Partisipasi PGI Dalam Pertemuan Dialogis WCC – CID, Iran
SWITZERLAND,PGI.OR.ID-Pertemuan dialogis antara WCC dan Iranian Council of Interreligious Dialogue (CID) berlangsung di Bossey Ecumenical Institute, Switzerland, pada 4-8 Desember 2022 untuk merayakan persahabatan, dialog, dan kerjasama antara WCC dan CID. Telah 10 kali pertemuan seperti ini dilangsungkan, sejak relasi antara WCC-CID dimulai pada 1995. WCC memang menaruh perhatian serius pada relasi antaragama yang dikelola melalui bidang khusus Dialog dan Kerjasama Antaragama yang kini digawangi oleh Pdt Dr. Abraham Silo Wilar sebagai Programme Executive. Melalui bidang ini, WCC sejak lama telah mengembangkan kemitraan antaragama dengan Univ Al-Azhar, Mesir, komunitas Konfusionis, komunitas Hindu di Rajpur, India, komunitas Buddha, komunitas Yahudi, dan lainnya.
Delegasi WCC dalam pertemuan ini diwakili oleh Dr. Heidi Hadsell, moderator dari pertemuan ini, Pdt Dr. Jean-Claude Basset yang telah berulangkali terlibat dalam pertemuans ebelumnya, Pdt DR. Jacky Manuputty, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt Dr. Abraham Silo Wilar, Program Executive Dialog dan Kerjasama Antariman WCC, Pdt Prof Dr. Ioan Sauca, yang akan menyelesaikan pengabdiannya sebagai Sekretaris Umum WCC dalam tahun ini, Pdt Prof Dr. Jerry Pillay, Sekretaris Umum terpilih WCC yang akan memulai pelayanannya di WCC awal tahun depan, Dr. Hans Ucko, mantan Program Executive Dialog dan Kerjasama Antariman WCC.
Delegasi CID dari Iran diwakili oleh Dr. Mohammad Mahdi Imanipour, President of the Islamic Culture and Relations Organizations dari Republik Islam Iran, Prof Dr. Seyyed Hassan Eslami Ardakani, prof Filsafat Agama pada Univ of Religions and Denominations di Iran, Dr. Mahmoud Karimi Banadkooki, dosen pada Imam Sadiq Univ (ISU) dan Tehran Univ, Dr. Zahra Rashidbeygi, Kepala Departemen Dialog Antara Islam dan Orthodox serta Protestan dari CID, dan Prof Dr. Mahdi Esfahani, membidangi Filsafat Agama.
Mengawali dialog ini, Pdt Prof Dr. Ioan Sauca dalam sambutannya menyampaikan kegembiraannya atas terlaksananya pertemuan ini, dan berharap pertemuan ini dapat terbuka untuk mendalami nilai-nilai bersama yang bisa menuntun perjuangan bersama bagi keberlangsungan hidup yang bermartabat. Ia menegaskan bahwa pertemuan ini mungkin akan berbicara mengenai banyak aspek praktis, tetapi jangan melupakan bahwa dasar dari kerjasama ini adalah ziarah keadilan, rekonsiliasi, dan persatuan. Sauca melalui kesempatan ini menyampaikan keprihatian atas peristiwa tragis kerusuhan yang terjadi di Iran sejak bulan September lalu.
“Kami menantikan untuk mendengar lebih banyak dari anda tentang hal ini selama berlangsungnya pertemuan, dan berkomitmen untuk mencari cara untuk bersama-sama sebagai orang beriman mengatasi tantangan kekerasan dan menemukan jalan menuju kohesi sosial, menghormati hak asasi manusia, dan martabat manusia untuk semua,” kata Sauca. Ia juga mengingatkan supaya pertemuan dan kerjasama semacam ini harus melibatkan generasi muda dalam pengembangan ide-ide yang dinamis, menghidupi imannya, dan melayani kemanusiaan yang rusak serta bumi yang menderita.
