JAKARTA,PGI.OR.ID-Gerakan oikoumene di Indonesia berduka, karena salah satu tokohnya, Pdt. Em. Weinata Sairin, M.Th, telah kembali ke rumah Bapa di sorga dalam usia 75 tahun, di Rumah Sakit Polri, Jakarta, pada Selasa (29/8/2023).
Pdt. Weinata Sairin yang akrab disapa “Pak Wei” lahir di Jakarta, 23 Agustus 1948. Dia meninggalkan isteri Erny Sanuwiati, anak-anak Abdhi Khristianta Samuel dan Adeline Khristianti Debora, menantu Widuri Dwinanti serta Thalindo Novaro Simbolon, juga cucu Adrian Widhitama Samuel Amara dan Felicia Widhiputri.
Kepergian teolog yang produktif dalam menulis dan membuat puisi tidak hanya di seputar kekristenan, tetapi juga hubungan antaragama ini, mendatangkan duka mendalam bagi keluarga, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), warga gereja, serta komunitas jaringan lintas agama.
Semasa hidupnya, Pak Wei mengabdikan diri tidak hanya bagi gereja, tetapi juga masyarakat dan negara. Tercatat pendeta dari Gereja Kristen Pasundan (GKP) ini pernah menjabat, antara lain, sebagai Sekretaris Umum Sinode GKP tiga periode (1978-1982; 1982-1986; 1986-1990), Ketua Umum Dewan Gereja-gereja Wilayah Jawa Barat (1978-1986), Anggota MPL-PGI (1980-1986), Anggota Pengurus Yayasan LAI (1991-1996; 1996-2001), Ketua III MPPK (1996-2000), dan Wakil Sekretaris Umum PGI (1989-1994; 1994-2000; 2004-2009).
Di lingkungan organisasi umum, jabatan yang pernah diembannya, antara lain Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (1998-2003), Anggota Dewan Konsultasi Antar Agama, Depag RI (1992-1993; 1996-1997), Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan/BSNP (2005-2009; 2009-2013), Anggota Dewan Pelaksanan Harian Kelompok Kerja Lintas Agama Kerukunan Umat Beragama, Depag RI (2006), serta Anggota Dewan Kehormatan Daerah (DKD) DKI Jakarta Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dari unsur teolog (2011-2016 dan 2016-2021).
Sekretaris Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty saat menyampaikan ungkapan duka dalam ibadah pelepasan jenazah di rumah duka Primaya Hospital PGI Cikini, pada Rabu (30/8/2023) mengungkapkan, Pak Wei punya catatan karir yang cukup panjang tidak hanya di gerakan oikoumene, tetapi dia juga punya jelajah kebangsaan yang cukup luas.
“Teman-teman Muslim banyak yang terkejut atas kepergiannya, dan banyak yang menyampaikan dukacita ketika mendengar Pak Wei sudah tiada. Saya cek banyak yang menulis di sosmednya, dan ada obituari yang dibuat luar biasa oleh Teddy Kolaludin dari Salatiga di laman fbnya tentang almarhum Pdt. Weinata Sairin. Jadi bukan hanya gereja, tetapi juga masyarakat kehilangan Pdt. Weinata Sairin,” katanya.
Lanjut Sekum PGI, di tengah peristiwa kematian ini, kita merayakan dan belajar tentang kehidupan yang dikelola untuk mengatakan pada akhirnya bahwa kita berduka dalam keharuan tetapi di tengah duka kita bersyukur Tuhan, Allah Tri Tunggal, karena telah mengirim, menuntun, dan memelihara Pak Wei, dalam seluruh perjalanan karirnya.
“Kita juga bersyukur karena GKP telah memberikan seorang hambaNya melayani di gerakan oikoumene, gereja-gereja dan masyarakat. Kita juga bersyukur keluarga, Ibu Ernie seluruh keluarga besar telah mendedikasikan suami, papa, untuk memberi diri bagi pelayanan di tengah masyarakat dan gereja, karena karakter, sifat panggilan seorang pelayan hanyalah memberi diri bagi pelayanannya,” tandas Sekum PGI.
Sementara itu, Direktur Program ICRP Ahmad Nurcholish yang ditemui di acara pelepasan jenazah Pdt. Weinata Sairin, berkomentar bahwa almarhum menjadi salah satu tokoh inspiratif bagi komunitas lintas agama. Karena puisi dan tulisan-tulisan yang kerap dikirimkan kepadanya, menggambarkan sebagai sosok yang merasa bahwa kebhinnekaan itu harus dijaga, dan antarumat beragama diharapkan harus selalu menjaga kebhinnekaan, dan juga mewujudkan perdamaian.
“Itu saya kira pertama yang bisa kita contoh dari sosok seorang Pdt. Weinata Sairin. Kedua saya kira sampai beliau menghembuskan nafas terakhir tidak berhenti untuk menulis. Ini yang menurut saya jarang dimiliki oleh kita, terutama para tokoh agama. Ini yang menjadi inspirasi buat kita semua,” ujarnya.
Nurcholish berharap pemikiran-pemikiran Pdt. Weinata Sairin yang telah dituangkan baik dalam buku maupun puisi, juga pelayanannya, bisa menjadi pembelajaran, dan diteruskan, secara khusus oleh generasi muda.
Pewarta: Markus Saragih