BOGOR,PGI.OR.ID-Para aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bekerja dalam bidang Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB), akademisi atau peneliti KBB, jurnalis, dan komunitas agama atau kepercayaan yang rentan menjadi korban pelanggaran hak-hak KBB, Selasa (22/8) hingga Kamis (24/8), berkumpul di Wisma Remaja PGI, Cisarua, Jawa Barat, untuk mengikuti Konferensi“Refleksi Advokasi KBB di Indonesia 2023”.
“Secara umum, kegiatan ini bertujuan menyediakan forum silaturahmi dan tukar pikiran, bagi mereka yang berkepentingan dengan penguatan hak-hak KBB di Indonesia,” ujar Sekretaris Umum (Sekum) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Jacky Manuputty, Selasa (22/8) kemarin.
Mengingat pentingnya kegiatan ini untuk penguatan hak-hak KKB di Indonesia, kata Pdt. Jacky, inisiatif yang diambil ini sangat disyukuri oleh teman-teman yang bekerja pada isu KKB. Pegiat KBB menyampaikan terima kasih kepada PGI yang turut bersama Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina, serta Indonesian Consortium for Religious Studies (CRCS) mewadahi atau menjadi host bagi kegiatan ini.
“Teman-teman yang datang ini dari berbagai lembaga di seluruh Indonesia, yang selama ini kita tahu mengambil bagian dalam kerja-kerja advokasi Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk kerja-kerja advokasi kebebasan beragama dan lain-lain,” terangnya.
Di hari pertama kegiatan, menurut Pdt. Jacky, ada Ihsan Ali-Fauzi dari PUSAD Yayasan Paramadina, yang memetakan situasi dan problematika Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) di Indonesia dalam 25 tahun terakhir. “Dalam presentasinya Ihsan menekankan, bahwa harapan bagi pengelolaan dan penyelesaian masalah-masalah itu tetap ada,” terang Pdt. Jacky.
Dia katakan, ada sejumlah komponen yang menunjukkan kemajuan di dalam penanganan masalah KBB baik dari tata kelola, regulasi tetapi juga dari aspek sosio budaya, semakin banyak bertumbuh teman-teman yang memberikan perhatian dan bekerja untuk advokasi kasus ini di berbagai tempat di Indonesiai.
“Dan itu memberikan harapan bahwa kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan isu-isu KBB, semakin berkembang sebagai sebuah kekuatan sipil yang menyeimbangkan posisi tawar ke pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya,” ujarnya.
Menurut Pdt. Jacky, Ini gayung bersambut dengan kesediaan pemerintah untuk bisa mendengar apa masukan yang diberikan oleh publik. “Antara lain misalnya Ibu Dani (Jaleswari Pramodhawardani dari Kantor Staf Presiden) yang tampil juga pada sesi pertama, sangat mengapresiasi penelitian yang dilakukan PUSAD Paramadina terkait dengan masalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),” ungkapnya.
Dan itu, lanjut Pdt. Jacky, menjadi dasar bagi percakapan-percakapan di tingkat kementerian. Untuk mengeluarkan misalnya, Perpres Kerukunan Umat Beragama yang sementara difinalisasi saat ini. “Ibu Dani misalnya menjelaskan posisi pemerintah di dalam pengelolaan KBB, teristimewa terkait dengan penyelesaian Perpres, baik itu Perpres KUB maupun Perpres Moderasi Beragama. Memang tidak mudah, karena kemajemukan pandangan, di kalangan kementerian, pemerintah dan lain-lain,” tuturnya.
Jadi, kata Pdt. Jacky, ada bagian-bagian yang sensitif, dimana dibutuhkan rapat lintas kementerian untuk memutuskan hal itu. Misalnya terkait dengan posisi Penghayat Kepercayaan di dalam FKUB. Itu masih jadi salah satu pokok percakapan yang harus diputuskan, sebelum keluarnya Perpres terkait Kerukunan Umat Beragama. “Nah itu dua sesi yang dibicarakan pada hari pertama ini. Tetapi secara menyeluruh, kegiatan ini sendiri merupakan upaya PGI di dalam kerja sama jaringan,” jelasnya.
“Ini kerja-kerja advokasi yang dilakukan PGI selama ini untuk banyak kasus. Pada advokasi KBB dilakukan kerja-kerja di basis masyarakat, penguatan kapasitas pemuka agama dalam mediasi, dalam dialog, dalam membangun kemitraan dan lain-lain,” tambah Pdt. Jacky.
Pada level menengah, kata Pdt. Jacky, penguatan jaringan lintas agama untuk memperkuat kerja-kerja di basis. Misalnya pelatihan mediasi dilakukan PGI dalam kerjasama dengan CRCS UGM maupun dengan PUSAD Paramadina yang sekarang berlangsung pada beberapa tempat.
Lebih lanjut dia menuturkan, di sini disadari bahwa kekuatan jaringan itu menjadi penting. Karena ada banyak jaringan masyarakat sipil yang memberikan perhatian terhadap advokasi KBB di Indonesia selama ini. “Nah kita berupaya untuk dapat menghubungkan semua teman-teman, dengan kerja-kerja PGI sebagai salah satu elemen di dalam jaringan,” tandasnya.
Pada hari-hari berikutnya di kegiatan ini, kata Pdt. Jacky, percakapan akan dilanjutkan, bukan hanya untuk memetakan persoalan-persoalan di berbagai wilayah secara lebih mendalam, tetapi juga untuk mengoleksi dan saling berbagi tentang succes story atau kesuksesan-kesuksesan di dalam advokasi isu KBB pada berbagai tempat.
Karena, kata dia, ada juga cerita-cerita sukses yang selama ini tidak terpetakan. Dengan begitu kita dapat berbagi soal pengetahuan, tetapi juga soal skill di dalam membangun advokasi mengelola jaringan sosial di tengah masyarakat tetapi juga secara vertikal, untuk bagaimana negosiasi dengan berbagai pemangku kebijakan, baik di level daerah maupun di level nasional. “Kita berharap kita punya satu pemetaan bersama, menyegarkan kembali kerja-kerja bersama kita, sehingga kita dapat mengentalkan sebuah strategi bersama dalam perjalanan ke depan,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekertaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI, Pdt. Jimmy Sormin menyebutkan konferensi ini dimotivasi tiga pengamatan mengenai kondisi kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB) di Indonesia, juga upaya-upaya penguatannya oleh masyarakat sipil, dalam beberapa tahun terakhir.
“Setidaknya ada tiga dimensi yang menggambarkan kondisi KBB itu, yaitu munculnya konflik-konflik sosial-keagamaan, dimensi legal tata kelola keagamaan, dan dimensi politiknya,” terangnya. Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan seperti ini sangat dibutuhkan untuk mengawal dan mengarusutamakan KBB di Indonesia, sekaligus memperkuat jaringan para pegiat dan pemerhati KBB yang selama ini kaya akan pengetahuan dan pengalaman namun belum terbangun dalam satu gerak dan strategi bersama.
Pewarta: Tiara Salampessy