AMBON,PGI.OR.ID-Kehadiran musik tradisional di acara pembukaan Percasmi PGI 2023, menarik perhatian banyak orang yang hadir, salah satunya adalah penampilan musik tradisional suling bambu. Hal ini menunjukkan betapa Ambon kaya akan akan musik tradisional. Maka tidak salah jika United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menjulukinya Ambon City of Music.
Dalam perbincangan dengan seniman Ambon, Maynart Raynolds Nathanael Alfons, atau yang akrab disapa Rentje Alfons, menurutnya musik tradisional yang ada di Ambon, salah satunya suling bambu, adalah merupakan jatidiri bagi masyarakat Ambon.
“Suling bambu merupakan jatidiri bagi masyarakat kami. Sebagai identitas tentulah sangat membanggakan, dan identitas itu sampai kapan pun tidak akan hilang, dan tidak akan tergerus oleh perkembangan zaman,” ujarnya.
Penggagas Moluccas Bamboowind Orchestra ini melihat, yang diperlukan untuk dapat mempertahankan musik tradisional adalah adanya kesadaran kultural. Diapun bersyukur karena kesadaran kultural tersebut masih ada hingga saat ini.
“Saya punya musisi sampai sekarang ada sekitar 80 orang itu mulai dari anak SD kelas 5, yang kemarin main di acara pembukaan Percasmi PGI termasuk ada yang murid saya. Itu berarti apresiasi anak-anak terhadap suling sebagai identitas dan kesadaran kultur itu masih ada, masih punya keinginan untuk belajar musik bambu,” papar jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.
Kesadaran tersebut juga dimiliki oleh pemerintah daerah, lewat dunia pendidikan dengan membuat kurikulum musik tradisional sebagai muatan lokal. Hal ini dilatarbelakangi adanya keinginan pemerintah daerah bagaimana menumbuhkembangkan kesadaran kultural kepada generasi sekarang ini.
“Kebetulan saya terlibat dari proses awal sampai sekarang terkait kurikulum ini. Jadi artinya dari sisi kebijakan pemerintah daerah memberi apresiasi yang sangat kuat. Langkah konkrit yang diambil yaitu sudah ada 10 sekolah yang menjadi percontohan, lima SD, dan lima SMP. Jadi saya tidak khawatir bahwa suling bambu ini, termasuk musik tradisional lainnya yang ada di Ambon, tidak akan mati, diakan berkembang sesuai zamanya,” jelasnya.
Pria yang dikenal sangat piawai meracik aransemen antara musik instrument tradisional yang dikolaborasikan dengan instrument modern ini, berharap kesadaran yang sama juga ada pada gereja.
Bagi Rentje Alfons, pentingnya gereja memiliki kesadaran terhadap musik tradisional suling bambu untuk mengiringi nyanyian jemaat. Dia tidak hanya dimainkan saat tertentu atau dalam perayaan khusus, tetapi harus di setiap ibadah Minggu. “Musik suling bambu itu bagian dari historis GPM, dan dia menjadi salah satu ciri GPM,” pungkasnya.
Pewarta: Markus Saragih