JERMAN,PGI.OR.ID-Sidang Raya Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (WCC) menjadi wadah yang menggumuli tantangan-tantangan aktual di mana gereja berada. Sidang yang berlangsung setiap 8 tahun sekali ini, juga terbuka bagi banyak orang untuk menyaksikannya dan turut berbagi. Tidak ada yang ditutupi. Tidak terkecuali bagi mereka yang beridentitas dan berkeyakinan di luar kekristenan.
WCC juga mengundang beberapa peserta dan pembicara antar-iman dari berbagai negara. Mereka didaulat untuk berbagi pengalaman dan pengetahuannya dalam merespons isu terkini dan sesuai konteksnya masing-masing. Sebelumnya, WCC telah membangun relasi yang baik, bahkan melibatkan mereka dalam beberapa program.
Pada Sidang Raya ini, salah satu kegiatan yang memfasilitasi kehadiran para tokoh, aktivis dan pemikir antariman ini, adalah workshop tematik. Mereka menyampaikan pandangan dan pengalaman dalam membangun upaya-upaya konstruktif dan untuk kemaslahatan di negara dan komunitasnya masing-masing. Sebagian di antara mereka berasal dari komunitas yang terdiskriminasi di masyarakatnya. Namun dengan semangat kemanusiaan dan memperjuangkan hak-hak dasar warga lainnya, mereka tidak dapat berdiam diri dan terus membangun kerja sama.
Pada workshop “Youth, Hatred and Phobia” misalnya, seorang perempuan bernama Dahlia Mokdad, asal Lebanon, mengungkapkan pengalaman di komunitasnya. Bergerak bersama kaum muda antariman, mereka terus berinovasi dengan kemajuan teknologi saat ini, agar pemuda menjadi berdaya dalam membangun perdamaian.
Seperti pada umumya, media sosial sering dipakai untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang mengganggu keharmonian dalam masyarakat. Namun media sosial juga menjadi wadah dan kesempatan untuk membangun narasi-narasi yang positif dan membangun. Memenangkan alogaritma tidak selalu mahal dan dengan kecurangan, tegasnya. Dibutuhkan strategi dan komitmen bersama, sebagaimana yang mereka lakukan dalam komunitas pemuda untuk perdamaian di negaranya.
Benjamin Kamine, seorang dosen beragama Yahudi, berasal dari Amerika, menjelaskan bahwa Amerika memang pernah memberi contoh buruk pada dunia, tentang penggunaan hoaks dan ujaran kebencian saat masa-masa pemilihan presidennya dahulu. Hal itu kemudian berkembang ke sektor dan isu lainnya hingga saat ini. Di saat itu pula peran tokoh-tokoh agama sangat penting dalam menyampaikan pesan moral, yang meluruskan dan menuntut perubahan pada masyarakat, di mana kebenaran, keadilan dan kedamaian, menjadi tujuan bersama. Bukan sebaliknya, atau berdiam diri. Tokoh agama tentu diharapkan memiliki digital literasi yang baik dan tidak sekadar ikut-ikutan dengan apa yang terjadi dalam komunikasi publik.
Para pembicara antariman ini juga mengikuti jalannya persidangan, serta menyaksikan dinamikanya. Tidak ada yang ditutupi. Bahkan mereka juga diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangannya di hadapan forum. Mereka merasa sangat senang dan terhormat diundang dalam kegiatan akbar ini. Selanjutnya mereka akan tetap terus terhubung, dan sedapat mungkin berkolaborasi melalui program-program kerja sama ke depan.
Pewarta: Jimmy Sormin