Pimpinan delegasi Iran, Dr. Mohammad Mahdi Imanipour mengawali sambutannya dengan menegaskan bahwa dialog antaragama dan antar kebudayaan adalah hal esensial yang dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan kita saat ini. Menurutnya, di dunia saat ini tidaklah mungkin kita hidup dari dan untuk diri sendiri . Sangatlah penting untuk mengembangkan relasi koeksistensi antara tradisi agama-agama serta mengembangkan trend dari perilaku agama-agama pada jalan perdamaian. Koeksistensi antara agama-agama mengisyaratkan interaksi dan kerjasama, pungkasnya.
Imanipour selanjutnya menjelaskan bahwa dialog antaragama bukanlah fenomena baru dalam Islam. Khusus untuk Republik Islam Iran, sejak awal pembentukannya telah menaruh dialog antaragama sebagai agenda penting mereka. Para sarjana agama dan pemikir Iran dalam bidang dialog antaragama sejauh ini telah melakukan transfromasi besar dalam bidang ini. Dialog antara WCC dan CID adalah salah satu bukti mengenai perkembangan yang konstruktif di Iran terkait dialog dan kerjasama antaragama.
Pertemuan dialog selama tiga hari membicarakan berbagai topik yang menjadi perhatian barsama. Fenomena anak-anak muda yang semakin menjauhi institusi agama, dan memilih mencari spiritualitas baru, menjadi salah satu topik menarik dalam percakapan. Berkembang fenomena ‘believing without belonging,’ dimana orang-orang muda mengaku beriman tetapi tak mau terikat pada institusi-institusi dan tradisi agama tertentu. Mereka mencari spiritualitas tanpa harus berakar pada institusi. Pendekatan agama terhadap krisis lingkungan juga menjadi teman yang dibicarakan dalam pertemuan dialogis ini.
Selain fenomena orang-orang muda, perubahan yang terjadi dalam masyarakat Iran saat ini menjadi pokok percakapan yang cukup menyita waktu. Delegasi Iran menjelaskan dengan terbuka apa yang sedang terjadi di Iran saat ini dan pengaruhnya pada pembaruan perspektif mengenai hukum Islam yang selama ini mengatur kehidupan sosial kemasyarakatan di Iran. Demonstrasi dan kekerasan berdarah di Iran saat ini mendorong otoritas resmi keagamaan dan pemerintahan mendiskusikan serius perspektif penggunaan hijab bagi perempuan Iran.
Menurut delegasi Iran, awalnya mereka memahami hijab itu sebagai kewajiban agama yang harus dikontrol penggunaannya oleh polisi moral. Berdasarkan tuntutan masyarakat, kini banyak pemuka agama mengembangkan pemahaman bahwa hijab itu bukanlah isu agama, artinya tak ada keharusan tekstual, tetapi isu budaya yang tak boleh disikapi oleh polisi moral. Sudah ada konsensus bahwa polisi moral tak cocok untuk isu ini. Otoritas resmi pemerintah Iran sedang mengadakan referendum tentang hijab untuk mendengar tuntutan publik.
Terkait dengan turbulensi sosial-politik yang terjadi di Iran saat ini, delegasi Iran meminta masyarakat internasional untuk membiarkan orang-orang Iran menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Harus dimengerti bahwa dukungan terbesar bagi para korban di Iran datang dari warga Iran sendiri, dibanding dukungan internasional. Perempuan-perempuan Iran sangatlah independen dan kuat. Mereka memiliki banyak hak dan posisi dalam kehidupan sosial dan politik, kata anggota delegasi Iran. Sebagai otoritas resmi pemerintah Iran, delegasi Iran meminta supaya tekanan global terhadap Iran diakhiri, sehingga pemrintah dan rakyat Iran bisa menyelesaikan kekisruhan yang ada secara damai.
Pada akhir pertemuan, kedua delegasi menyusun komunike bersama https://www.oikoumene.org/resources/documents/communique-from-the-10th-dialogue-between-wcc-and-cid yang isinya antara lain menyepakati berlangsungnya pertemuan berikut di Teheran-Iran pada 2024 dengan mengusung tema “Pemuda dan Iman.” Untuk mempersiapkan pertemuan dimaksud, akan dibentuk kelompok kerja kecil yang memfokuskan diri pada penelitian dan publikasi berkala.
Pewarta: Pdt. Jacky Manuputty