PALANGKARAYA,PGI.OR.ID-Kemajuan teknologi informasi Artificial Intelegensia (AI) dengan segala macamnya, justru perhimpunan-perkumpulan gereja semakin relevan. Keliru jika menganggap kemajuan teknologi kecerdasan buatan maka makin tidak relevan perhimpunan-perkumpulan gereja.
“Justru makin berkembang itu semua, maka makin relevan nilai-nilai yang sebenarnya luhur itu, yaitu perkumpulan, perhimpunan. Ini tidak hanya di Kristen. Tapi sebenarnya semua perkumpulan di semua agama,” ujar Praktisi Teknologi Digital dan AI, Hokky Situngkir, saat berbicara pada Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) 2023, yang berlangsung di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Jumat (10/11/2023).
Ia katakan, dalam hal ini mungkin gereja harusnya semakin menemukan porsi pentingnya ke depan. “Ini justru karena orang kan berkumpul, apalagi sekarang. Jadi orang minimal berkumpul dalam rangka membina spiritualitas, pengetahuan kognitif terkait teologi dan segala macam etika. Kita enggak dapat ini di tempat-tempat lain,” terangnya.
Jadi justru tempat-tempat yang orang berpikir wah 10 tahun lagi orang tidak mau ke sini, wah enggak kebalik. Justru karena begitu gampang dia menipu kita. “AI itu begitu gampang menipu kita, dan kita hanya perlu untuk memverifikasi sesuatu informasi yang kita terima, misalnya ke teman atau kerabat yang kita kenal. Termasuk misalnya ke sesama jemaat, di tempat tinggal. Jadi justru relevansi persekutuan koinonia, akan makin menemukan relevansi yang paling kuat ke depan ini dengan AI,” tandasnya.
Senada dengan Hokky, pada kesempatan yang sama, Pdt. Prof. Binsar Pakpahan dari STFT Jakarta mengingatkan, bahwa sekarang kita adalah generasi yang menghadapi pesatnya pertumbuhan kecerdasan buatan. “Karenanya literasi media harus kita tingkatkan. Terutama buat teman-teman yang berada di daerah, yang akan banyak terdampak oleh pertumbuhannya,” ujarnya.
Ini salah satu yang perlu kita hadapi adalah persiapan untuk melengkapi kemampuan diri akan dampak terhadap berbagai profesi yang akan hilang dari pertemuan….tetapi juga akan muncul karena….
Binsar mengingatkan, bahwa AI adalah alat yang membantu. “Pada akhirnya kita semua yang akan menentukan, dan kita manusia tidak boleh melakukan hal sebaliknya. Jangan biarkan AI mengambil keputusan untuk kita. Kitalah yang harus memasukkan perintah, dan kitalah yang harus mengendalikan apa data yang kita cari, serta apa yang ingin kita lakukan kedepan,” tegasnya.
Dia mengajak para peserta KGM PGI agar tetap berhati-hati dan sensitif terhadap pertumbuhan AI, karena pada akhirnya para pemegang data, pemegang kekuasaan dan ekonomi, kemungkinan besar akan banyak sekali memanfaatkan hal ini. “Dan yang paling susah, masyarakat yang paling rendah ekonominya justru akan semakin kesulitan pada kondisi tersebut. Itu lah tugas kita sebagai gereja,” ucapnya.
Menurut Binsar, teknologi berkembang melewati kita, dan kita berpikir itu etis atau tidak. “Tetapi yang membedakan manusia dengan AI, yaitu manusia punya hati. Dengan hati seseorang bisa melakukan lompatan. Lompatan yang digunakan Fear and Trembling, sehingga berteologi dari hati ada tiga, yaitu harapan, pengampunan dan cinta,” pungkasnya.
Pewarta: Tiara Salampessy