JAKARTA,PGI.OR.ID-Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pet. Jacky Manuputty menuturkan, Gereja Ramah Anak (GRA) sebenarnya adalah bentuk pengakuan kesalahan gereja terhadap anak-anak.
“Kita harus bilang begitu, supaya mendorong kita, memacu kita, lebih kuat lagi, karena gereja memang harus menjadi tempat dimana semua anak terlindungi. Menjadi tempat dimana anak-anak memperoleh haknya, untuk mengenal persekutuan, mengenal pemberitaan firman Tuhan dan lain-lain,” ujar Pdt. Jacky saat Deklarasi Gereja Ramah Anak dan Literasi Digital.
Deklarasi yang juga diikuti secara virtual termasuk oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati ini, digelar di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Paulus, Jakarta, pada Sabtu (16/9/2023).
Pdt. Jacky katakan, sama-sama kita ketahui bahwa sejak lama gereja-gereja memberikan jarak bagi anak-anak. Bahkan ketika, misalnya, anak-anak masuk di dalam gedung gereja yang baru, yang bagus yang baru dibangun. “Langsung ada penjaga gereja yang menegur anak-anak itu, eh keluar-keluar jangan main di situ nanti kotor. Jadinya gereja dibangun bukan untuk tempat di mana anak-anak bertumbuh,” ucapnya.
Oleh karena itu, menurut Pdt. Jacky, ketika pencanangan Gereja Ramah Anak, maka memang harus total kita berubah. “Mulai dari mindset perspektif para pelayan, institusinya dan jemaatnya. Sebab gereja itu bukan cuma pelayan, bukan cuma pendeta gereja, tapi juga adalah setiap keluarga. Terintegrasi semua, gereja, lembaga-lembaga, badan-badan pelayanan dan lain-lain, yang terintegrasi terkait dengan gereja, itulah gereja seutuhnya yang hadir buat anak-anak,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan apresiasi kepada GPIB, yang mengembangkan fungsi gereja berkontribusi dalam penyediaan sarana bagi anak, untuk kegiatan positif sekaligus mendekatkan nilai-nilai keimanan sebagaimana yang diajarkan dalam agama.
“Untuk dapat mewujudkan Gereja Ramah Anak, perlu diperhatikan prinsip-prinsip yang didasarkan pada prinsip-prinsip dasar pemenuhan hak dan perlindungan anak, menurut konvensi hak anak,” ujarnya.
Kata Menteri Bintang, seperti mengelola pelayanan anak dengan perspektif anak. Mengutamakan kepentingan yang terbai bagi anak. Mengasihi tanpa diskriminasi dan tanpa syarat. Bagaimana anak-anak menginginkan ruang yang aman, ruang yang ramah, mereka terlindungi. “Inilah yang kita orang dewasa harus belajar menjadi pendengar yang baik, dan memberikan pendampingan yang terbaik bagi anak-anak kita,” tandasnya.
Melalui Deklarasi Gereja Ramah Anak ini, Menteri Bintang menyebutkan, Kementerian PPPA melihat juga praktek baik dari Majelis SInode pada beberapa gereja. Karena pihaknya punya wadah yang namanya Forum Anak. Di gereja pun dibentuk wadah Forum Anak dengan dua perannya, yaitu sebagai pelopor dan pelapor. “Mudah-mudahan dengan deklarasi ini, kami juga berharap bisa berkelanjutan. Sehingga apa yang bisa kita lakukan di kementerian ini, kemudian kita bersinergi berkolaborasi dengan gereja-gereja,” tuturnya.
Pihaknya juga berharap, ke depan pada gereja-gereja yang berada di bawah GPIB ini, dimungkinkan adanya Forum Anak Gereja. “Jadi anak-anak akan lebih nyambung, sesama anak komunikasinya akan jauh lebih nyambung. Mereka bisa menceritakan apa yang menjadi permasalahan mereka, kemudian apa yang menjadi solusinya,” terang Menteri Bintang.
Sementara itu, Dirjen Bimas Kristen, Kementerian Agama RI Jeane Marie Tulung menilai, Gereja Ramah Anak sebagaimana nafas dan semangat gereja, ramah ibu hamil atau ramah kelompok prioritas lainnya, merupakan suatu pendekatan dalam konsep kehidupan gereja, yang mengedepankan peran penting anak-anak dalam komunitas gereja itu sendiri. “Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan gereja, yang mendukung perkembangan anak-anak secara sehat jasmani dan rohani, sehingga mereka bisa berkembang secara maksimal,” ujarnya.
Gereja Ramah Anak pada suatu gereja atau komunitas keagamaan Kristen, menurut Jeane, menunjukkan bahwa institusi ini sadar benar akan komitmen untuk mengakui, memikirkan dan memprioritaskan anak-anak sebagai anggota aktif dalam gereja. “Konsep ini melibatkan tekad kuat untuk memberikan perhatian khusus terhadap kebutuhan fisik, emosional, intelektual, sosial dan rohani anak-anak dalam konteks kehidupan gereja,” jelasnya.
Dan tujuan utamanya, lanjut Jeane, ialah menciptakan lingkungan dimana anak-anak dapat tumbuh dalam iman mereka secara maksimal, merasa diterima. “Sehingga dalam tangga perkembangan kehidupan mereka, nantinya dapat berpartisiasi aktif dalam aktivitas gereja secara luas,” ucapnya.
Pewarta: Tiara Salampessy