuasa, asalkan aparatur negara yang mengelola pemerintahan saat ini tidak zolim dan semena-mena. Kita percaya bahwa sistem pemerintahan di Indonesia, baik dari tingkat atas hingga bawah, sudah mengikuti UUD 1945 dan Pancasila.
Secara hukum, baik pemerintah maupun DPR/MPR sebagai wakli rakyat, berjalan sesuai konstitusi negara dan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, sistem hukum di negara kita dapat dikatakan baik dan mampu memberi perlindungan hukum. Namun demikian, kita melihat masih ada berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan produk UU tersebut. Sepanjang Mahkamah Konstitusi mampu mengatasi hal tersebut dan berpegang pada UUD 1945 dan Pancasila, kita tetap percaya dan mendukung pemerintah yang sah secara konstitusi.
Kita menilai pemerintahan saat ini berjalan pada jalur yang benar sesuai amanat rakyat dan menjunjung konstitusi. Bahkan dalam periode sebelumnya Presiden mampu meningkatkan perekonomian rakyat dan mengangkat wibawa, harkat, dan martabat Indonesia di dunia internasional. Namun, memang persoalan politik di Indonesia masih diterpa gangguan kecil dari kelompok-kelompok intoleran. Ini memang tugas pemerintah mengatasi hal tersebut, tetapi kita juga seharusnya turut membantu dan mendukung pemerintah agar bebannya ringan.
Kacamata Iman 2: Pancasila Adalah Anugerah Tuhan bagi Bangsa Indonesia
Kita bersyukur kepada Tuhan bahwa para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diberikan hikmat dalam merumuskan dasar negara, yaitu: Pancasila. Pancasila adalah falsafah hidup bangsa Indonesia. Ia menjiwai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, kita dapat katakan bahwa Pancasila adalah anugerah Tuhan bagi bangsa Indonesia.
Kita beruntung memiliki Pancasila. Negara-negara lain banyak yang iri karena tidak punya Pancasila. Pancasila terbukti mampu mengatasi berbagai perbedaan dan keragaman. Pancasila melampaui (beyond) perbedaan dan keberagaman.
NKRI memiliki beragam suku/etnis/ras, agama, kepercayaan, budaya, adat-istiadat, bahasa/dialek, dan sebagainya. Semuanya itu dapat teratasi melalui Pancasila. Karena itu, para pendahulu kita telah merumuskannya dalam satu motto: “Bhinneka Tunggal Ika (meskipun berbeda-beda, tetapi tetap satu).”
Sejarah Indonesia mencatat bahwa sejak zaman kemerdekaan hingga sekarang, negara dan bangsa kita banyak diterpa gangguan hingga ancaman ingin menggantikan dasar negara. Usaha tersebut selalu gagal karena memang mayoritas rakyat memegang teguh Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa. Selama masih mayoritas rakyat memegang teguh UUD 1945 dan Pancasila, maka NKRI masih tegak berdiri.
Kacamata Iman 3: Cerdik Sebagai Senjata Pamungkas 1
Cerdik artinya kita jauh lebih cerdas, kreatif, dan inovatif. Namun demikian, cerdik bukan berarti licik yang berkonotasi negatif. Supaya cerdik tidak menyimpang menjadi licik, maka kita perlu ketulusan (lihat kacamata iman 4).
Bagaimana kita dapat mengimplentasikan kacamata iman 3 ini kepada rakyat Indonesia? Kita harus membuat sebanyak mungkin rakyat Indonesia menjadi cerdas. Cerdas bukan dalam pengertian sebatas pengajaran di bangku sekolah, tetapi juga dalam wawasan kebangsaan dengan menanamkan akar yang kuat falsafah bangsa, yaitu: Pancasila.
Rakyat kita makin berkurang yang memiliki wawasan kebangsaan karena pergantian generasi. Generasi 45 tentu sudah hampir punah dan Generasi 66 tidak akan lama lagi bakal punah juga. Katakanlah kita sekarang berada di Generasi 98 sebagai tonggak sejarah bangsa memasuki orde reformasi. Generasi 98 banyak yang lari dari Pancasila karena adanya kebablasan orde reformasi. Karena itu, tugas kita bersama membenahi generasi muda sekarang agar cerdas memiliki wawasan kebangsaan.
Jika generasi muda saat ini makin cerdas dalam wawasan kebangsaannya, maka mereka akan kreatif dan inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk, mereka mampu mematahkan berbagai serangan dari kelompok-kelompok yang hendak menggantikan Pancasila dan UUD 1945 dengan ideologi lain.
Kacamata Iman 4: Tulus Sebagai Senjata Pamungkas 2
Kacamata iman 4, ketulusan, tidak bisa dipisahkan dengan kacamata iman 3. Orang tulus adalah orang yang berhati nurani murni dan jujur. Ia tidak akan berbuat curang dan merugikan orang lain. Tujuan hidupnya adalah bagaimana ia dapat bersama-sama dengan orang lain maju ke arah yang konstruktif. Kita masih banyak membutuhkan orang Indonesia yang tulus karena memang kita kekurangan.
Bagaimana caranya? Ketulusan itu ada di dalam setiap ajaran agama dan kepercayaan leluhur nenek moyang kita. Ketulusan dapat juga ditemukan dalam kebudayaan, adat-istiadat, dan kearifan lokal. Tugas kita adalah bagaimana kita menggalitemukan semuanya itu, baik agama, kepercayaan maupun kebudayaan, untuk kita wariskan kepada generasi penerus.
Kacamata Iman 5: Kasih yang Melampaui
Kacamata Iman 5 ini adalah mempersatukan keempat kacamata iman di atas. Kasih menjadi visi utama dari semua kacamata iman tersebut. Mengapa demikian? Karena Allah kita adalah Kasih.
Kasih itu harus melampaui dari segala-galanya. Ia melampaui kepentingan diri kita sendiri dan kelompok/golongan kita. Kasih harus mengutamakan kebersamaan tanpa mengabaikan setiap insan karena setiap insan berkontribusi dalam kebersamaan tersebut. Karena itu kita harus merangkul mereka yang memusihi kita. Bahkan kita mendoakan orang yang memusuhi kita agar menemukan Jalan Tuhan yang benar. Itulah kasih yang melampaui.
Penulis: Boy Tonggor Siahaan